Bung Iqbal,
Ya, sekarang makin jelas probleemnya bagi saya.
Waktu saya masih tinggal di Nieuwegein dan Maarssen, tinggal di rumah, cara
buang sampahnya sama.
Tiap rumah dapat 2 container plastik dengan tutup. Yang satu besar, abu2
hitam untuk segala macam sampah.
Yang satu lebih kecil, untuk sampah kalau bersihkan kebun. Sampah kebun
diolah untuk suburkan tanah.
Kalau mau renovatie rumah , bisa minta container besar terbuka ditaruh di
depan dalam halaman, atau di pinggir
jalan dekat rumah. Begitu penuh, bisa telpon, langsung diambil, dinaikkan
dengan mesin ke atas truck. Di tempat
pembuangan digelontorkan keluar perlahan lahan. Mereka pisahkan antara yang
kayu yang nantinya dicampur
dengan sampah, untuk bahan bakar, untuk panasi air yang bisa dijual per m3
untuk mandi lewat saluran ke rumah.
Yang batu bata dll. dihancurkan, untuk tanah urug.
Kami kumpulkan sampah dalam kantong plastik. Tiap hari sampah dapur dengan
kantong plastik terikat kami buang ke
container besar abu2 hitam. 2 minggu sekali datang truck besar, satu sopir
dan 2 orang yang kerja cepat, ambil
container kami dan tetangga2 dari satu tempat berkumpul. Kira2 containers
dari 16 rumah ditaruh di satu tempat yang sudah
ditetapkan. Containernya sendiri ada nomor rumahnya, ada 2 roda sehingga
ringan nariknya.
Container ada pegangannya yang disodorkan ke mesin dari truck. Dengan tekan
tombol, container dan isinya dibalikkan.
Sampahnya jatuh ke dalam truck, yang langsung dipres. Jadi sampahnya tidak
diangkut dalam keadaan voluminous.
Dua contaINER DAPAT SEKALIGUS DIJUNGKIRKAN KE DALAM TRUCK.
sEKARANG SAYA TINGGAL DI  aMSTERDAM DI FLAT. Sampah dapur kami kumpulkan
dulu dalam kantong plastik,
 kemudian dimasukkan dalam container di dapur yang sudah dipasangi kantong
plastik besar, tipis dari 60 liter. Kalau kantong
plastik besar ini penuh, kami ikat, dan buang ke bawah ke container besar.
Container besar ini dilengkapi sluis, tutup berputar, bisa dibuka untuk
menjatuhkan kantong plastik 60 liter tadi. Bisa ditutup
sehingga tidak bau, tidak menarik lalat datang. Sekali seminggu datang truk
sampah, hanya dengan satu sopir saja.
Sopirnya melayani alat untuk mencantol container, terus ditarik ke atas
truck, dan bisa sekaligus membuka bagian
bawah container, dan sampahnya jatuh ke dalam truck untuk dipres. Container
besar kosong dikembalikan oleh sopir dengan
melayani alat bediening, masuk ke wadah container dalam tanah. Jadi kalau
di lihat dari luar, tempat pembuangan sampahnya
rapi, kelihatan tingginya hanya setengah meter. Yang masuk dalam tanah ada
lebih dari 2.5 meter.
SaMPAH HARUS DIPISAHKAN SAMPAH DAPUR, KERTAS DAN GELAS. mASING2 ADA
CONTAINERNYA. Kertas dan gelas
diolah kembali.
Salam,
KH




Pada tanggal Sen, 29 Apr 2019 pukul 08.48 iqbalsant...@yahoo.com.au
[GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> menulis:

