Setelah saya lihat resumenya agus budiyono ini jadi bertanya2.

Dia lulus S1 dari ITB, ambil master di MIT lalu DR nya dari ITB lagi koq.

Kenapa dia gede2in MIT nya ya?

 

Dari resumenya itu kelihatan dia kerja di kota kecil Columbus, IN yg cari 
makanan asia/cina saja susah, lalu balik lagi ke boston kerja di Woburn utara 
boston. Terus pulang Indonesia sekolah lagi kali di ITB dapet doctornya 2007. 
Lalu ngajar di Kon kuk Univ di seoul 7 tahun. Lucunya ditulis foreign professor 
hehehehe. Gaji di kon kuk pasti kecil, makanya dia pindah ngajar di RMIT tetapi 
hanya ngajar 1 tahun 2 bulan. Seterusnya sudah usahlah diterusin hehehehe.

 

Lalu diartikel ini ada 1 hal yg menarik: “Selama kuliah disana dan disambung 
bekerja di salah satu start-ups spin-off dari MIT”.

Apa ya yg dimaksud spin off dari MIT ini? MIT itu bukan perusahaan. MIT itu 
Lembaga Pendidikan. Gimana bisa di spin off? Spin off itu adalah perusahaan 
dibentuk krn pecah dari perusahaan induk. Lucu aja bagi saya. 

 

Lalu lucunya saya ditambah: dia bilang dia kerja diperusahaan start up itu. 
Dimana? Berdasarkan resumenya habis lulus MIT, dia kerja di Columbus, Indiana. 
Apakah start up perusahaan ini letaknya di Columbus, Indiana ini? Jelas bukan 
krn dia kerja sbg control engineer di perusahaan dicolumbus Indiana ini adalah: 
Cummins Engine Company yg adalah perusahaan yg sudah lama ada di USA masuk 
fortune 500.

 

Gak ada yg perlu dihebat2kan orang ini bagi saya dari baca resumenya loh.

 

Nesare

 

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> 
Sent: Saturday, October 5, 2019 4:38 AM
To: b...@yahoo.com [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>
Subject: Re: [GELORA45] Re: Transformasi Ekonomi

 

  

Bung Yo,

Saya tadinya tidak tahu siapa itu Prof. Agus Budiyono. Lihat di Google, 
ternyata wong Solo, seperti Jokowi, lahir 1969

Rupanya sama2 wong Solo, tidak banyak beda umur, mungkin sudah saling kenal ?

Ini dari Google :

https://prabook.com/web/agus.budiyono/545372 

http://www.laduni.id/post/read/50861/prof-agus-budiyono-mematahkan-mitos-nem-ipk-dan-rangking

Bung Yo,

Yang meneruskan tulisan Prof. Agus Budiyono ini dalah Dr. Boenjamin Setiawan. 
Perkiraan saya sepertinya dia secara tidak

langsung kok mengagumi cara pengorganisasian start-up oleh MIT sehingga 
lulusannya sangat berhasil?

Mungkinkah karena dia juga seorang start-up di bidang perusahaan farmasi, yang 
mulai buat obat2 di garasi mobil?

Saya pikir cara MIT ini patut ditiru oleh universitas2 untuk menembangkan 
start-up di Indonesia secara cepat.

Bung Jo sayang tidak jumpa dengan Dr. Boen di reunie ITB di Xiamen. Dia dan 
teman2nya satu grup terlambat mendaftarkan diri

ikut reunie. Sudah ditutup dan panitianya sudah tidak sanggup mengurus untuk 
dapat kamar hotel lebih banyak dan akomodasi

lain, sehingga mereka tidak bisa ikut.

Kebetulan teman saya, adik perempuannya menikah dengan satu saudara dari Dr.. 
Boen, jadi saya dapat sedikit cerita2nya ttg. dia.

Kalau nichtnya dulu dengan suaminya pernah vakantie bareng dengan kami. Tetapi 
saya belum pernah ketemu Boen pribadi.

