Hal lain yang muncul dari kejadian ini adalah bredarnya asumsi dan teori 
konspirasi: bahwa kejadian di Mako Brimob seakan adalah rekayasa atau mempunyai 
muatan politik, Ini sangat tidak bertanggung-jawab, dan sangat berbahaya.. 
Selain tidak menghormati dan tak sensitif terhadap korban dan keluarganya, 
teori-teori konspirasi itu menyesatkan dan membelokkan masyarakat dari 
fakta-fakta tentang bahaya terorisme dan radikalisme. Teori-teori konspirasi 
ini justru membantu agenda para teroris.
....

Bangkitnya sel tidur teroris: Empat hal tentang kerusuhan di Mako Brimob


| 
| 
| 
|  |  |

 |

 |
| 
|  | 
Bangkitnya sel tidur teroris: Empat hal tentang kerusuhan di Mako Brimob

Dalam kerusuhan oleh napi terorisme 8-10 Mei 2018 di mako Brimob, tampak ada 
kebutuhan para napi teroris untuk m...
 |

 |

 |



Stanislaus RiyantaPengamat terorisme, mahasiswa doktoral bidang Kebijakan 
Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia   
   - 11 Mei 2018
Hak atas fotoOSCAR SIAGIAN/GETTY IMAGESImage captionPara anggota polisi 
merayakan keberhasilan menyelesaikan kerusuhan dan pendudukan Mako Brimob oleh 
155 napi kasus terorisme yang menewaskan lima rekan mereka.
Dalam kerusuhan oleh napi terorisme Mako Brimob, tampak ada kebutuhan para napi 
teroris untuk melakukan propaganda aksi mereka melalui media sosial, dan dampak 
dari propaganda ini adalah bangkitknya sel-sel tidur teroris. Demikian 
Stanislaus Riyanta, pengamat terorisme yang sedang menyelesaikan program 
doktoralnya di Universitas Indonesia, dalam artikel berikut ini.

Kerusuhan di Mako Brimob oleh napi terorisme 8-10 Mei 2018 lalu patut dicermati 
secara seksama. Aksi 155 orang napi terorisme tersebut mengakibatkan lima 
Bhayangkara gugur dan empat lainnya terluka, dan hasil visum terhadap kelima 
jenazah menunjukkan berbagai bentuk sayatan yang dalam.
   
   - Pasca rusuh Mako Brimob: Jaksa gagal hadirkan Aman Abdurrahman di sidang 
tuntutan berbagai kasus teror
   - Pemindahan napi terorisme ke Nusakambangan dianggap berpotensi masalah
   - Para tahanan teroris di Mako Brimob dipindahkan, Presiden Jokowi: "Negara 
tidak pernah takut"

Dilihat dari kekejaman perlakuan itu, dapat dinilai bahwa kadar radikal dari 
para napi terorisme (napiter) itu sangat tinggi.

Bahwa penyiksaan dan pembunuhan brutal itu mereka siarkan secara live lewat 
media sosial, menunjukkan bahwa ada kebutuhan bagi mereka untuk melakukan 
propaganda tentang aksi mereka yang penuh kekerasan itu. Propaganda ini dapat 
dinilai sebagai ajakan untuk mengikuti apa yang mereka lakukan.

Dan dampak yang bisa terjadi dari propaganda ini adalah bangkitknya sel-sel 
tidur teroris.
Hak atas fotoAFP/DOK.POLRIImage captionSalah seorang napi teroris mengangkat 
tangan saat keluar dari rumah tahanan cabang Salemba di kompleks Mako Brimob, 
Senin (10/05).
Nyatanya kita tidak perlu lama menunggu: pada malam harinya (Kamis, 10/5) pukul 
23:45 WIB seorang yang diketahui berinisial TS melakukan penusukan terhadap 
seorang petugas Brimob Bripka Marhum Prencje di halaman kantor Intelmob Kelapa 
Dua Cimanggis Depok.

Pelaku berhasil dilumpuhkan dan ditembak mati petugas, sementara korban dari 
Brimob akhirnya gugur. Analisis sementara menunjukkan bahwa aksi ini dipicu 
oleh kejadian rusuh di Mako Brimob, sehingga pelaku merasa terpanggil untuk 
melakukan hal yang sama.
Hak atas fotoOSCAR SIAGIAN/GETTY IMAGES
Kejadian di mako Brimob ini menarik perhatian dunia internasional. Dengan cepat 
kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS mengumumkan klaim bahwa 
kerusuhan ini merupakan aksi 'para tentara ISIS." Kendati dilihat dari fakta 
lapangan, sulit menemukan adanya koordinasi atau perintah dari ISIS terhadap 
para napiter untuk melakukan aksi tersebut.

