Perlu disadari bersama bahwa korban Peristiwa '65 
bukan hanya PKI dan TNI, tetapi seluruh Rakyat Indonesia. 
Termasuk bayi yang baru lahir berikut cucu-buyut dari 
generasi bayi-bayi ini kelak. Sebab, Peristiwa '65 merupakantitikbalik 
perjalanan bangsa ini yang bangkit sebagai 
kekuatan anti kolonialisme-imperialisme. Kekuatan yang 
menjunjung kesetaraan berlandaskan perikemanusiaan 
dan perikeadilan. Sejak peristiwa itu langkah bangsa ini 
berbalik menjauhi cita-cita Proklamasi 17845. 

Seperti kita saksikan dan alami, sampai hari ini seluruh 
Rakyat Indonesia menjadi korban dari praktek neokolonialisme-imperialisme yang 
memang tidak lagi berupa penaklukan 
wilayah secarah fisik melainkan penjajahan secara terselubung. 
Yang dimulai dengan memelihara kaki-tangan untuk menggarap 
setiap aturan perundang-undangan bahkan akhirnya menggarap 
konstitusi. Menjaga bungkus/judulnya ("UUD 1945") tetapi 
mengganti isi / jiwanya dengan semangat neolib. 

Jadi, pengakuan kaki-tangan tentang terjadinya sederet kasus 
pelanggaran "HAM" hanyalah pencitraan belaka. Karena, 
sesuai etos penjajahan, maksud sebenarnya adalah memecah 
perhatian ke masing-masing kasus itu demi tujuan melemahkan 
kekuatan perlawanan Rakyat.
--- k.prawira@... wrote:


RENUNGAN DI HARI HAM SEDUNIA TAHUN 2018

MD KARTAPRAWIRA·RABU, 12 DESEMBER 20186 kali Dibaca

RENUNGAN DI HARI HAM SEDUNIA TAHUN 2018

(CC Kepada: Presiden Jokowi, Komnas HAM, Peduli HAM dan Semuanya)

“AKIBAT AMANDEMEN KE 2/2000, DALAM UUD 1945 TERCANTUM PASAL 28i AYAT 1. MAKA 
DENGAN DEMIKIAN MAFIA HAM BERHASIL MENYELAMATKAN PARA PELAKU KEJAHATAN HAM 
1965-66 DARI TANGGUNG JAWAB HUKUM. HIDUP IMPUNITAS DI NEGARA HUKUM INDONESIA!!!”

UUD 1945 Pasal 28i Ayat I berbunyi: “….. hak untuk tidak dituntut atas dasar 
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi 
dalam keadaan apa pun.”

Karena ketentuan pasal tsb. di atas timbul pada tahun 2000, akibatnya 
kasus-kasus pelanggaran HAM yg terjadi sebelum tahun tsb (Kasus 1965, Trisakti, 
Semanggi, Kudatuli, Talangsari, Tanjungpriok) tidak dapat diajukan ke 
pengadilan. Bahkan sialnya, penuntutan Kasus 1965 dll. dapat dianggap sebagai 
pelanggaran HAM. Maka bersorak-gembiralah Penjahat HAM 1965: HIDUP IMPUNITAS!!!

Jadi penuntasan Kasus 1965 melalui jalur Pengadilan (termasuk Pengadilan HAM ad 
hoc) sudah tertutup. Tapi sangat mengherankan, mengapa banyak orang menuntut 
penuntasan melalui jalur Pengadilan, termasuk KOMNASHAM dan para peduli HAM.. 
Apakah tidak tahu, tidak mau tahu, atau pura-pura tidak tahu? Oleh karenanya 
mereka tidak berusaha menerobos jalur lain, agar kasus 1965 tertuntaskan? Agar 
jalur pengadilan bisa diterapkan atas kasus pelanggaran HAM masa lalu, UUD 1945 
pasal 28i ayat 1 harus dirubah/dicabut. Artinya harus diadakan lagi amandemen 
UUD 1945, yang sangat tidak mungkin dalam situasi dewasa ini.

UU Pengadilan HAM No.26/2000 sesungguhnya memungkinkan penuntasan kasus 
pelanggaran HAM masa lalu melalui jalur Rekonsiliasi. Tetapi celakanya UU 
Rekonsiliasi No.27/2004 (UU.KKR) telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi 
(Dbp.. Jimly Assiddiqi) dengan memakai apa yg dinamakan ULTRA PETITA. Kalau 
niatnya baik, tentu MK seharusnya hanya membatalkan 2 pasal yang diminta untuk 
diuji terhadap UUD, bukannya membatalkan seluruh UUKKR. Di mana keadilan bagi 
para korban bisa dicari lagi, ketika jalur pengadilan tertutup dan UUKKR sudah 
tidak ada? Agaknya di Mahkamah Konstitusi pun bau mafia HAM sudah merusak 
lingkungan. Karenanya salam hangat kusampaikan kepada KPK, semoga sukses 
membasmi berbagai macam mafia.

Presiden Jokowi hendaknya tidak melupakan janji akan menuntaskan Kasus 1965 dan 
kasus masa lalu lainnya, meski melalui jalur Rekonsiliasi (Apapun nama 
alternatifnya, yang penting adil dan manusiawi). Menurut saya kebijakan 
tersebut adalah bagus, terutama untuk generasi mendatang dalam membangun Negara 
tanpa terbebani sejarah masa silam. Atas dasar keseriusan dan kejujurannya 
dalam melakasanakan tugas Negara, saya yakin presiden Jokowi akan terus 
mengupayakan pelaksanaan janjinya, tanpa melengahkan bahaya panasnya api 
khilafah dalam sekam agama dan api separatisme dalam sekam HAM..

Den Haag, 10 Desember 2018

MD Kartaprawira

Silahkan baca juga: 
https://www.facebook.com/notes/md-kartaprawira/penuntasan-kasus-pelanggaran-ham-1965-jangan-terhenti-iii/1563553330358794/

SUMBER: 
https://www.facebook.com/notes/md-kartaprawira/renungan-di-hari-ham-sedunia-tahun-2018/1953357838045006/





  

Reply via email to