Bung bisa menjelaskan motivasi kata-kata bung itu?



20:13:52 +0000 (UTC) schrieb BILLY GUNADIE <billyguna...@rogers.com>:

> Apakah tidak bisa liat kenyataan..bahwa Papua itu keturunan Afrika
> yang Di eksploitasi Oleh pejabat korup Jakarta?
> 
> 
> Sent from Yahoo Mail on Android 
>  
>   On Thu., Sep. 5, 2019 at 6:42 a.m., Lusi D.<lus...@rantar.de>
> wrote:   Berikut sekedar berita tentang perkembangan ekonomi
> terakhir. Selamat membaca. Lusi.-
> 
> 
> 1.:
> 
> Rizal Ramli: Aceh Tidak Bisa Jadi Contoh yang Baik
> 
> By
> Muhajir -
> 04/09/2019
> 
> ACEHTREND.COM, Jakarta- Pakar Ekonomi Rizal Ramli mengatakan
> penyelesaian persoalan Papua dan Papua Barat tidak bisa secara
> simbolik. Otonomi khusus di sana tidak efektif, karena membuka peluang
> korupsi.
> 
> Hal ini disampaikan oleh Rizal Ramli dalam acara Indonesa Lawyers Club
> (ILC) bertema Papua: Mencari Jalan Terbaik di tvOne, Selasa
> (3/9/2019).
> 
> Perihal tidak efektifnya pelaksanaan otonomi khusus, Rizal Ramli
> merujuk kepada Aceh, yang menurutnya tidak bisa menjadi bukti
> kesuksesan pelaksanaan otonomi khusus. Di Aceh, menurut Rizal Ramli,
> pelaksanaan otsus tidak sesuai harapan.
> 
> Sebagai propinsi yang mendapatkan mandat menjalankan otonomi khusus
> serta mendapatkan uang yang tidak sedikit, Aceh tidak kunjung keluar
> dari problem klasiknya yaitu kemiskinan. Saat ini Aceh menjadi daerah
> termiskin di Sumatera. Dengan angka pengangguran tertinggi. Menurut
> Rizal, dana otsus untuk Aceh dikorupsi oleh elit Aceh.
> 
> Rizal, pada kesempatan itu mengatakan, bila ingin menyelesaikan
> persoalan Papua, maka Pemerintah perlu menjadikan negara bagian
> Alaska, Amerika Serikat, sebagai contoh. Di sana, Pemerintah Alaska
> memberikan uang tunai setiap bulan untuk warga asli. Meski kemudian
> warga tersebut tetap bertahan dengan profesi sebagai nelayan, tapi
> mereka punya uang untuk hidup sejahtera.
> 
> “Beri warga Papua satu juta per orang setiap bulan. Jadi kalau ada
> empat orang dalam satu keluarga, beri mereka empat juta. Pemerintah
> bisa meminta BRI untuk menyediakan ATM buat mereka. Transfer langsung
> ke warga. Tapi berikan pada mama-mama, sebab jika diberikan pada
> laki-laki, itu akan habis dibuat untuk mabuk,” ujar Rizal Ramli.
> 
> Sumber: ILC
> 
> 
> 
> 
> 2.:
> 
> Rizal Ramli Ungkap Salah Penanganan Aceh dan Timor Timur, Jangan
> Ulangi di Papua! 
> 
> By Mahameru Alfaraby | 
> September 4, 2019 
> 
> 
> KedaiPena.Com – Tokoh Nasional Rizal Ramli kembali menegaskan tidak
> boleh menggunakan pendekatan kekerasan dalam menangani masalah Papua.
> 
> Ia pun meminta Pemerintahan Jokowi meniru langkah pendahulunya
> Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menganggap Papua sebagai saudara.
> 
> “Saya ini menteri kabinet Gus Dur. Pendekatan Gus Dur beda karena Gus
> Dur anggap kita semua saudara,” kata Rizal Ramli di Jakarta, ditulis
> Rabu (4/9/2019).
> 
> Ia pun mengambil analogi jika dalam satu keluarha, ada seorang anak
> bilang mau ke luar rumah. Maka ada tiga pilihan, yang pertama
> ditangani dengan kekerasan atau dipukuli. Kedua mengusir anak
> tersebut. Dan yang ketiga, adalah instropeksi diri.
