*Ini berita harga mati NKRI! Sebagai penghiburan hati bagi yang tertinggal atau lebih jelas lagi miskin melarat dalam pelukan manis Ibu Pertiwi selama ini, baiklah lagu ini dinikmati* : https://www.youtube.com/watch?v=pXGfcgaTZr0 +
https://www.youtube.com/watch?v=7WVngz-LrTs https://news.detik.com/kolom/d-4744920/mengentaskan-132-ribu-desa-tertinggal-di-timur-indonesia enin 14 Oktober 2019, 13:38 WIB *Kolom* *Mengentaskan 13,2 Ribu Desa Tertinggal di Timur Indonesia* Ranggi Aditya Nugraha - detikNews *Ranggi Aditya Nugraha* <https://connect.detik.com/dashboard/public/ranggiadityan> *Jakarta* - Berbicara mengenai perkembangan desa, banyak tersajikan mengenai kondisi keterbelakangan dan keterpurukan pembangunan. Sebanyak 13,2 ribu lebih desa di seluruh Indonesia masih tergolong desa tertinggal. Data ini diperoleh dari hasil rilis data pembangunan desa oleh Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa bulan lalu. Data pembangunan desa tersebut terekam dari pendataan Potensi Desa (Podes) 2018. Podes 2018 merupakan sumber data yang menyajikan wilayah administrasi pemerintahan sampai level desa di seluruh Indonesia serta memuat potensi yang dimiliki oleh setiap desa. Dari hasil pendataan Podes 2018 dihasilkan nilai yang mencerminkan pembangunan suatu desa, yaitu Indeks Pembangunan Desa (IPD). IPD memiliki skala 0-100 yang menggambarkan tentang tingkat pembangunan atau perkembangan desa yang dibagi menjadi tiga status, yaitu tertinggal (IPD < 50), berkembang (IPD 50 - ≤ 75), dan mandiri (IPD > 75). Semakin tinggi Indeks pembangunan desanya, maka semakin tinggi tingkat kemandirian suatu desa. IPD itu sendiri dibentuk dari 5 dimensi, yaitu ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi atau aksesibilitas, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan. *okus di Barat* Pembangunan desa masih terfokus pada wilayah barat Indonesia. Hal tersebut terbukti dari nilai IPD Jawa-Bali sebesar 67,82 dan IPD Sumatera sebesar 60,02 yang mana angka tersebut berada di atas IPD Nasional (59,36%). Sedangkan pembangun desa di wilayah timur sangatlah memprihatinkan. Wilayah NTT, Pulau Maluku, dan Pulau Papua nilai IPD-nya berada di bawah nilai IPD Nasional. Yang paling memprihatinkan ialah pembangunan desa di wilayah Pulau Papua yang hanya 35,57 saja. Rendahnya nilai IPD di wilayah timur tentu saja mencerminkan bahwa pemerataan pembangunan di Indonesia masih minim dan hanya terfokus pada wilayah barat Indonesia saja. Dari 5 dimensi pembentuk IPD, dimensi kondisi infrastruktur Pulau Papua yang sangat memprihatinkan, yaitu hanya 19,76 saja. Padahal di daerah lain bisa mencapai 2 sampai hampir 3 kali lipat. Di wilayah barat Indonesia, Jawa-Bali memiliki kondisi infrastruktur sebesar 54,78 sedangkan Sumatera memiliki nilai kondisi infrastruktur sebesar 46,15. Itu mengapa pentingnya pemerataan infrastruktur di wilayah timur Indonesia karena infrastruktur yang baik itu tak hanya boleh dinikmati oleh penduduk Jawa, Bali, dan Sumatera saja. Tidak hanya rendahnya kondisi infrastruktur yang membuat IPD wilayah timur rendah, melainkan dari dimensi lain pun rendah. Dimensi pelayanan dasar yang diterima oleh Pulau Papua hanya 26,15 sedangkan Jawa-Bali sebesar 68,31. Selain itu, dimensi aksesibilitas/transportasi di Pulau Papua sebesar 57,86 sedangkan di Jawa-Bali sebesar 81,15. Pada dimensi pelayanan umum, wilayah Pulau Papua sebesar 42,02 sedangkan di Jawa-Bali sebesar 59,14. Dan pada dimensi penyelenggaraan pemerintah pun, wilayah Pulau Papua masih berada di bawah Jawa-Bali, yaitu sebesar 52,24 untuk wilayah Pulau Papua sedangkan Jawa-Bali 82,34. Dari hasil Podes 2018 juga diperoleh hasil status pembangunan desa. Indonesia masih memiliki 13,2 ribu desa yang berstatus desa tertinggal. Dan lagi-lagi wilayah Pulau Papua didominasi oleh desa tertinggal. Sebanyak 82,81 persen wilayah Pulau Papua berstatus desa tertinggal dan hanya 0,18 persen saja yang berstatus desa mandiri. Hal ini sangatlah memprihatinkan. Bila dilihat di wilayah lain, Jawa-Bali hanya memiliki 0,85 persen saja yang berstatus desa tertinggal sedangkan desa mandirinya sebesar 16,61. Seperti peribahasa "bagai bumi dan langit" bila melihat pembangunan wilayah barat Indonesia dan wilayah timur Indonesia. