Over the past two decades at the MUI, Amin has helped draft and been a vocal 
supporter of fatwas, or religious edicts decrees, against the rights of 
religious minorities, including the country’s Ahmadiyah and Shia communities, 
as well lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT) people. Those fatwas, 
although not legally binding, have been used to legitimize increasingly hateful 
rhetoric 
https://asia.nikkei.com/Politics/Indonesia-s-anti-gay-drive-should-concern-all-Asia
 by government officials against LGBT people and in some cases, fuelled deadly 
violence 
https://www.hrw.org/news/2013/02/28/indonesia-religious-minorities-targets-rising-violence
 by militant Islamists against religious minorities.
 ---
 Berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi yg serupa juga terjadi di 
Indonesia. Gereja disegel, dibakar, digusur, diratakan dengan tanah. Penganut 
ajaran Ahmadiyah secara konstan diintimidasi, dihina, didiskriminasi. Bahkan di 
beberapa kejadian ada yg dibunuh. Nasib yg tidak jauh berbeda (dengan penganut 
ajaran Ahmadiyah), juga dialami oleh penganut ajaran Syiah. Rumah ibadah 
komunitas pemeluk berbagai ajaran ini tidak pernah aman dari ancaman vandalisme 
dari kelompok Islam tertentu hingga hari ini. Ya, hingga hari ini! 

---In GELORA45@yahoogroups.com, <noroyono1963@...> wrote :

 Sebuah tulisan lima tahun yg lalu dari Milis tetangga. 
 Siapa tahu bermanfaat untuk di baca sebagai penambah referensi atau  bahan 
pemikiran
  
 Noroyono
 26/12/2018
  
 ----------------------------------------------------------------
  
 Menurut ajaran Islam, kekerasan dan diskriminasi

 terhadap pemeluk agama/kepercayaan non-Islam, 
 dibenarkan atau tidak?
  
 SA yg budiman, 
  
 Terima kasih tak terhingga atas felisitasi Anda yg tulus, simpatik dan 
bersahabat berkenaan dgn Hari Raya Idul Adha 2013.
  
 Terus terang saja, saya sering merasa dalam posisi yg sulit sebagai seorang 
Muslim. Mungkin Anda akan bertanya: Mengapa sampai demikian?
  
 Lihat saja, peledakan bom, pembantaian, penculikan dan berbagai tindak 
kekerasan yg serupa lainnya merupakan kejadian yg masih terus berlangsung 
hingga hari ini di wilayah yg terhampar dari Tripoli sampai ke Kabul, yang 
notabene mayoritas penduduknya adalah kaum Muslimin. Di Siria, sambil 
meneriakkan "Allahu Akbar" orang menembakkan RPG (bazoka Rusia) atau senapan 
mesin berat 12,7 mm untuk menghabisi lawannya. Bahkan penggunaan senjata kimia 
pun sudah masuk ke dalam acara. Pengrusakan & pemusnahan rumah ibadah penganut 
Kristen, penganut Islam beda tafsiran merupakan bagian pula dari berbagai 
tindak kekerasan tsb. Di suatu provinsi di Pakistan berbatasan dengan 
Afganistan, Malala, seoran gadis berusia 12 (13) tahun nyaris kehilangan 
jiwanya ditembak Taliban lantaran ia ingin bersekolah -- sesuatu yg memang 
sudah menjadi hak dan kewajiban gadis seusia itu. 
  
 Di Malaysia, seorang ahli waris non-Muslim diputuskan oleh Pengadilan Islam 
tidak berhak menerima warisan dari seorang Muslim yg meninggl dunia. Dua hari 
yg lalu Aljazeera menyiarkan bahwa suatu Pengadilan Islam di Kuala Lumpur telah 
memutuskan orang-orang non-Muslim tidak boleh menggunakan term "Allah" untuk 
penyebutan Tuhan lantaran itu bisa "membingungkan". Kedua keputusan ini, jelas 
merupakan perwujudan diskriminasi (terlepas dari faktor apakah kedua keputusan 
tsb memiliki/tidak memiliki dasar Hukum Perdata). Mengapa harus dibedakan 
antara ahli waris Muslim dan non-Muslim? Mengapa pula orang-orang non-Muslim 
tidak boleh menggunakan term "Allah", sementara orang-orang Muslim boleh 
menggunakan term "Tuhan"? 
  
 Berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi yg serupa juga terjadi di 
Indonesia. Gereja disegel, dibakar, digusur, diratakan dengan tanah. Penganut 
ajaran Ahmadiyah secara konstan diintimidasi, dihina, didiskriminasi. Bahkan di 
beberapa kejadian ada yg dibunuh. Nasib yg tidak jauh berbeda (dengan penganut 
ajaran Ahmadiyah), juga dialami oleh penganut ajaran Syiah. Rumah ibadah 
komunitas pemeluk berbagai ajaran ini tidak pernah aman dari ancaman vandalisme 
dari kelompok Islam tertentu hingga hari ini. Ya, hingga hari ini! 
  
 Hakikat masalahnya ialah: Menurut ajaran Islam, kekerasan dan diskriminasi 
terhadap pemeluk agama/kepercayaan non-Islam, dibenarkan atau tidak? Di 
Indonesia, jika kita mengacu kepada Konstitusi RI Pasal 29 ayat (2), maka 
kekerasan dan diskriminasi tsb jelas merupakan sebuah pelanggaran. Di samping 
itu, kekerasan dan diskriminasi tsb juga bertentangan secara diametral dengan 
Pancasila (yakni sila Kebangsaan dan sila Perikemanusiaan) serta Sumpah Pemuda 
(yaitu bahwa pemeluk Islam dan non-Islam memiliki satu nusa, dan bagian dari 
satu bangsa -- INDONESIA). Lalu, bagaimana menurut pandangan saya sendiri? Saya 
(yg notabene seorang Muslim) bepandangan bahwa: a) Memeluk, atau tidak memeluk, 
suatu agama/kepercayaan adalah hak dasar manusia yang tidak bisa diganggu gugat 
oleh siapa pun. b) Menghormati baik pemeluk suatu agama/kepercayaan, maupun 
bukan pemeluk  agama/kepercayaan apa pun, adalah kewajiban bagi setiap warga 
negara Indonesia. Didasarkan pada urain ini, saya berkesimpulan bahwa kekerasan 
dan diskriminasi terhadap pemeluk agama/kepercayaan non-Islam, atau pemeluk 
”Islam sesat” menurut anggapan pihak Islam tertentu, harus  digolongkan ke 
dalam tidak kekerasan & diskriminasi menurut KUHP.  
  
 Berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi yg saya uraikan di atas bagi saya 
merupakan suatu kenyataan pahit, suatu tragedi. Namun demikian, saya tetap 
berharap bahwa situasi kehidupan di bagian dunia yg dilanda kekerasan dan 
diskriminasi itu akan normal kembali pada suatu hari. Di sisi lain, saya punya 
angan-angan bahwa pada suatu hari, suatu Indonesia yg benar-benar didasarkan 
pada Bhinneka-Tunggal-Ika, suatu Indonesia yang harmonis, akan menjadi sebuah 
kenyataan. Menyadur kata-kata Martin Luther King, “I have a dream that one day, 
an Indonesia that is truly based on Bhinneka-Tunggal-Ika, a harmonious 
Indonesia will become a reality!”
  
 Salam persahabatan dan sekali lagi: TERIMA KASIH atas atensi Anda. Semoga Anda 
sekeluarga dalam keadaan sehat, aman sentausa!
  
 XX
 16/10/2013



Kirim email ke