Betapa pun, beberapa dari napiter tersebut memang berasal dari kelompok yang 
berafiliasi dengan ISIS. Jadi wajar apapun yang dilakukan, terutama jika 
menguntungkan bagi bahan propaganda, akan diakui sebagai aksi ISIS.

Kasus ini patut dicermati dari berbagai sisi.

Pertama, penanganan napiter di rumah tahanan Brimob perlu dievaluasi dengan 
cermat. Napiter yang berada dalam rumah tahanan menganggap bahwa petugas 
(polisi) adalah lawan atau musuh mereka. Situasinya selalu panas, edikit saja 
selisih paham atau ketegangan, bisa membuat mereka 'meledak.'
   
   - Rusuh Mako Brimob: Akankah polisi persuasif terhadap para napi teroris?
   - Pelecehan seks jemaah perempuan saat berhaji: mengapa bisa terjadi, apa 
yang bisa dilakukan?
   - Main curang di Rumah Tuhan : Kisah-kisah terluputkan dari perjalanan haji

Kedua, yang menjadi banyak pertanyaan, mengapa mereka bisa mendapatkan berbagai 
persenjataan -selain yang mereka ebut dari petugas. Ini terkait dengan 
senjata-senjata para napiter sebelum jadi tahanan. Dalam proses pemberkasan 
napiter di rumah tahanan Mako Brimob, barang-barang bukti aksi terorisme 
disertakan dan disimpan dalam rumah tahanan, termasuk senjata api dan senjata 
tajam mereka. Barang-barang bukti berupa senjata api dan senjata tajam inilah 
yang dibongkar paksa dan direbut oleh para napiter yang kemudian digunakan 
untuk melawan petugas Polri.
Hak atas fotoAFP/GETTY IMAGESImage captionLima anggota polisi tewas dalam aksi 
155 napiter itu, dan sebagian jenazah ditemukan dalam keadaan penuh pekas 
siksaan.
Ketiga, napiter mempunyai karakteristik radikal. Sebagian dari mereka adalah 
orang-orang terlatih, apalagi para eks kombatan. Itu sebabnya mereka memiliki 
kemampuan dan keterampilan untuk melakukan perlawanan di rumah tahanan Mako 
Brimob, dan melumpuhkan para petugas polisi yang sebenarnya juga sangat 
terlatih. Tentu jika mereka ditempatkan dalam rumah tahanan untuk napi kriminal 
biasa dengan para sipir sipil, situasinya bisa lebih berbahaya lagi..

Keempat, proses deradikalisasi di dalam rumah tahanan sama serkali tidak mudah. 
Apalagi dengan kondisi rumah tahanan yang penuh sesak, dan para napiter dengan 
ideologi yang sama itu sehari-hari berkumpul di lingkungan yang mereka anggap 
musuh yang sama. Situasi ini justru bisa membuat para napiter semakin radikal.
Hak atas fotoAFP/DOK.POLRIImage captionSenjata api, amunisi, dan rompi 
anti-peluru yang dirampas para napi teroris dari polisi di rumah tahanan. Semua 
perlengkapan itu ditinggalkan saat mereka menyerahkan diri.
Itulah berbagai kondisi yang harus dipahami, sehingga pemerintah perlu 
melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan napiter: bagaimana agar 
selama ditahan para napiter benar-benar bisa mengalami deradikalisasi yang 
efektif dan ketika bebas nanti mereka bisa menjadi bagian dari masyarakat pada 
umumnya. Trutama karena banyak napi terorisne yang mendapat masa hukuman yang 
cukup pendek, bahkan kurang dari lima tahun.

Hal lain yang muncul dari kejadia ini adlaah bredarnya asumsi dan teori 
konspirasi: bahwa kejadian di Mako Brimob seakan adalah rekayasa atau mempunyai 
muatan politik, Ini sangat tidak bertanggung-jawab, dan sangat berbahaya. 
Selain tidak menghormati dan tak sensitif terhadap korban dan keluarganya, 
teori-teori konspirasi itu menyesatkan dan membelokkan masyarakat dari 
fakta-fakta tentang bahaya terorisme dan radikalisme. Teori-teori konspirasi 
ini justru membantu agenda para teroris.

Artikel-artikel semacam ini akan hadir berkala di BBC Indonesia, karya berbagai 
penulis, mencakup beragam tema. Tulisan-tulisan itu merupakan pandangan pribadi 
penulis sepenuhnya.




Kirim email ke