Ha...ha...ha , apa ada yang mau mensponsori saya untuk bikin studi perbandingan antara berbagai sistim sosial dan politik... Itu membutuhkan penelitian serius dan waktu....Bukan asal jeplak... On Thursday, March 28, 2019, 4:47:40 PM GMT+1, Jonathan Goeij <jonathango...@yahoo.com> wrote: Kalau begitu, coba kita analisa dengan menggunakan beberapa sistem, katakanlah Republik Borneo atau lebih kecil lagi Republik Lan Fang kemakmuran rakyat bila menggunakan sistem kapitalis bagaimana sosialis bagaimana sistem monarchy bagaimana. Kemudian bandingkan dgn sekarang. Bisa juga ambil contoh daerah2 lain yg mana saja. Singapura yg menggunakan sistem kapitalis rakyatnya puluhan kali lipat lebih makmur dari Indonesia sekarang, Demikian juga Brunei yg monarchy rakyatnya puluhan kali lipat lebih makmur dari Indonesia sekarang. On Thursday, March 28, 2019, 1:39:11 AM PDT, Tatiana Lukman <jetaimemuc...@yahoo.com> wrote: Kemakmuran dan keadilan sosial tidak tergantung pada besar kecilnya negeri atau keseragaman suku bangsa atau ras yang membentuknya. Pada pokoknya ia bergantung kepada sistim ekonomi, politik dan sosial yang berdominasi dalam masyarakat negeri itu. Apakah rakyat republik-republik kecil-kecil itu akan makmur, itu tergantung kepada kelas mana yang berkuasa, kepentingan kelas mana yang diwakili oleh para penguasa. Yang jelas negeri kecil lebih mudah dikuasai kaum imperialis. Dari situ saya berpendapat perjuangan untuk kemakmuran, keadilan sosial dan kesamaan hak seluruh rakyat Indonesia, tak perduli di pulau mana mereka tinggal, harus diprioritaskan dari pada usaha untuk memisahkan diri dari Indonesia. Karena masalah pokok yang dihadapi seluruh rakyat jelata Indonesia adalah masalah tanah, masalah monopoli tanah dan penghancuran alam Indonesia oleh Negara, para pemodal asing dan swasta yang, kalau tidak dilawan, akan mendatangkan "kiamat" bikinan manusia dengan segala macam bencana alamnya.Sudah terbukti dalam sejarah hanya sistim sosialis lah yang dapat menjamin keadilan sosial, kemakmuran dan kesamaan hak bagi mayoritas rakyat pekerja. Propaganda kaum imperialis dan kaum revisionis selalu memutar balik kenyataan sejarah pembangunan sosialis, seperti anteknya, si Chan, yang bilang sosialisme di Tiongkok hanya meratakan kemiskinan, buruh dan tani yang bekerja membanting tulang tanpa kenal jam dianggap sebagai "penghisapan", etc. Orang-orang revisionis pro kapitalis tidak akan pernah mengerti rakyat akan bekerja dan mengorbankan segalanya ketika dia sadar bahwa yang ia kerjakan adalah untuk kemakmurannya sendiri dan hari depan anak cucunya. Sama sekali tidak sama dengan buruh dan tani yang bekerja untuk tuan tanah dan majikan kapitalis yang merampas hasil kerjanya. Tanpa pengertian akan faktor kesadaran kelas itu, orang tidak akan pernah mengerti mengapa jutaan kaum komunis di dunia ini bekerja dan rela menanggung siksaan dan mati tanpa mengkhianati kawan-kawan, keyakinan dan cita-citanya. On Thursday, March 28, 2019, 6:23:00 AM GMT+1, jonathango...@yahoo.com [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> wrote:
Seandainya ada "Republik Jawa, Republik Sunda, Republik Baduy, Republik Dayak" dll itu rakyat kecil lebih makmur mana dgn Indonesia sekarang ini? ---In GELORA45@yahoogroups.com, <jetaimemucho1@...> wrote : Pertama, harus diakui bahwa wilayah teritorial Indonesia adalah warisan kolonial Belanda. Siapa yang menolak kenyataan itu, silahkan bikin perbatasan geografis Indonesia sendiri (atau mungkin mau memecah belah Indonesia berdasarkan pada grup etnis, monggo! Jadi ada Republik Jawa, Republik Sunda, Republik Baduy, Republik Dayak, ratusan republik kecil-kecil yang tersebar dan berkelahi sendiri.. ) Di bawah kekuasaan kolonial namanya Hindia Belanda, bukan Indonesia. Kedua, setiap orang punya hak untuk tidak mengakui perjuangan para perintis kemerdekaan Indonesia yang dimulai dengan pemberontakan 12 November 1926. Dalam pemberontakan itu terlibat orang dari berbagai grup etnis (misalnya, Jawa, Sunda, Menado, Padang) yang punya cita-cita membangun Indonesia merdeka dari penjajahan. Mereka yang tidak mengakui Indonesia tentu juga punya hak untuk mencampakkan usaha rakyat yang mempertahankan kemerdekaan Indonesia 1945 dengan nyawa dan pengorbanannya. Ketiga, mereka yang berasal dari grup etnis pendatang seperti Tionghoa, Arab, India/Pakistan dll, harus meninggalkan setiap jengkal tanah yang sekarang ini disebut wilayah Indonesia, karena mereka bukan grup etnis "asli" (terpaksa saya gunakan kata "asli" karena mereka yang tidak mengakui Indonesia dan berasal dari grup etnis pendatang sendirilah yang meletakkan dirinya sendiri diluar kesatuan grup-grup etnis pribumi). Atau mohon ijin tinggal kepada berbagai macam Republik yang akan terbentuk di atas dasar grup etnis. Begitulah kalau mau ditinjau secara sederhana dan mudah. On Wednesday, March 27, 2019, 12:29:38 PM GMT+1, 'Lusi D.' lusi_d@... [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> wrote: Dalam ilmu sejarah orang membedakan proses perkembangan perkelompokan manusia pada periode sebelum dan sesudah jaman feodalisme ke kapitalisme dan juga membedakan kwalitas periode masyarakat kapitalisme sebelum dan sesudah berkembang ke tingkat imperialisme. Melihat peta perbatasan geografi suatu negara dari gambar globus dengan sekadar menyebutkan para etnis yang menghuni wilayahnya tanpa menilai peranan mereka dalam perkembangan sejarah perkembangan sistim masyarakatnya, misalnya mengapa dan bagaimana kolonialisme Belanda itu berakhir, saya pikir terlalu sangat sederhana sekali. Am Wed, 27 Mar 2019 08:50:56 +0000 (UTC) schrieb "ajeg ajegilelu@... [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com>: > Menurut saya sih etnis dan budaya di Amerika heterogen. > Begitu juga Rusia, Cina, India dll. > > --- jonathangoeij@... wrote: > digombalin BK > --- ilmesengero@... wrote : > > Bangsa Indonesia tidak pernah ada, karena apa yang disebut Indonesia > adalah kesatuan geografi-politik yang diciptakan kolonial Belanda, > kedua kalau disebut satu bangsa harus ada kesamaan etnik dan > kebudayaan. >