Dia sekarang sedang memprodusir obat secara bio-technologie.

https://id.wikipedia.org/wiki/Boenjamin_Setiawan  

Salam,

KH

 

 

Pada tanggal Sab, 5 Okt 2019 pukul 08.43 b...@yahoo.com <mailto:b...@yahoo.com> 
 [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> > 
menulis:

  

Bung Djie, tulisan bagus dari Agus Budiyono (yg kredibel sebagai alumni dari 
MIT) dan saya sependapat dgn dia dimana Jokowi adalah pemimpin yg baik  sampai 
sekarang ini dan Sri Mulyani yg berkualitas dibidangnya utk kemajuan Indonesia. 
Kalau Rocky Gerung cuma ber-gerung2 tetapi akademisi yg isinya kosong-melompong.

 

Salam,

BH Jo



---In GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> , <djiekh@.... 
<mailto:djiekh@...> > wrote :

INI CERITA PANJANG TAPI SANGAT PENTING DEMI ANAK CUCU KITA. SISIHJAN WAKTU DAN 
BACA DENGAN SEKSAMA:

> 

> Teman teman ini ada analisis seorang prof  Indonesia yang sangat objektif 
> tentang Pemerintahan Indonesia.

> 

> Mohon maaf sebanyak banyaknya kalau ada yang kurang berkenan, harapanku 
> tulisan ini dapat menjadi insight kita semua, kenapa banyak negara Asing 
> tidak bahagia dengan apa yang terjadi di Indonesia .

> 

> KOLOM: TRANSFORMASI EKONOMI JOKOWI: DARI ERA DUM-DUMAN MENUJU KEMAKMURAN 
> BERKELANJUTAN

> 

> by Professor Agus Budiyono

> Alumni Department of Aeronautics & Astronautics, MIT & ITB

> 

> Saya sering merujuk almamater saya, Massachusetts Institute of Technology, 
> dalam banyak tulisan saya. Bukan untuk bangga-banggaan. Memang kenyataannya 
> begitu banyak mendatangkan inspirasi. Apalagi kok saya, praktis semua film 
> director Hollywood akan merujuk nama MIT untuk menggambarkan suatu fenomena 
> yang world class, fantastic, out of the box and ordinary dan mungkin sekalian 
> other worldly. Yang layak untuk dijadikan sentuhan plot atau mendukung 
> cerita. Pendeknya yang film-worthy. Ada begitu banyak prestasi dari the Mecca 
> of Innovation ini. Ini mencakup pencapaian dalam bidang sains dan teknologi, 
> kreatifitas maupun finansial. Dalam konteks ini, tidak bisa disangkal bahwa 
> MIT adalah Entrepreneurial University nomor wahid dunia. Sebuah institusi 
> pendidikan tinggi yang tidak hanya berhenti mengajarkan ilmu-ilmu dasar dan 
> terapan tapi sekaligus menyediakan lingkungan yang fertile untuk menumbuhkan 
> kegiatan ekonomi berbasis inovasi. All the way dari mengajarkan masalah 
> mencari inverse matriks, solusi persamaan Diophantine sampai strategi 
> mendirikan start-ups.

> 

> Selama kuliah disana dan disambung bekerja di salah satu start-ups spin-off 
> dari MIT, saya bisa secara langsung merasakan bagaimana bila sumberdaya itu 
> benar-benar dikelola dengan baik maka akan menghasilkan banyak kemaslahatan. 
> Mendatangkan kemakmuran. Dengan baik di sini saya maksudkan dengan transparan 
> dan mengikuti kaidah-kaidah bisnis. Yang meritokratik. Bukan yang berbasis 
> pada cara potong kompas, maen kayu, kong kalikong, akal-akalan ataupun 
> mafia-mafiaan. Sehingga kalo suatu aktifitas start-ups membesar juga akan 
> bisa ditarik pelajarannya, bisa memberikan inspirasi ke pemain lain yang 
> tidak atau belum berpengalaman. Bisa diajarkan sebagai business case di 
> sekolah-sekolah managemen karena sifatnya berupa penerapan bidang keilmuan 
> yang aplikasinya reproducible. Karena sifatnya juga mengikuti kaidah bisnis 
> yang berlaku generik, maka bisa juga keberhasilannya dicopy and paste ke 
> domain yang berbeda atau regional yang lain.

