Wawancara Majalah Tempo, SBY Menolak Disebut Terlibat Kudatuli
Reporter:
Fajar Pebrianto
Editor:
Syailendra Persada
Jumat, 27 Juli 2018 12:33 WIB
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan bertemu Ketua
Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pada Selasa malam, 24 Juli
2018. Zulkifli tiba sekitar pukul 19.48 WIB di kediaman SBY, Jalan Mega
Kuningan Timur VII, Jakarta. Dok.Istimewa
*TEMPO.CO*,*Jakarta*- Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang
Yudhoyono mendapat "serangan" dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP). Melalui Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto, PDIP tiba-tiba
menuntut SBY mengungkap secara jelas peristiwa berdarah 27 Juli 1996
atau dikenal denganKudatuli <https://www.tempo.co/tag/kasus-27-juli>.
Baca:Demokrat Tuding Kudatuli Jadi Ritual PDIP Serang Demokrat Jelang
Pemilu
<https://nasional.tempo.co/read/1111013/demokrat-kasus-27-juli-jadi-ritual-pdip-menyerang-sby?TerkiniUtama&campaign=TerkiniUtama_Click_7>
Dalam tragedi ini, Ketua Umum PDI hasil kongres Medan Soerjadi dan
beberapa prajurit Tentara Nasional Indonesia menyerbu dan menguasai
Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta. Saat itu, kantor berada
dalam penguasaan Ketua Umum PDI kongres Surabaya, yaitu Megawati
Soekarnoputri. Ratusan orang luka-luka dan lima orang meninggal dunia
dalam insiden ini.
Meski kerap bungkam, SBY sebenarnya pernah menyampaikan klarifikasi
kepada Tempo pada Agustus 2000, sekitar empat tahun pasca-tragedi
Kudatuli. "Saya memang disebut-sebut sebagai pihak yang mengambil
inisiatif," kata SBY kepada wartawan Tempo, Andari Karina Anom,
sebagaimana dikutip dari Majalah Tempo, edisi 21 Agustus 2000.
Baca juga:Sekjen PDIP Minta SBY Ungkap Kasus 27 Juli atau Kudatuli
<https://nasional.tempo.co/read/1110896/sekjen-pdip-minta-sby-ungkap-kasus-27-juli-1996>
Tak hanya itu, menurut SBY, ia juga disebut sebagai orang yang
memberikan perintah untuk menduduki kantor PDI. Tapi, SBY justru menilai
semua itu tidak logis dan tidak benar. "Saya menolak keras jika sebagai
Kasdam waktu itu dianggap bertanggung jawab," kata dia. Saat kejadian,
SBY masih menjabat sebagai Kepala Staf Komando Daerah Militer Jaya.
Dalam posisi tersebut, SBY menjadi bawahan Sutiyoso, mantan Gubernur DKI
Jakarta yang kala itu menjabat sebagai Panglima Kodam Jaya. Tapi
belakangan, hanya Sutiyoso dan 17 anggota TNI dan Polri yang ditetapkan
sebagai tersangka. SBY, bersama Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung
dan Kepala Staf TNI AD Jenderal Hartono lolos dari daftar tersangka.
Simak:Tiga Kesaksian Ini Singgung SBY di Kudatuli
<https://nasional.tempo.co/read/1110988/tiga-kesaksian-ini-singgung-peran-sby-di-kasus-27-juli>
SBY menilai Kudatuli harus dilihat dalam konteks yang luas, dari aspek
politik dan keamanan. Menurut dia, tahapan demi tahapan harus dilihat
utuh, mulai dari Kongres Medan yang memenangkan Soerjadi hingga
tokoh-tokoh besar yang waktu itu terlibat.
Selain itu, kasus ini harus dilihat secara objektif dan dengan
akuntabilitas yang tinggi. Bahwa saat itu, ada pejabat yang meminta
pemerintah dan ABRI untuk menyelesaikan konflik antara Soerjadi dan
Megawati. "Tanpa melihat itu, akan banyak pelaksana di lapangan yang
menjadi tersangka, sementara tokoh-tokohnya justru tidak tersentuh,"
kata SBY.
Simak juga:PDIP Tuding SBY Terlibat Kudatuli
<https://nasional.tempo.co/read/1110955/pdip-tuding-sby-terlibat-kasus-penyerangan-27-juli-1996?TerkiniUtama&campaign=TerkiniUtama_Click_9>
Walhasil, SBY mengatakan bahwa proses penyelesaian kasus 27 Juli
atauKudatuli<https://www.tempo.co/tag/kasus-27-juli>sedang berjalan dan
selayaknya dibiarkan berjalan secara normal. "Dengan catatan, hukum
jangan hanya melihat apa yang terjadi pada hari itu, tapi secara
kontekstual," kata SBY, ketika itu kepada Majalah Tempo.
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com