Ideenya Rizal Ramli memang bisa langsung kelihatan hasilnya: Penduduk hidup lebih makmur, dan ekonomi mungkin bisa jalan (uang bisa berputar) ? Tetapi butuh dana besar sekali "Penduduk Papua Barat : 915. 361 (tahun 2017). Penduduk Papua :3.265.202 ( 2017). Total 4.2 juta Kalau tiap orang diberi 1 juta per bulan, tiap bulan butuh 4.2 juta X 1 juta = 4.2 trilyun. Berarti setahun = 4.2 trilyun X 12 = 50.4 trilyun. Khusus untuk alokasi dana otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, pemerintah menganggarkan Rp 8,4 triliun (Papua Rp 5,8 triliun dan Papua Barat Rp 2,5 triliun). https://republika.co.id/berita/pwj7n3370/jokowi-sediakan-dana-otonomi-khusus-papua-rp-84-triliun
Lalu dari anggaran2 mana untuk Papua dan Papua Barat mau dipakai menutup kekurangan 50.4 - 8.4 = 42 trilyun ? Yang dikatakan RR sebesar 67 trilyun itu dana dari tahun 2001 hingga 2017 : Sejak digelontorkan pada 2001 hingga 2017, total dana otsus untuk Papua dan Papua Barat sebesar Rp67 triliun. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46289211 Bagaimana kalau penduduk selain dapat uang bulanan juga diajari bercocok tanam yang paling mudah dengan tanaman tahan penyakit misalnya singkong, dan ternak tahan penyakit, misalnya bebek ? Pada tanggal Kam, 5 Sep 2019 pukul 13.27 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> menulis: > > > Berikut sekedar berita tentang perkembangan ekonomi terakhir. > Selamat membaca. Lusi.- > > 1.: > > Rizal Ramli: Aceh Tidak Bisa Jadi Contoh yang Baik > > By > Muhajir - > 04/09/2019 > > ACEHTREND.COM, Jakarta- Pakar Ekonomi Rizal Ramli mengatakan > penyelesaian persoalan Papua dan Papua Barat tidak bisa secara > simbolik. Otonomi khusus di sana tidak efektif, karena membuka peluang > korupsi. > > Hal ini disampaikan oleh Rizal Ramli dalam acara Indonesa Lawyers Club > (ILC) bertema Papua: Mencari Jalan Terbaik di tvOne, Selasa (3/9/2019). > > Perihal tidak efektifnya pelaksanaan otonomi khusus, Rizal Ramli > merujuk kepada Aceh, yang menurutnya tidak bisa menjadi bukti > kesuksesan pelaksanaan otonomi khusus. Di Aceh, menurut Rizal Ramli, > pelaksanaan otsus tidak sesuai harapan. > > Sebagai propinsi yang mendapatkan mandat menjalankan otonomi khusus > serta mendapatkan uang yang tidak sedikit, Aceh tidak kunjung keluar > dari problem klasiknya yaitu kemiskinan. Saat ini Aceh menjadi daerah > termiskin di Sumatera. Dengan angka pengangguran tertinggi. Menurut > Rizal, dana otsus untuk Aceh dikorupsi oleh elit Aceh. > > Rizal, pada kesempatan itu mengatakan, bila ingin menyelesaikan > persoalan Papua, maka Pemerintah perlu menjadikan negara bagian Alaska, > Amerika Serikat, sebagai contoh. Di sana, Pemerintah Alaska memberikan > uang tunai setiap bulan untuk warga asli. Meski kemudian warga tersebut > tetap bertahan dengan profesi sebagai nelayan, tapi mereka punya uang > untuk hidup sejahtera. > > “Beri warga Papua satu juta per orang setiap bulan. Jadi kalau ada > empat orang dalam satu keluarga, beri mereka empat juta. Pemerintah > bisa meminta BRI untuk menyediakan ATM buat mereka. Transfer langsung > ke warga. Tapi berikan pada mama-mama, sebab jika diberikan pada > laki-laki, itu akan habis dibuat untuk mabuk,” ujar Rizal Ramli. > > Sumber: ILC > > 2.: > > Rizal Ramli Ungkap Salah Penanganan Aceh dan Timor Timur, Jangan Ulangi > di Papua! > > By Mahameru Alfaraby | > September 4, 2019 > > KedaiPena.Com – Tokoh Nasional Rizal Ramli kembali menegaskan tidak > boleh menggunakan pendekatan kekerasan dalam menangani masalah Papua. > > Ia pun meminta Pemerintahan Jokowi meniru langkah pendahulunya > Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menganggap Papua sebagai saudara. > > “Saya ini menteri kabinet Gus Dur. Pendekatan Gus Dur beda karena Gus > Dur anggap kita semua saudara,” kata Rizal Ramli di Jakarta, ditulis > Rabu (4/9/2019). > > Ia pun mengambil analogi jika dalam satu keluarha, ada seorang anak > bilang mau ke luar rumah. Maka ada tiga pilihan, yang pertama ditangani > dengan kekerasan atau dipukuli. Kedua mengusir anak tersebut. Dan yang > ketiga, adalah instropeksi diri. > > “Bapak yang benar instropeksi. Mungkin saya kurang adil, kurang sayang. > Jadi kita duduk bareng, jangan main gebuk. Sama seperti Papua. Kalau > kita main gebuk sama saja membantu kampanye Papua merdeka,” tegas dia. > > Rizal pun menceritakan awal mula kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia > yang dimulai dari sekelompok kecil orang. Namun menjadi besar karena > Indonesia salah urus konflik. > > “Xanana (Gusmao, tokoh Fretilin Timor Leste) itu temen deket saya.. Saya > sempet tanya dulu bagaimana bikin gerakan politik, lalu sayap politik. > Ternyata modalnya kurang dari 100 orang,” cerita Menko Ekuin era > Presiden Gus Dur ini. > > Tapi karena aparat Indonesia main kekerasan kepada sipil, maka rakyat > Timor Timur, ketika itu, ikut gerakan politik dan bersenjata ini. > > Demikian juga di Aceh. Informasi yang dihimpun Rizal dari salah satu > Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mereka merintis gerakan politik > dan sayap militer hanya dengan 60 orang. > > Sama seperti cerita Timor Leste, karena aparat juga main kekerasan, > maka rakyat bergabung dan GAM makin berkuasa. Barulah setelah tsunami > pada 2004, barulah tercipta perdamaian di bumi Serambi Mekah. > > “Gerakan bersenjata harus ditangani dengan sepatutnya. Tapi jangan > represif ke sipil di mana saja di Indonesia termasuk Papua. Karena > kalau kita represif bantu kampanye gerakan tersebut,” tandas Gus Romli, > sapaan Rizal di kalangan Nahdliyin. > > Laporan: Muhammad Lutfi > > 3.: > > Sri Mulyani Akui Ekonomi RI Tidak Mencapai Target, Menkeu Era Soeharto > Prediksi Lebih Buruk > > By Irfan Murpratomo | > September 4, 2019 > > Fuad melanjutkan prediksi tersebut bisa lebih buruk, jika melihat dan > menghitung dampak yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan khususnya > pembakaran hutan yang saat ini marak di Indonesia. > > “Itupun tanpa mengukur dan mempertimbangkan kerusakan yang ditimbulkan > bisa mencapai dua persen dan tiga persen. Kerusakan yang saya maksud > adalah kerusakan kehutanan dan lain- lain,” tutur Fuad. > > Fuad meminta pemerintah sebaiknya tidak membantah dan melakukan > pembelaan terkait prediksi tersebut. Menurut Fuad ‘nyungsep’ ekonomi > sudah terlihat jelas. > > “Dari segi penerimiaan pajak termasuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai)itu > seret. Sehingga daya beli turun, jadi itu tidak usah dibantah lagi oleh > pemerintah,” tandas Politikus Partai Gerindra ini. > > Sri Mulyani Akui Pertumbuhan Ekonomi Tidak Sesuai Target > > Saat melakukan rapat paripurna di DPR beberapa waktu lalu, menteri > Keuangan Sri Mulyani menyebut perekonomian Indonesia kemungkinan hanya > tumbuh di kisaran 5,08 persen sampai akhir tahun 2019 ini. > > Menurut Sri Mulyani proyeksi ini jauh lebih rendah dari outlook semula > sebesar 5,2 persen dan asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja > Negara (APBN) 2019 yang 5,3 persen. > > “Total semester II, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,11 persen, yang kalau > dibulatkan satu digit sebesar 5,1 persen atau 5,08 persen itu adalah > forecasting (sampai akhir tahun),” ujar