> 

> +++

> 

> Dengan rumus seperti di atas, alumni MIT secara keseluruhan telah 
> menghasilkan lebih dari 31 ribu start-ups. Revenue yang dihasilkan secara 
> kumulatif setara dengan ekonomi no 10 dunia. Sebagai gambaran saat ini 
> Indonesia berada para no 15 atau 16 dunia. Bisa lah kiranya dibayangkan 
> impact dari aktifitas start-ups alumni MIT itu. Case-casenya banyak menjadi 
> rujukan sekolah-sekolah bisnis di seluruh dunia. Selama hampir sepuluh tahun 
> keberadaan saya di lingkungan MIT, saya tentunya selalu memimpikan kondisi 
> iklim bisnis di tanah air bisa seperti itu. Dengan sumber daya alam yang 
> melimpah ruah dan juga kualitas SDM yang bersaing secara internasional (yang 
> cukup canggih sehingga pesawat terbang buatan bangsa Indonesia dihormati di 
> MIT), mengapa ekonomi kita tidak maju-maju dan rakyat kita tidak 
> makmur-makmur?

> 

> Kami tinggal hampir 8 tahun di Korea. Tiap akhir minggu anak-anak saya selalu 
> saya ajak ke resto seafood favorit mereka dimana mereka bisa makan ikan segar 
> (salmon, tuna, makarel, …) sepuasnya, unlimited. Saya bertanya: mengapa warga 
> negara rata-rata Korea (yang tidak seberapa kaya), negara sebesar Jawa Barat 
> dengan wilayah laut terbatas, bisa membeli dan makan sashimi (salmon, tuna, 
> dsb) segar secara murah? Sementara kita warga negara sebuah kepulauan 
> terbesar dunia dengan 17 ribu pulau dan wilayah 20 kali lipat Korea, tidak 
> bisa menikmati hasil lautnya sendiri. Dengan ilmu terang MIT di atas tadi, 
> seharusnya tiap warga negara Indonesia dari Sabang, Sumatera, Jawa, 
> Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Solor, 
> Alor, Wetar, Timor, Roti, Sawu dan pulau-pulau lainnya sepantasnya bisa makan 
> ikan segar atau masak setiap hari. Seharusnya bisa terhidang tuna, cakalang, 
> tongkol, kakap, makarel, baronang, tenggiri,… di meja makan keluarga 
> rata-rata Indonesia. Setiap hari. Sehingga anak-anak Indonesia juga bisa 
> mempunyai asupan Omega 3 dan omega 6 dan nutrisi sehat lainnya yang membuat 
> mereka bisa cerdas dan mampu bersaing.

> 

> Kemanakah ikan-ikan kita? Bagaimana kok sampai terjadi fenomena sebagaian 
> warga negara kita seperti kelaparan di lumbung beras? Bagaimana ceritanya kok 
> kita sebagai pusatnya penghasil tuna, tongkol, dan ikan besar lainnya kita 
> malah hanya kebagian bothok teri?

> 

> +++

> 

> Seseorang tidak perlu sekolah jauh-jauh ke MIT untuk tahu bahwa ada mafia 
> yang menguasai dunia perikanan kita selama lebih dari setengah abad. Dan 
> bukan hanya perikanan tapi hal yang sama terjadi juga di minyak dan 
> pertambangan, infrastruktur dan sektor-sektor basah lainnya. It has been well 
> known for so many many years. Kebocoran pendapatan negara karena masalah 
> mafia perikanan (illegal fishing) ini adalah USD 5 billion per tahun atau 
> setara dengan Rp 75 trilyun per tahun. Kebocoran yang sama terjadi di sektor 
> kehutanan (illegal logging), dan sektor-sektor strategis semuanya.

> 

> Tahun 2014 ada perubahan yang sangat fundamental. Seorang pemimpin yang low 
> profile, unassuming berhasil terpilih. Dari kaca mata saya seorang yang tidak 
> hanya mengamati tapi juga terlibat langsung dengan kegiatan ekonomi berbasis 
> inovasi di tanah air, perubahan tersebut adalah angin segar. Saya katakan 
> fundamental, karena perubahan yang ada mampu menyentuh akar masalah. Dalam 
> tulisan saya yang lain mengenai 10 faktor yang menentukan kesuksesan 
> seseorang, faktor no 1 adalah integritas. Faktor ini yang sangat menentukan 
> seseorang untuk sukses jangka panjang, dan utamanya untuk seorang yang 
> memimpin Indonesia yang sangat kaya raya ini. Seorang yang berani secara 
> jujur dengan bahasa yang mudah dan terang benderang bahwa bangsa Indonesia 
> itu sebenarnya sudah akan kaya dari hasil di pekarangan rumahnya sendiri. 
> Dari hasil laut, hasil tambang, hasil hutan, dan kekayaan alam lainnya yang 
> diolah dengan ilmu pengetahuan sehingga menghasilkan nilai tambah 
> setinggi-tingginya.