> 
> “Bapak yang benar instropeksi. Mungkin saya kurang adil, kurang
> sayang. Jadi kita duduk bareng, jangan main gebuk. Sama seperti
> Papua. Kalau kita main gebuk sama saja membantu kampanye Papua
> merdeka,” tegas dia.
> 
> Rizal pun menceritakan awal mula kemerdekaan Timor Leste dari
> Indonesia yang dimulai dari sekelompok kecil orang. Namun menjadi
> besar karena Indonesia salah urus konflik.
> 
> “Xanana (Gusmao, tokoh Fretilin Timor Leste) itu temen deket saya..
> Saya sempet tanya dulu bagaimana bikin gerakan politik, lalu sayap
> politik. Ternyata modalnya kurang dari 100 orang,” cerita Menko Ekuin
> era Presiden Gus Dur ini.
> 
> Tapi karena aparat Indonesia main kekerasan kepada sipil, maka rakyat
> Timor Timur, ketika itu, ikut gerakan politik dan bersenjata ini.
> 
> Demikian juga di Aceh. Informasi yang dihimpun Rizal dari salah satu
> Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mereka merintis gerakan politik
> dan sayap militer hanya dengan 60 orang.
> 
> Sama seperti cerita Timor Leste, karena aparat juga main kekerasan,
> maka rakyat bergabung dan GAM makin berkuasa. Barulah setelah tsunami
> pada 2004, barulah tercipta perdamaian di bumi Serambi Mekah.
> 
> “Gerakan bersenjata harus ditangani dengan sepatutnya. Tapi jangan
> represif ke sipil di mana saja di Indonesia termasuk Papua. Karena
> kalau kita represif bantu kampanye gerakan tersebut,” tandas Gus
> Romli, sapaan Rizal di kalangan Nahdliyin.
> 
> Laporan: Muhammad Lutfi
> 
> 
> 
> 
> 3.:
> 
> Sri Mulyani Akui Ekonomi RI Tidak Mencapai Target, Menkeu Era Soeharto
> Prediksi Lebih Buruk
> 
> By Irfan Murpratomo | 
> September 4, 2019 
> 
> Fuad melanjutkan prediksi tersebut bisa lebih buruk, jika melihat dan
> menghitung dampak yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan khususnya
> pembakaran hutan yang saat ini marak di Indonesia.
> 
> “Itupun tanpa mengukur dan mempertimbangkan kerusakan yang ditimbulkan
> bisa mencapai dua persen dan tiga persen. Kerusakan yang saya maksud
> adalah kerusakan kehutanan dan lain- lain,” tutur Fuad.
> 
> Fuad meminta pemerintah sebaiknya tidak membantah dan melakukan
> pembelaan terkait prediksi tersebut. Menurut Fuad ‘nyungsep’ ekonomi
> sudah terlihat jelas.
> 
> “Dari segi penerimiaan pajak termasuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai)itu
> seret. Sehingga daya beli turun, jadi itu tidak usah dibantah lagi
> oleh pemerintah,” tandas Politikus Partai Gerindra ini.
> 
> Sri Mulyani Akui Pertumbuhan Ekonomi Tidak Sesuai Target
> 
> Saat melakukan rapat paripurna di DPR beberapa waktu lalu, menteri
> Keuangan Sri Mulyani menyebut perekonomian Indonesia kemungkinan hanya
> tumbuh di kisaran 5,08 persen sampai akhir tahun 2019 ini.
> 
> Menurut Sri Mulyani proyeksi ini jauh lebih rendah dari outlook semula
> sebesar 5,2 persen dan asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja
> Negara (APBN) 2019 yang 5,3 persen.
> 
> “Total semester II, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,11 persen, yang
> kalau dibulatkan satu digit sebesar 5,1 persen atau 5,08 persen itu
> adalah forecasting (sampai akhir tahun),” ujar Sri Mulyani.
> 
> Sri Mulyani menjelaskan proyeksi ini berasal dari realisasi
> pertumbuhan ekonomi semester I 2019 sebesar 5,06 persen. Sementara
> pada semester II 2019, ekonomi akan tumbuh mencapai 5,11 persen.
> 
> “Outlook 5,2 persen masih kami taruh di sana, tapi internal kami lihat
> 5,08 persen,” beber Sri Mulyani.
> 
> RR Ramal Pertumbuhan Ekonomi Tidak Sesuai Target dan Nyungsep
> 
> Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi RI di tahun 2019 ini
> sedianya sudah diprediksi oleh Begawan Ekonomi Rizal Ramli.
