https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1658-kado-dari-bi

*Selasa 29 Oktober 2019, 05:30 WIB *//
//
//


 /*Kado dari BI*/

*Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group | podium <https://mediaindonesia.com/podiums>* <https://www.facebook.com/share.php?u=https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1658-kado-dari-bi>  <https://twitter.com/intent/tweet?text=Kado dari BI https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1658-kado-dari-bi via @mediaindonesia>

Kado dari BI <https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1200x-/podiums/2019/10/fdd54136921315792ab9b3334f153ef2.jpg>

/MI/
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group

ISTIMEWA sekali hadiah yang diberikan Bank Indonesia kepada Kabinet Indonesia Maju. Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga repo 7 hari menjadi 5%. Penurunan suku bunga langsung menggairahkan pasar modal. Pemilik dana pun mengalihkan sebagian simpanan untuk membeli saham.

Sinyal baik yang diberikan BI tentu menjadi modal untuk Kabinet Indonesia Maju mendorong peningkatan investasi. Di tengah ancaman resesi yang melanda dunia, semua negara dituntut untuk mempermudah aliran modal agar investasi tetap bisa meningkat.

Peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia, menurut Bank Dunia, berada di urutan ke-73. Padahal Presiden Joko Widodo mengharapkan agar peringkat itu minimal bisa menembus urutan 40. Ada tiga indikator yang dianggap masih lemah, yaitu penghormatan kepada kontrak yang berada pada urutan 146, perizinan konstruksi di urutan 112, dan perlindungan kepada investor minoritas pada urutan 51.

Semua kelemahan yang masih ada merupakan pekerjaan rumah bagi anggota kabinet baru. Sejauh mana persoalan itu kemudian direspons dan dikeluarkan langkah terobosannya. Kecepatan untuk melakukan respons perbaikan itulah yang menjadi kunci bagi bergeraknya kembali perekonomian.

Tentu jawabannya bukan dengan membuat peraturan baru. Seperti disampaikan Presiden saat pidato pelantikan, kita ini sudah terlalu banyak peraturan. Namun, peraturan itu bukan saling memperlancar, tetapi justru saling menghambat. Presiden bahkan mengusulkan dibuatnya omnibus law atau dikeluarkannya peraturan baru yang sekaligus menghapus peraturan lama yang menghambat.

Lagi-lagi koordinasi di antara para menterilah yang kita harapkan. Mereka mau duduk sama-sama untuk saling mendukung arah pembangunan ekonomi yang hendak kita lakukan. Pada rapat kabinet paripurna pertama, Presiden menegaskan kembali bahwa tidak ada visi-visi menteri, yang ada hanya visi Presiden.

Visi Presiden sangat jelas disampaikan saat pidato pelantikan. Tugas pemerintah sekarang ini ikut mempersiapkan landasan bagi Indonesia yang maju dan sejahtera pada 2045 yang akan datang. Pada saat itu produk domestik bruto Indonesia harus mencapai US$7 triliun dan angka kemiskinan mendekati nol persen.

Target yang ingin kita capai sungguhlah luar biasa. Perekonomian bangsa ini harus tumbuh 700% dalam 25 tahun ke depan. Itu artinya kita harus tumbuh dengan double digit sama seperti yang pernah dilakukan Tiongkok pada periode dua dekade terakhir.

Tiongkok bisa melakukan itu karena visi dan aksinya sangat jelas dan konsisten dijalankan. Pergantian tampuk kepemimpinan dari Jiang Zemin ke Hu Jintao hingga Xi Jiping sekarang ini tidak mengubah arah besar pembangunan yang hendak mereka lakukan. Semua menjalankan kebijakan keterbukaan ekonomi yang digariskan Deng Xiaoping.

Sambil memacu proses produksi yang ada, mereka kirim putra-putra terbaik untuk menimba ilmu di negara-negara Barat sesuai dengan bidang ilmu yang dibutuhkan oleh negaranya. Perbaikan kualitas produksi dilakukan secara bertahap. Sekarang bangsa Tiongkok bukan hanya mampu menghasilkan produksi yang mampu bersaing di pasar global, tetapi bisa mengejar pencapaian negara-negara besar bahkan dengan mengirimkan astronaut ke angkasa luar.

Tantangan kita bagaimana membuat sistem demokrasi bisa berjalan paralel dengan arah pembangunan bangsa. Jangan seperti perjalanan 74 tahun bangsa ini yang selalu memulai 'sejarahnya dari titik nol'. Kita tidak pernah akan ke mana-mana kalau semua harus dimulai dari awal.

Apa yang pernah kita lakukan pada era Orde Baru sebenarnya bisa kita tiru. Arah pembangunan jangka panjang harus dibuat lebih jelas target yang ingin dicapainya. Jangan seperti rencana pembangunan jangka panjang sekarang ini yang bukan menjadi platform nasional. Kelemahan Orde Baru yang terlalu bertumpu kepada kroni sebagai pelaksana yang kita harus cegah.

Pembangunan 25 tahun ke depan harus memberi kesempatan yang sama kepada seluruh warga untuk ikut terlibat. Kita juga harus menerapkan merit system dalam proses pembangunan ke depan. Kita berikan kesempatan kepada yang memang mampu dan bersungguh-sungguh untuk memajukan bangsa dan negara ini.

Langkah pertama dimulai sekarang ini. Bagaimana kabinet baru melanjutkan tendangan awal yang sudah dilakukan BI. Bagaimana penurunan BI rate bisa cepat diikuti dengan penurunan tingkat suku bunga pinjaman. Inilah yang akan bisa mendobrak stagnasi pertumbuhan ekonomi, apalagi jika secara bersamaan diikuti dengan perbaikan peraturan-peraturan yang menghambat tadi.

Kita sungguh menantikan gebrakan dari kabinet baru ini. Sudah terlalu lama kita membiarkan tingkat kepercayaan konsumen ini melambat. Itu terlihat dari tajamnya penurunan penjualan durable goods termasuk perumahan dan kendaraan. Langkah pertama ini akan menentukan perjalanan kita ke depan.





Kirim email ke