> Era sebelumnya ekonomi Indonesia tidak bisa dipetakan dengan ilmu-ilmu 
> canggih dari Harvard Business School, Sloan School of Management MIT atau 
> Kellog Business school. Ilmu-ilmu yang sebenarnya sangat jitu tersebut 
> menjadi tidak begitu berguna. Karena di setiap sudut ada saja yang selalu 
> mengatakan: “Sudah lah maasss, jangan susah-susaah. Tidak perlu itu 
> teori-teori rumit dari MIT atau Harvard. Yang penting di sini adalah wani 
> piro?”. Atau yang sedikit mengancam “Nanti kalo kita tidak ikut kebiasaan ini 
> (uang katalis dan pelancar sana-sini) nanti malah projeknya gak jalan loh”. 
> Demikianlah dalam era dum-duman, tidak diperlukan ilmu-ilmu dari sekolah 
> managemen tersebut. Semua sudah ada “sistem”nya, department sudah 
> dikavling-kavling, berbagai sektor sudah habis didum (dibagi). Tidak ada 
> integritas yang bisa kita pegang. Dalam iklim bisnis seperti ini, orang yang 
> berprestasi menjadi males. Buat apa bekerja keras wong di ujung sana akhirnya 
> yang menentukan akan bertanya: wani piro? Sebuah dunia dengan wilayah kelabu 
> yang tidak mudah dipetakan yang mengizinkan fenomena “papa minta saham”, 
> “mami minta dividen”, dan “dedek minta jatah persenan”. Saya paham mengapa 
> teman bisnis saya yang gusar di Jakarta mengomentar keadaan tersebut sebagai 
> “truly dried cassava!”. Bener-benar nggapleki! Bikin kezel.

> 

> +++

> 

> Saya termasuk yang bernapas lega ketika figur Jokowi muncul dalam hutan 
> belantara ekonomi seperti di atas. Seperti angin segar dalam ruangan yang 
> pengap, suffocating. Insting pertamanya sangatlah sesuai dengan harapan 
> orang-orang (saya percaya ini mewakili hati nurani sebagian besar rakyat 
> Indonesia) yang berkiprah dalam kegiatan ekonomi seperti saya yaitu 
> mengangkat orang-orang berintegritas dan terpercaya dalam pos-pos dengan 
> kebocoran paling tinggi di atas. Kue ekonomi Indonesia harus dikembalikan 
> kepada yang paling berhak: rakyat Indonesia. Saya paham ini tidak akan serta 
> merta membalikkan keadaan. Sebuah sistem yang sudah berurat berakar sekian 
> lama tentu juga akan membutuhkan waktu untuk berubah. Tapi langkah pertama 
> tidaklah bisa ditawar, di pucuk pimpinan haruslah seorang yang tidak hanya 
> kapabel tapi juga harus bersih dan terpercaya. Saya merasa bangga dan senang 
> di ESDM ada figur Pak Iganisius Jonan di tangan dingin blio blok Mahakam, 
> blok Rokan dan divestasi 51% saham Freeport bisa diselesaikan, di Kementrian 
> Kelautan dan Perikanan ada Bu Susi yang secara tegas dan berani menerjemahkan 
> visi Jokowi dengan membersihkan wilayah laut Indonesia dari mafia illegal 
> fishers, pertama kali dalam sejarah perikanan Indonesia. Seandainya 10% saja 
> (Rp 7,5 T) dari devisa yang sekarang diselamatkan dari kebocoran illegal 
> fishing digunakan untuk pembinaan start-ups unggulan di Indonesia, ada berapa 
> calon unicorns atau sub-unicors yang mampu kita hasilkan?