> 
> RR begitu ia disapa memprediksi ekonomi Indonesia bakal ‘nyungsep’
> tahun ini. Rizal memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 cuma
> sebesar 4,5%.
> 
> “Kami ingin mengatakan bahwa tahun ini ekonomi Indonesia akan makin
> nyungsep, pertumbuhan ekonominya paling hanya 4,5%,” kata pria yang
> akrab disapa RR di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, beberapa waktu
> lalu.
> 
> RR menambahkan artinya pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah
> 5,2% di tahun ini menurut Rizal tak akan tercapai.
> 
> “Pemerintah awal tahun mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal
> 5,2% tapi data terakhir 5,0%. Dugaan kami anjlok terus jadi 4,5%.
> Kemudian indikator makro menunjukkan kecenderungan makin merosot,”
> jelas RR.
> 
> Laporan: Muhammad Hafidh
> 
> 
> 
> 
> 4:
> 
> 
> Sri Mulyani, Indonesia Krisis!
> 
> By Mahameru Alfaraby | 
> September 2, 2019 
> 
> BUKAN Sri Mulyani kalau tak jago berkelit. Perempuan yang dua kali
> didapuk menjadi Menteri Keuangan (era Presiden SBY dan Jokowi) ini
> benar-benar ngeyel. Berkali-kali dia menyatakan ekonomi Indonesia
> aman-aman saja, jauh dari terjangan krisis. Sri juga bolak-balik
> mengklaim APBN dikelola dengan prudent alias hati-hati. Namun pada
> saat yang sama, dia terus menumpuk utang berbunga tinggi dalam jumlah
> superjumbo dengan segala konsekwensi dan risiko yang amat mengerikan.
> 
> Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan total utang luar negeri (ULN)
> Indonesia sampai akhir triwulan II 2019 tercatat US$391,8 miliar.
> Dengan kurs BI hari ini, Senin (2/9) yang Rp14.190, utang tersebut
> setara dengan Rp5.556 triliun. Angka ini tumbuh 10,1% ( year on
> year/yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan periode yang
> sama tahun sebelumnya yang 8,1%.
> 
> Yang membuat tambah miris, utang-utang itu dibuat dengan bunga yang
> dikerek tinggi-tinggi. Berikut contoh tujuh surat utang bertenor dua
> tahun yang dia terbitkan. Yaitu, SBR006 (7,95%), ST004 (7,95%), SBR005
> (8,15%), ST003 (8,15%), ST002 (8,55%), SBR004 (8,55%), dan SBR003
> (8,55%).
> 
> Padahal bila mengacu pada kurva yield untuk surat utang SBR003-006
> tenor 2 tahun untuk periode Mei 2018, Sept 2018, Januari 2019 dan
> April 2019, Sri yang sangat disukai kreditor asing itu menawarkan
> bunga/kupon 1%-1,9% lebih tinggi. Begitu juga untuk surat utang
> ST002-004 yang seharusnya besar bunganya mengambang (floating). Bila
> mengikuti kurva yield Juli 2019 di 6,2% terjadi kelebihan membayar
> bunga sebesar 1,7% hingga 2,23%.
> 
> Bahkan jika dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang rating-nya
> lebih rendah ketimbang Indonesia, angka kelebihan bunga itu mencapai
> 3%. Dengan peringkat yang lebih bagus, semestinya bunga utang yang
> kita bayar lebih rendah daripada Vietnam dan Thailand.
> 
> “Karena perilakunya yang terus-menerus menyenangkan kreditor walau
> menyengsarakan rakyat, Sri lebih pas disebut sebagai Menkeu Terbalik,
> bukan menkeu terbaik,” ujar ekonom senior Rizal Ramli.
> 
> Rp317,7 triliun lebih mahal
> 
> RR, begitu mantan anggota tim Panel Ahli Perserikatan Bangsa Bangsa
> biasa disapa, memaparkan sebagai Menkeu SBY, 2006-2010, Sri
> menerbitkan bond senilai Rp454,9 triliun. Rinciannya, Fixed Coupon
> Rp281,8 triliun, Variable Coupon Rp25,6 triliun, Fixed Coupon
> (Islamic) Rp25,7 triliun, dan Fixed Coupon (non tradable) Rp121,7
> triliun. Dengan yield kemahalan, beban yang harus ditanggung rakyat
> akibat ulah perempuan ini mencapai Rp199,7 triliun.