>
>
>
> Halo Bung Djie,
>
> Membobol tanggul bukanlah pekerjaan yang mudah. Tetapi toh penduduk
> sekitar nekad melakukannya. Tujuan utama mereka tentu bukan karena iseng
> ingin merusak tanggul, atau iseng ingin mengotori sungai. Itu adalah
> side-effect. Tujuan utama mereka adalah hanya untuk bisa memindahkan sampah
> dari rumah mereka ke tempat lain.
>
> Setelah tanggul dibobol, sekarang mereka memiliki tempat (sungai) untuk
> memindahkan sampahnya. Untuk memindahkan sampah ini, mereka juga harus
> berjalan entah berapa jauhnya dari rumah mereka ke bagian tanggul yg telah
> dibobol ini.
>
> Seperti yang telah sy katakan sebelumnya, untuk membuang sampah
> sembarangan mereka toh memerlukan effort, yang biasanya lebih besar
> daripada orang yang lebih mampu, yang hanya perlu ke depan halaman untuk
> mindahkan sampahnya.
>
> Di Jakarta, iuran bulanan sampah besarnya dimulai dari kisaran Rp. 100rb
> atau lebih. Jika punya usaha/toko/warung jelas lebih mahal. Inipun
> sampahnya tidak diambil setiap hari. Kalau mau diambil setiap hari tinggal
> kalikan saja iurannya berdasarkan frekuensi.
>
> Penduduk miskin tentu tidak bersedia membayar iuran sampah ini. Apalagi
> yang juga memiliki warung makan berarti harus membayar iuran di dua tempat.
> Yang tidak bersedia membayar tentu harus memindahkan sampahnya ke tempat
> lain misalnya dengan naik motor dan melemparkannya ke tanah kosong, atau
> trotoar, sungai terdekat, atau sekali-kali meletakannya di tempat sampah
> orang lain.
>
> Yang beruntung warungnya bersebelahan dengan sungai atau selokan ya tentu
> dibuang ke saja sana.
>
> Pemerintah Daerah mampu memberikan subsidi ratusan ribu untuk anak usia
> sekolah dari keluarga miskin. Seharusnya tidak masalah menambahkan sekitar
> 100rb per keluarga sebagai subsidi sampah agar sampah mereka bisa diambil
> seperti sampah dari keluarga yang lebih mampu. Tetapi entah kenapa ini
> tidak dilakukan.
>
> Jadi membuat sungai sebersih apapun tidak ada gunanya kalau penduduk
> miskin menemukan kesulitan membuang sampah di tempat yang seharusnya.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> ---In gelora45@yahoogroups.com, <djiekh@...> wrote :
>
> Bung Iqbal,
> Terimakasih uraiannya. Saya pernah nginap di rumah teman di Bekasi.
> Pagi2 saya jalan2, sampai dekat sungai, tetapi dari jalanan, saya tidak
> bisa
> lihat sungainya karena ada tanggul yang tinggi. Tiba2 saya lihat ada
> bagian
> tanggul yang dibobol. Jadi saya ke sana, lihat air sungai mengalir begitu
> deras,
> tetapi juga sampah2 yang dibuang ke sungai lewat tanggul yang dibobol.
> Jadi di sini ada dua "kejahatan". 1. Tanggulnya yang kokoh justru dibobol
> untuk
> buang sampah. Lha kalau terjadi banjir, kan airnya meluap lewat bobolan
> tanggul.
> 2. Sampah yang dibuang akan memperlambat aliran sungai, yang akan naik,
> bisa
> menyebabkan banjir.
> Kalau di negeri Belanda, tanggulnya tinggi tetapi juga lebar kuat,
> sekalian jadi
> jalanan mobil 2 arah. Antara tanggul dan air sungai ada tanah miring. Di
> situ
> rumput tumbuh dan domba dilepas. Kalau air naik, domba2 dikandangkan.
> Besok saya sambung. Tahu2 sudah hampir jam 3 pagi. Mau coba tidur,
> meskipun
> belum ngantuk.
> Salam,
> KH
>
>
> Pada tanggal Min, 28 Apr 2019 pukul 21.46 iqbalsantoso@... [GELORA45] <
> GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
>
>
>
>
>
> Pemerintah tidak menyediakan fasilitas pembuangan sampah dengan memadai
> terutama untuk rakyat kecil.
>
> Tidak sedikit orang kampung (yang rumahnya tidak bersebelahan dengan
> sungai) harus mengendarai motor hanya untuk meletakkan bungkusan kantong
> plastik sampah di trotoar, melemparkannya ke tanah kosong, atau
> melemparkannya ke sungai terdekat. Meskipun membuang sampah secara
> sembarangan, mereka memerlukan effort juga untuk melakukannya.
>
> Rumah yang memiliki tempat sampah terbuka di luar tentu sering menemukan
> sampah yang bukan miliknya. Ini artinya yang "numpang" membuang sampah
> menemukan kesulitan untuk membuang sampahnya. Masih untung juga ybs
> membuangnya di tempat yang "benar" bukan di trotoar atau di sungai.
>
> Ada tempat rekreasi yang namanya Taman Bunga Nusantara. Terakhir kali
> kesana beberapa tahun yang lalu tempat ini amat sangat bersih. Tidak ada
> satupun sampah ditemukan di jalan penelusuran. Sampah sekecil apapun tidak
> ditemukan. Setelah beberapa saat ternyata ada sebabnya. Tempat sampah
> banyak sekali ada dimana-mana, mungkin setiap sepuluh meter bisa ditemukan
> satu tempat sampah. Dengan demikian pengunjung dengan mudah bisa membuang
> sampah pada tempatnya.
>
> Jika membuang sampah di tempat yang benar lebih mudah atau semudah
> membuang sampah sembarangan, tentu semua orang akan membuang sampah di
> tempat yang benar.
>
>
>
> ---In gelora45@yahoogroups.com, <bhjo@...> wrote :
>
> Yg selalu disalahkan adalah pemerintahnya. Padahal rakyatnya juga yg
> menyebabkan banjir and airnya kotor dgn membuang sampah sembarangan dll.
> Percuma saja, sungai di bersihkan kalau di kotori oleh rakyat/penduduk
> terus.
>
> 
>

Kirim email ke