Sri Mulyani. > > Sri Mulyani menjelaskan proyeksi ini berasal dari realisasi pertumbuhan > ekonomi semester I 2019 sebesar 5,06 persen. Sementara pada semester II > 2019, ekonomi akan tumbuh mencapai 5,11 persen. > > “Outlook 5,2 persen masih kami taruh di sana, tapi internal kami lihat > 5,08 persen,” beber Sri Mulyani. > > RR Ramal Pertumbuhan Ekonomi Tidak Sesuai Target dan Nyungsep > > Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi RI di tahun 2019 ini > sedianya sudah diprediksi oleh Begawan Ekonomi Rizal Ramli. > > RR begitu ia disapa memprediksi ekonomi Indonesia bakal ‘nyungsep’ > tahun ini. Rizal memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 cuma > sebesar 4,5%. > > “Kami ingin mengatakan bahwa tahun ini ekonomi Indonesia akan makin > nyungsep, pertumbuhan ekonominya paling hanya 4,5%,” kata pria yang > akrab disapa RR di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. > > RR menambahkan artinya pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah > 5,2% di tahun ini menurut Rizal tak akan tercapai. > > “Pemerintah awal tahun mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal > 5,2% tapi data terakhir 5,0%. Dugaan kami anjlok terus jadi 4,5%. > Kemudian indikator makro menunjukkan kecenderungan makin merosot,” > jelas RR. > > Laporan: Muhammad Hafidh > > 4: > > Sri Mulyani, Indonesia Krisis! > > By Mahameru Alfaraby | > September 2, 2019 > > BUKAN Sri Mulyani kalau tak jago berkelit. Perempuan yang dua kali > didapuk menjadi Menteri Keuangan (era Presiden SBY dan Jokowi) ini > benar-benar ngeyel. Berkali-kali dia menyatakan ekonomi Indonesia > aman-aman saja, jauh dari terjangan krisis. Sri juga bolak-balik > mengklaim APBN dikelola dengan prudent alias hati-hati. Namun pada saat > yang sama, dia terus menumpuk utang berbunga tinggi dalam jumlah > superjumbo dengan segala konsekwensi dan risiko yang amat mengerikan. > > Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan total utang luar negeri (ULN) > Indonesia sampai akhir triwulan II 2019 tercatat US$391,8 miliar. > Dengan kurs BI hari ini, Senin (2/9) yang Rp14.190, utang tersebut > setara dengan Rp5.556 triliun. Angka ini tumbuh 10,1% ( year on > year/yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan periode yang > sama tahun sebelumnya yang 8,1%. > > Yang membuat tambah miris, utang-utang itu dibuat dengan bunga yang > dikerek tinggi-tinggi. Berikut contoh tujuh surat utang bertenor dua > tahun yang dia terbitkan. Yaitu, SBR006 (7,95%), ST004 (7,95%), SBR005 > (8,15%), ST003 (8,15%), ST002 (8,55%), SBR004 (8,55%), dan SBR003 > (8,55%). > > Padahal bila mengacu pada kurva yield untuk surat utang SBR003-006 > tenor 2 tahun untuk periode Mei 2018, Sept 2018, Januari 2019 dan April > 2019, Sri yang sangat disukai kreditor asing itu menawarkan bunga/kupon > 1%-1,9% lebih tinggi. Begitu juga untuk surat utang ST002-004 yang > seharusnya besar bunganya mengambang (floating). Bila mengikuti kurva > yield Juli 2019 di 6,2% terjadi kelebihan membayar bunga sebesar 1,7% > hingga 2,23%. > > Bahkan jika dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang rating-nya > lebih rendah ketimbang Indonesia, angka kelebihan bunga itu mencapai > 3%. Dengan peringkat yang lebih bagus, semestinya bunga utang yang kita > bayar lebih rendah daripada Vietnam dan Thailand. > > “Karena perilakunya yang terus-menerus menyenangkan kreditor walau > menyengsarakan rakyat, Sri lebih pas disebut sebagai Menkeu Terbalik, > bukan menkeu terbaik,” ujar ekonom senior Rizal Ramli. > > Rp317,7 triliun lebih mahal > > RR, begitu mantan anggota tim Panel Ahli