> 
> Sedangkan di era Jokowi (2016-2019), dia menerbitkan bond senilai
> Rp790,7 triliun. Masing-masing Fixed Coupon sebesar Rp461 triliun,
> Zero Coupon Rp49,1 triliun, Zero Coupon (Islamic) Rp22,1 triliun,
> Fixed Coupon (Islamic) Rp240,9 triliun, Variabel Coupon (non
> tradeble) Rp10,7 triliun dan Fixed Coupon (non tradeble) sebesar Rp7
> triliun. Yield kemahalan ini menambah beban rakyat dari yang
> semestinya sebesar Rp118 triliun. Total kelebihan bayar bunga utang
> itu mencapai Rp317,7 triliun.
> 
> Di tangan Sri yang pejuang neolib sejati, APBN dia susun untuk
> menyubsidi investor pasar uang. Sementara rakyat yang telah bekerja
> ekstra keras dipajaki habis-habisan. Sudah begitu pajak yang diperas
> dari keringat rakyat, diutamakan alokasinya untuk membayar kupon surat
> utang yang bunganya terlalu tinggi.
> 
> Data yang ada menunjukkan, hingga Juni 2019 pembayaran bunga utang
> mencapai Rp127,1 triliun. Angka ini naik 13% ketimbang periode yang
> sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, subsidi untuk keperluan dasar
> rakyat cuma kebagian Rp50,6 triliun atau turun 17%. Dengan
> angka-angka seperti ini, Sri telah ibarat demang yang memeras rakyat
> demi menyenangkan penjajah Belanda yang jadi majikan asingnya.
> 
> Sikap inlander Sri yang creditors first membuat sebagian besar
> anggaran APBN tersedot untuk membayar utang. APBN 2019 mengalokasikan
> pembayaran pokok utang sebesar Rp400 triliun. Ditambah dengan
> pembayaran bunga yang Rp249 triliun, maka total beban utang mencapai
> Rp649 trilliun. Angka ini sekitar 150% anggaran infrastruktur maupun
> anggaran pendidikan yang sekitar Rp400-an triliun.
> 
> Makro-mikro merah
> 
> Sri juga sering ngeles dengan mengatakan ekonomi kita aman-aman saja.
> Pada saat yang sama fakta dan data menunjukkan terjadinya
> deindustrialisasi yang dampak langsungnya adalah pemutusan hubungan
> kerja.
> 
> Sejumlah indikator makro dan mikro jelas-jelas menunjukkan ekonomi
> kita sama sekali tidak aman-aman saja, sebagaimana yang sering
> diklaim Sri. Defisit Neraca Pembayaran (Current Account Deficit/CAD)
> hingga triwulan II-2019 menunjukkan angka US$8,4 miliar. Jumlah ini
> naik dibandingkan triwulan pertama yang US$7 miliar. Artinya, hanya
> dalam tempo tiga bulan, CAD membengkak US$1,4 miliar.
> 
> Indikator merah lainnya, juga terjadi pada neraca perdagangan yang
> defisit. Pada triwulan pertama 2019, defisitnya tercatat US$1,450
> miliar. Pada kwartal II, defisit naik menjadi US$1,870 miliar.
> 
> Kinerja ekspor nonmigas juga melorot seiring perekonomian dunia yang
> melambat dan harga komoditas ekspor Indonesia yang turun. Ekspor
> nonmigas tercatat US$37,2 miliar, turun dibandingkan triwulan
> sebelumnya sebesar US$38,2 miliar. Defisit neraca perdagangan migas
> juga meningkat menjadi US$3,2 miliar. Padahal, pada triwulan
> sebelumnya defisit itu masih U$ 2,2 miliar.
> 
> Salah satu parameter sukses-tidaknya Menkeu adalah rasio pajak alias
> tax ratio. Ternyata, tax ratio juga terus terjun. Pada 2010, rasio
> pajak tercatat 9,82%. Sampai 2018, angkanya melorot menjadi 8,85%.
> Kalau dihitung termasuk pendapatan bea cukai dan royalti
> Migas-tambang, angkanya bergerak dari 14,66% pada 2011 menjadi 11,45%
> di 2018.
> 
> Perlambatan penerimaan perpajakan ini membuat Sri uring-uringan.
