Aaachh,... ini hanyalah suara sumbang anti Tiongkok saja! Berusaha keras menghadang masuknya modal-Tiongkok yg mulai menggerser modal Singapore, Jepang, AS yg selama ini mengangkangi Indonesia dan membuat rakyat banyak tetap melarat, ...!

Dari judul tulisan yg bombas, kenapa gak pindah ke Beijing? Sampai berani-beraninya menyatakan "tukang paculnya" serba impor dari Cina! Dikira gaji BURUH dari Tiongkok jauh lebih MURAH dari gaji buruh Indonesia!!!


ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45] 於 30/8/2019 10:45 寫道:

Memangnya penggeseran ibukota ke utara (Kaltim) ini apa bukan untuk mendekati 3 kawasan ekonomi khusus (KEK) yang diserahkan Jokowi ke RRC? - soal 3 KEK ini sudah sering saya singgung.


Jadi, bukan mustahil lokasi pilihan Jokowi di Penajam itu bakal jadi "ibukota" bagi 3 KEK tsb. dsk., termasuk kawasan nikel di Morowali. Bukan rahasia lagi semua megaproyek itu investor, manajer proyek, sopir truk, sampai tukang paculnya serba impor dari Cina.

Rasisme? Ya tinggal ditimbang-timbang saja antara opini si penulis dan tindakan Jokowi terkait investor asing.

--- jonathangoeij@... wrote:

    Kutipan artikel: "Minimal keturunan Beijing. Maksudnya? Yah..,
    pakai nanya lagi!"

    Apakah maksud si penulis wong cino?
    Opini yg dilandasi rasisme.


    On Thursday, August 29, 2019, 12:45:05 PM PDT, Lusi D. wrote:

    Berikut sementara ulasan masalah tema pindah ibukota.
    Lusi: Yang dicukongi Podomoro?


    1.-

    IBU KOTA PINDAH ke KALIMANTAN, KENAPA GAK ke BEIJING?

    Redaksi HARIANACEH
    22/08/2019 - 19:43 WIB

    Penulis: Tony Rosyid*

    KOK judulnya begitu? Ya, begitulah. Judul ini menggambarkan apatisme,
    bahkan mewakili kekesalan begitu banyak warga negara terhadap program
    pindah ibu kota. Pertama, ekonomi lagi morat marit kok mau pindah ibu
    kota.

    Tahunya ekonomi morat marit? Hutang negara terus membengkak. Aset-aset
    BUMN sedang dipasarkan. Harga-harga naik dan subsidi mulai pada
    dicabutin. Kurang data? Sementara pindah ibu kota tidak seperti
    mindahin lemari. Butuh anggaran cukup besar. 486 triliun dana yang
    harus tersedia untuk pindah ibu kota. Kabarnya 93,5 triliun dari APBN.
    Sisanya? jual atau sewain apa kek. Ini bukan dana yang sedikit untuk
    kondisi ekonomi bangsa seperti sekarang.

    Kedua, kemana mau pindah? Kalimantan? Kalimantan mana? Tengah atau
    Timur? Ini saja belum diputuskan. Ini menunjukkan belum ada kajian
    wilayah yang serius dengan segala dampak dan risikonya. Kok sudah
    minta
    ijin DPR?

    Ketiga, apa alasannya pindah? Jakarta macet? Banjir? Karena polusi?
    Atau karena Jakarta dipimpin oleh Anies Baswedan, lawan politik
    dan tak
    bisa diajak kompromi? Tidakkah Anies orang yang paling mudah diajak
    kompromi? Yang penting rasional, tak ada aturan yang dilanggar dan tak
    merugikan negara. Anies pasti bisa berkompromi. Kalau tiga syarat itu
    tak terpenuhi, Anies sepertinya memang tipe gubernur yang tak pernah
    mau buka pintu belakang.

    Tidakkah kemacetan dan banjir Jakarta sudah berangsur-angsur mulai
    berkurang saat ini? Kenapa tidak dibantu untuk semakin cepat lagi
    mengatasi masalah-masalah itu? Kok malah pindah.

    Teringat ketika Jokowi mau nyagub di DKI. Untuk mengatasi macet
    sepertinya gak susah-susah amat, katanya. Ini namanya optimisme. Bagus
    dan harus diapresiasi. Dan ketika jadi Gubernur DKI, Jokowi
    berpandangan akan lebih mudah mengatasi macet dan banjir kalau jadi
    presiden. Tuhan berbaik hati dan memberi peluang Jokowi jadi presiden.
    Lah, setelah jadi presiden, kenapa ibu kota harus dipindah karena
    alasan banjir, macet dan polusi pak? Tidakkah lebih mudah
    mengatasi itu
    semua ketika jadi presiden? Ini pertanyaan awamnya.

    Demi pemerataan. Bagus! Pertanyaannya: apa hubungan pemerataan dengan
    pindah ibu kota? Bagaimana kalau masyarakat Papua protes: belum merata
    buat kami karena ibu kota tidak di tempat kami. Demikian juga dengan
    masyarakat Sumatera, Sulawesi dan Maluku.