Perserikatan Bangsa Bangsa > biasa disapa, memaparkan sebagai Menkeu SBY, 2006-2010, Sri menerbitkan > bond senilai Rp454,9 triliun. Rinciannya, Fixed Coupon Rp281,8 triliun, > Variable Coupon Rp25,6 triliun, Fixed Coupon (Islamic) Rp25,7 triliun, > dan Fixed Coupon (non tradable) Rp121,7 triliun. Dengan yield > kemahalan, beban yang harus ditanggung rakyat akibat ulah perempuan ini > mencapai Rp199,7 triliun. > > Sedangkan di era Jokowi (2016-2019), dia menerbitkan bond senilai > Rp790,7 triliun. Masing-masing Fixed Coupon sebesar Rp461 triliun, Zero > Coupon Rp49,1 triliun, Zero Coupon (Islamic) Rp22,1 triliun, Fixed > Coupon (Islamic) Rp240,9 triliun, Variabel Coupon (non tradeble) Rp10,7 > triliun dan Fixed Coupon (non tradeble) sebesar Rp7 triliun. Yield > kemahalan ini menambah beban rakyat dari yang semestinya sebesar Rp118 > triliun. Total kelebihan bayar bunga utang itu mencapai Rp317,7 triliun. > > Di tangan Sri yang pejuang neolib sejati, APBN dia susun untuk > menyubsidi investor pasar uang. Sementara rakyat yang telah bekerja > ekstra keras dipajaki habis-habisan. Sudah begitu pajak yang diperas > dari keringat rakyat, diutamakan alokasinya untuk membayar kupon surat > utang yang bunganya terlalu tinggi. > > Data yang ada menunjukkan, hingga Juni 2019 pembayaran bunga utang > mencapai Rp127,1 triliun. Angka ini naik 13% ketimbang periode yang > sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, subsidi untuk keperluan dasar rakyat > cuma kebagian Rp50,6 triliun atau turun 17%. Dengan angka-angka seperti > ini, Sri telah ibarat demang yang memeras rakyat demi menyenangkan > penjajah Belanda yang jadi majikan asingnya. > > Sikap inlander Sri yang creditors first membuat sebagian besar anggaran > APBN tersedot untuk membayar utang. APBN 2019 mengalokasikan pembayaran > pokok utang sebesar Rp400 triliun. Ditambah dengan pembayaran bunga > yang Rp249 triliun, maka total beban utang mencapai Rp649 trilliun. > Angka ini sekitar 150% anggaran infrastruktur maupun anggaran > pendidikan yang sekitar Rp400-an triliun. > > Makro-mikro merah > > Sri juga sering ngeles dengan mengatakan ekonomi kita aman-aman saja. > Pada saat yang sama fakta dan data menunjukkan terjadinya > deindustrialisasi yang dampak langsungnya adalah pemutusan hubungan > kerja. > > Sejumlah indikator makro dan mikro jelas-jelas menunjukkan ekonomi kita > sama sekali tidak aman-aman saja, sebagaimana yang sering diklaim Sri. > Defisit Neraca Pembayaran (Current Account Deficit/CAD) hingga triwulan > II-2019 menunjukkan angka US$8,4 miliar. Jumlah ini naik dibandingkan > triwulan pertama yang US$7 miliar. Artinya, hanya dalam tempo tiga > bulan, CAD membengkak US$1,4 miliar. > > Indikator merah lainnya, juga terjadi pada neraca perdagangan yang > defisit. Pada triwulan pertama 2019, defisitnya tercatat US$1,450 > miliar. Pada kwartal II, defisit naik menjadi US$1,870 miliar. > > Kinerja ekspor nonmigas juga melorot seiring perekonomian dunia yang > melambat dan harga komoditas ekspor Indonesia yang turun. Ekspor > nonmigas tercatat US$37,2 miliar, turun dibandingkan triwulan > sebelumnya sebesar US$38,2 miliar. Defisit neraca perdagangan migas > juga meningkat menjadi US$3,2 miliar. Padahal, pada triwulan sebelumnya > defisit itu masih U$ 2,2 miliar. > > Salah satu parameter sukses-tidaknya Menkeu adalah rasio pajak alias > tax ratio. Ternyata, tax ratio juga terus terjun. Pada 2010, rasio > pajak tercatat 9,82%. Sampai 2018, angkanya melorot menjadi 8,85%. > Kalau dihitung termasuk pendapatan bea cukai dan royalti Migas-tambang, > angkanya bergerak dari 14,66% pada 