> Pasalnya, kontribusi pajak terhadap penerimaan negara mencapai hampir
> 80%. Sampai akhir Juli 2019, pajak yang masuk Rp810,7 triliun atau
> 45,4% dari target APBN.
> 
> Terus terjunnya penerimaan pajak inilah yang membuat Sri kalap dan
> kalang-kabut. Maka, dia pun memajaki pempek palembang, pecel lele,
> gado-gado, dan UMKM. Padahal, sebelumnya UMKM sudah kena pajak final
> 0,5% dari omset, tidak peduli usaha rakyat kecil ini menangguk laba
> atau diterjang rugi.
> 
> Tetap jumawa
> 
> Kendati sudah babak-belur dihajar angka-angka rapor yang merah, toh
> perempuan itu tetap saja berkoar Indonesia masih jauh dari krisis.
> Tidak tanggung-tanggung, sikap jumawa ini dia sampaikan saat rapat
> kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (29/8). Saat itu Sri menegaskan
> kendati Indonesia harus waspada, itu tidak berarti bahwa krisis sudah
> di ambang pintu.
> 
> Padahal, tiga hari sebelumnya saat menggelar konferensi pers APBN
> Kita, Senin (26/8/2019), dia mengakui bahwa ekonomi dunia telah
> melemah dan risikonya bakal makin meningkat. Kondisi ini
> terkonfirmasi dalam statement atau indikator sesudah eskalasi pada
> Juli Agustus. Pengakuan Menteri Sri ini adalah kali kedua dalam bulan
> ini.
> 
> Menurut dia, perlambatan ekonomi dunia ditandai dengan bertaburnya
> data ekonomi di berbagai negara terus membuat cemberut. Jerman,
> Singapura, negara-negara Amerika Latin seperti Argentina, Meksiko,
> Brasil dalam situasi sulit. Eropa dan China pun mengalami hal sama.
> Bahkan kawasan Asia, termasuk India, yang jadi lokomotif penghela
> ekonomi di pasar berkembang juga melemah.
> 
> Tapi dasar kopeg, babak-belurnya perekonomian dunia justru membuatnya
> bertepuk dada. Katanya, di tengah perekonomian dunia yang lesu,
> Indonesia masih bisa tumbuh 5%. Kalau saja dia mau sedikit humble,
> tentu pernyataan seperti itu tak bakalan keluar dari mulutnya.
> Terlebih lagi dengan potensi yang ada dan menanggalkan kebijakan
> ekonomi non neolib, seharusnya Indonesia bisa terbang di 6,5-7%.
> Setidaknya, begitulah jualan Jokowi waktu maju di ajang Pilpres 2014.
> 
> Sebelumnya, Rizal Ramli berkali-kali memperingatkan ekonomi kita jauh
> dari baik-baik saja. Berdasarkan rentetan indikator yang memburuk, dia
> menyebut Indonesia tengah mengalami the creeping crisis, krisis yang
> merangkak. Seabrek indikator makro dan mikro yang disorongkannya
> memang dengan fasih bercerita ekonomi Indonesia terseok-seok, kalau
> tidak mau disebut amburadul.
> 
> Tutupnya sejumlah gerai penyandang nama besar, adalah bukti melemahnya
> kinerja sektor ritel yang diperkirakan masih akan berlanjut. Daya beli
> dan consumer goods juga masih akan turun. Pukulan telak dialami sektor
> properti, kecuali untuk beberapa segmen.
> 
> Indeks Nikkei menyebut sekitar seperempat perusahaan yang melantai di
> BEI telah berubah jadi zombie company. Keuntungan yang mereka terima
> tidak cukup untuk membayar utang. Perusahaan ini hanya bisa hidup
> dengan refinancing terus menerus. Gejala gagal bayar utang alias
> default juga melanda sejumlah perusahaan besar.
> 
> Seperti tidak cukup, McKinsey & Company menyebut 25% utang valas
> jangka panjang swasta kita memiliki rasio penutupan bunga (interest
> coverage ratio/ICR) kurang dari 1,5 kali. Artinya, perseroan
> menggunakan mayoritas labanya untuk membayar utang. Jelas rawan.
> 
> Jadi, Sri, ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Data dan fakta
> seperti apalagi yang bisa membuka mata-hatimu?
> 
> Oleh Edy Mulyadi, wartawan senior
> 
> 
> 
>   

Kirim email ke