> 

> Di Kementerian PUPR ada Pak Basuki yang selama empat tahun terakhir hidupnya 
> praktis ada di jalan. Setiap saat sibuk mengawasi dan menginspeksi 
> program-program infrastruktur yang digenjot pemerintah Jokowi. Disini 
> terlihat terang benderang, bagi yang berpikir dengan jernih, bagaimana 
> strategi pembanguan Jokowi adalah sangat berpihak pada Indonesia jangka 
> panjang. Kenapa? Dalam konstelasi global geostrategis China sudah 
> mencanangkan dengan terbuka program OBOR (One Belt One Road) dan Amerika 
> dengan skema Grand Pacific. OBOR menghububungkan China dengan ASEAN, melalui 
> jalur kereta logistik dari Guangxie melalui Vietnam, Thailand, Malaysia, 
> Singapore dan rencana jembatan laut Malaka akan terhubung dengan Dumai. Ini 
> artinya kedua raksasa ini membangun jaringan infra yang akan terhubung 
> langsung dengan urat nadi perekonomian kita. Kalo kita tidak siap, maka 
> Indonesia akan jadi penonton. Hanya bila infrastruktur terbangun di seluruh 
> Indonesia, kita bisa bersaing dengan gempuran raksasa China dan Amerika. 
> Adalah pandangan keliru dan keblinger kalo mengatakan Jokowi adalah pro 
> China. Yang terjadi, program toll laut dan juga infrastruktur jalan toll 
> Sumatra adalah program yang justru menchallenge OBOR China. Itu adalah 
> pengumuman terbuka bahwa Indonesia siap bersaing.

> 

> Dan tentunya saya harus menyebut Bu Sri Mulyani Indrawati yang menggawangi 
> Kementrian Keuangan. Sosok SMI yang dihormati ahli keuangan dunia ini mampu 
> mengawal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sehat di tengah persaingan global 
> yang ketat dan peta kekuatan yang cepat berubah. SMI sukses menjaga ketahanan 
> perekonomian Indonesia di tengah berbagai bencana sepanjang tahun 2018. 
> Defisit Produk Domestik Bruto tahun 2018 diperkirakan sekitar 1,86 persen, 
> lebih rendah dari yang diperkirakan dalam APBN 2018 sebesar 2,19 persen. Di 
> bawah SMI, Indonesia mampu memodernisasi respon negara terhadap bencana alam, 
> via strategi penjaminan dan pembiayaan resiko, sehingga proses bantuan dan 
> pemulihan pasca bencana bisa berjalan cepat. SMI juga sukses mengarsiteki dan 
> mengeksekusi berbagai jenis reformasi perpajakan yang mendongkrak ekonomi 
> Indonesia. Bu Sri Mulyani memperoleh penghargaan sebagai Menteri Keuangan 
> terbaik sedunia dari lembaga independen karena prestasinya ini. Meskipun 
> demikian, seperti kata koleganya ekonom dan juga mantan Menteri Keuangan, Dr 
> Chatib Basri, she is too humble to present what she has achieved..

> 

> +++

> 

> Demikianlah, saya hanya bisa mensarikan sedikit dari yang saya pahami dari 
> konstelasi besar perekonomian Indonesia. Banyak segi yang tentunya tidak bisa 
> saya bahas dalam kolom pendek ini. Namun saya berharap pembaca bisa menangkap 
> spirit yang ada. Bahwa ada transformasi yang dikawal oleh orang-orang hebat 
> yang bersih dan berdedikasi. Untuk mentransformasi Indonesia menjadi negeri 
> yang mencapai kemakmuran yang berkesinambungan. Dilakukan dengan sepenuh 
> kesadaran dan semangat. Bukan hanya untuk meresponse dan bereaksi terhadap 
> peristiwa pergantian pemimpin tiap lima tahun. Bukan, bukan itu.

> 

> Saya sangat kenal dengan figur-figur ini.

> 

> Sekelompok orang yang tidak pernah lelah mencintai negerinya.🥰💓💓

> 

> Mohon bantuannya untuk menyebarluaskan sekiranya bisa membantu memberikan 
> pencerahan kepada kalangan yang memerlukan. Mari kita bahu-membahu melawan 
> hoaks dan disinformasi.



Kirim email ke