    Kalau semua pada protes, pindah ke Baijing saja. Nah, makin ngawur..
    Tidak! Yang dimaksud Beijing itu terkait dengan orang-orangnya.
    Kontraktornya dari Baijing, investornya dari Beijing, dan para
    pekerjanya dari Beijing. Minimal keturunan Beijing. Maksudnya? Yah..,
    pakai nanya lagi!

    Ada kesan bahwa pemindahan ibu kota dipaksakan. Setidaknya itu dilihat
    dari aspek substansialnya. Tapi, secara politis ini seperti menyelam
    sambil minum air. Artinya, pemindahan ibu kota secara politis akan
    sangat strategis. Pertama, sebagai pengalihan isu. Situasi politik
    yang
    lagi tak menentu dan ekonomi yang sedang terus mengalami masalah, maka
    isu pemindahan ibu kota akan jadi hiburan media dan medsos. Sedangkan
    masalah ekonomi, hiruk pikuk rekonsiliasi dan transaksi struktur
    kabinet untuk sementara terlupakan.

    Kedua, pemindahan ibu kota akan jadi kebijakan mercusuar bagi Jokowi.
    Suatu saat, Jokowi akan dikenang sepanjang masa sebagai “Bapak
    Pemindah
    Ibu Kota.” Ini akan jadi sejarah. Karena mindahin Ibu Kota tergolong
    kebijakan fundamental dan bahkan radikal.

    Sejarah akan mencatat bahwa Indonesia pernah punya Ibu Kota di
    Jakarta.
    Lalu pindah ke Kalimantan “di era Jokowi”. Sekali lagi “di era
    Jokowi”.
    Sejarah ini akan diingat dan dikenang oleh anak bangsa di masa depan.
    Dengan catatan, perpindahan ini jadi dan sukses. Jika gagal,
    masyarakat
    akan memaklumi. Ah, itu mah biasa. Toh Jokowi selama ini juga sering
    gagal. Mobil Esemka gagal, biasa aja. Banyak janji yang tak
    terealisasi, biasa saja. Tak ada yang mengejutkan. Dan masyarakat
    mamaklumi dan memaafkannya. Tetap memberi Jokowi kesempatan untuk jadi
    presiden kedua kali. Ini bukti betapa masyarakat Indonesia adalah
    pemaaf. Pemaaf atau lupa? Entahlah. Jangan bilang dungu. Awas! Itu
    kata-kata yang gak bagus. Biar jadi hak paten Rocky Gerung saja.
    Jangan
    ikut-ikutan. Gak elok.

    Kalau ada yang khawatir bagaimana nasib gedung DPR-MPR yang ada di
    Jakarta, gedung-gedung pemerintahan, istana, dan lain-lain, hemat saya
    itu orang terlalu serius. Tinggal sewakan saja gedung-gedung itu,
    beres! Buat studio film atau arena teater. Tidakkah selama ini banyak
    anggota legislatif yang pandai bermain drama di gedung DPR? Cocok
    untuk
    pentas teatrikal..

    Ketiga, banyak pihak mengkaitkan perpindahan ini sebagai bagian dari
    manuver untuk 2024. Maksudnya? Untuk mendegradasi Anies Baswedan yang
    namanya sedang digaungkan rakyat menjadi presiden masa depan. Seolah
    ingin mengesankan bahwa Anies gagal mengurus Ibu Kota. Karena itu, Ibu
    Kota dipindah. Oh ya? Ada-ada aja anda ini. Terlalu jauh tafsirnya.
    Tapi, kalau toh iya, emang rakyat Indonesia sepicik itu bisa
    dikelabui?
    Tentu tidak!

    Keempat, banyak pihak bertanya: siapa pemilik lahan terbesar di
    Kalimantan, tempat dimana Ibu Kota akan dipindah? Emang ada
    hubungannya? Ini yang lagi jadi perbincangan publik. Belum lagi pihak
    mana yang akan mendapatkan proyek-proyek pembangunan di Ibu Kota baru
    itu. Silahkan direnungkan!

    --------


    2.

    DULU KERAS TOLAK PINDAH IBU KOTA, KINI AHOK MANUT JOKOWI

    Redaksi HAI
    30/08/2019 - 00:49 WIB

    –  Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
    merespons soal rencana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan
    Timur. Menurut Ahok, dirinya mengikuti apa keputusan Presiden Joko
    Widodo, mengingat hal itu memang menjadi kewenangan pemerintah pusat.

    “Saya ikut presiden,” kata Ahok, Rabu (28/8) malam.

    Ahok mengakui dirinya pernah memiliki pendapat terkait pemindahan Ibu
    Kota. Saat menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahok mengatakan
    permasalahan Jakarta tak bisa diselesaikan hanya dengan
    memindahkan Ibu
    Kota.




---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com

Kirim email ke