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 131/2015 dinyatakan bahwa daerah tertinggal ditetapkan berdasarkan enam kriteria, yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, dan karakteristik daerahnya. Dari peraturan tersebut ditetapkan terdapat 122 kabupaten di seluruh Indonesia yang masih berstatus daerah tertinggal. Sesuai Perpres No. 131/2015 wilayah Timur Indonesia (NTT, Pulau Maluku, Pulau Papua) ternyata memiliki lebih dari 53,27 persen atau lebih dari setengah setengah dari total kabupaten/kota di Indonesia berstatus daerah tertinggal. Hal ini mengindikasikan, urgensinya pemerataan pembangunan wilayah khususnya untuk wilayah timur Indonesia. Dengan banyaknya jumlah desa tertinggal di wilayah timur Indonesia dan masih sedikitnya desa yang berstatus mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa butuh perhatian serius dari pemerintah khususnya Presiden dan para menteri terkait masih banyaknya jumlah desa yang berstatus tertinggal. *Banyak Kendala* Wilayah timur Indonesia dengan geografis kepulauan dan pegunungan memiliki banyak kendala, khususnya pada bagian akses transportasi yang sulit. Saya sebagai pegawai Badan Pusat Statistik yang terjun langsung ke wilayah yang menjadi sampel survei dapat melihat langsung perkembangan pembangunan yang terjadi di wilayah saya. Di wilayah saya di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara akses jalan di sejumlah desa sangatlah memprihatinkan. Masih banyak jalan yang belum diaspal dan masih banyak yang berlubang. Tidak hanya itu, ada beberapa desa seperti di Kabupaten Pulau Taliabu yang akses ke desa tersebut harus dilalui melalui jalur sungai karena belum dibangunnya jembatan penghubung antardesa. Tidak hanya jalan, listrik pun masih banyak sekali desa yang belum tercakup listrik. Dari data Podes 2018 juga diperoleh masih terdapat 29,6 ribu desa/kelurahan di Indonesia tidak teraliri listrik atau ada rumah tangga yang bukan pengguna listrik. Sebagai contoh juga di Pulau Mangoli, Kabupaten Kepulauan Sula hampir seluruh desa hanya aktif listriknya ketika malam sampai pagi hari saja. Sementara itu, pada Kabupaten Pulau Taliabu masih banyak sekali desa-desa yang sama sekali tak tersentuh oleh listrik negara. Hal ini masih membuktikan bahwa tujuan dari Sustainable Development Goals (SDG's) pada poin ke tujuh, yaitu energi bersih dan terjangkau masih belum terwujud. *Prestasi* Meskipun demikian, di balik masih banyaknya desa yang masih tertinggal di Indonesia, pemerintah memiliki prestasi yang cukup membanggakan. Jika dilihat dalam kurun waktu 2014-2018 ini tercatat bahwa pemerintah telah berhasil mengentaskan 6.518 desa tertinggal menjadi desa berkembang. Selain itu, pemerintah dapat meningkatkan 2.665 desa berkembang menjadi desa mandiri pada 2018. Selain itu, menyikapi dari banyaknya permasalahan desa tertinggal ini, pembangunan desa telah menjadi prioritas pemerintah dalam Nawacitanya, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Program dana desa yang sedemikian besarnya diberikan pada setiap desa semestinya digunakan secara tepat agar dapat membangun desa-desa menjadi lebih baik dan dapat mengoptimalkan potensi desanya. Semoga 13,2 ribu desa tertinggal di Indonesia dapat diperhatikan lebih serius dan diperbaiki fasilitas desanya. Sehingga generasi penerus bangsa dapat menikmati kondisi pembangunan desa yang lebih baik dari sekarang.