2011 menjadi 11,45% di 2018. > > Perlambatan penerimaan perpajakan ini membuat Sri uring-uringan. > Pasalnya, kontribusi pajak terhadap penerimaan negara mencapai hampir > 80%. Sampai akhir Juli 2019, pajak yang masuk Rp810,7 triliun atau > 45,4% dari target APBN. > > Terus terjunnya penerimaan pajak inilah yang membuat Sri kalap dan > kalang-kabut. Maka, dia pun memajaki pempek palembang, pecel lele, > gado-gado, dan UMKM. Padahal, sebelumnya UMKM sudah kena pajak final > 0,5% dari omset, tidak peduli usaha rakyat kecil ini menangguk laba > atau diterjang rugi. > > Tetap jumawa > > Kendati sudah babak-belur dihajar angka-angka rapor yang merah, toh > perempuan itu tetap saja berkoar Indonesia masih jauh dari krisis. > Tidak tanggung-tanggung, sikap jumawa ini dia sampaikan saat rapat > kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (29/8). Saat itu Sri menegaskan > kendati Indonesia harus waspada, itu tidak berarti bahwa krisis sudah > di ambang pintu. > > Padahal, tiga hari sebelumnya saat menggelar konferensi pers APBN Kita, > Senin (26/8/2019), dia mengakui bahwa ekonomi dunia telah melemah dan > risikonya bakal makin meningkat. Kondisi ini terkonfirmasi dalam > statement atau indikator sesudah eskalasi pada Juli Agustus. Pengakuan > Menteri Sri ini adalah kali kedua dalam bulan ini. > > Menurut dia, perlambatan ekonomi dunia ditandai dengan bertaburnya data > ekonomi di berbagai negara terus membuat cemberut. Jerman, Singapura, > negara-negara Amerika Latin seperti Argentina, Meksiko, Brasil dalam > situasi sulit. Eropa dan China pun mengalami hal sama. Bahkan kawasan > Asia, termasuk India, yang jadi lokomotif penghela ekonomi di pasar > berkembang juga melemah. > > Tapi dasar kopeg, babak-belurnya perekonomian dunia justru membuatnya > bertepuk dada. Katanya, di tengah perekonomian dunia yang lesu, > Indonesia masih bisa tumbuh 5%. Kalau saja dia mau sedikit humble, > tentu pernyataan seperti itu tak bakalan keluar dari mulutnya. Terlebih > lagi dengan potensi yang ada dan menanggalkan kebijakan ekonomi non > neolib, seharusnya Indonesia bisa terbang di 6,5-7%. Setidaknya, > begitulah jualan Jokowi waktu maju di ajang Pilpres 2014. > > Sebelumnya, Rizal Ramli berkali-kali memperingatkan ekonomi kita jauh > dari baik-baik saja. Berdasarkan rentetan indikator yang memburuk, dia > menyebut Indonesia tengah mengalami the creeping crisis, krisis yang > merangkak. Seabrek indikator makro dan mikro yang disorongkannya memang > dengan fasih bercerita ekonomi Indonesia terseok-seok, kalau tidak mau > disebut amburadul. > > Tutupnya sejumlah gerai penyandang nama besar, adalah bukti melemahnya > kinerja sektor ritel yang diperkirakan masih akan berlanjut. Daya beli > dan consumer goods juga masih akan turun. Pukulan telak dialami sektor > properti, kecuali untuk beberapa segmen. > > Indeks Nikkei menyebut sekitar seperempat perusahaan yang melantai di > BEI telah berubah jadi zombie company. Keuntungan yang mereka terima > tidak cukup untuk membayar utang. Perusahaan ini hanya bisa hidup > dengan refinancing terus menerus. Gejala gagal bayar utang alias > default juga melanda sejumlah perusahaan besar. > > Seperti tidak cukup, McKinsey & Company menyebut 25% utang valas jangka > panjang swasta kita memiliki rasio penutupan bunga (interest coverage > ratio/ICR) kurang dari 1,5 kali. Artinya, perseroan menggunakan > mayoritas labanya untuk membayar utang. Jelas rawan. > > Jadi, Sri, ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Data dan fakta > seperti apalagi yang bisa membuka mata-hatimu? > > Oleh Edy Mulyadi, wartawan senior > > >