Bung jangan bingung. Korupsi di BUMN itu sudah dari dulu terjadinya.

Wong bos besarnya yaitu Soeharto menghalalkan itu koq.

Jangankan hanya korupsi, membunuh saja dia halalkan utk berkuasa, apalagi hanya 
korupsi. 

 

Disinilah dasar utama rusaknya RI. Setelah Soeharto naik, dia bagi2 kapling 
kekayaan RI ke asing.

 

Setelah Soeharto jatuh, belum ada korupsi di BUMN BUMN ini yg terkuak seperti 
sekarang ini dan ini adalah jaman Jokowi.

 

Masalah Jiwasraya dan Asabri ini hanyalah satu dua saja yg terbongkar. Ya dulu 
ada BLBI dan Century. Krakatau Steel barusan. Sebentar lagi juga Bumiputera 
akan dibuka dst dst.

 

Kasus Jiwasraya itu ada 2 masalah: profesionalisme management yg tidak 
mumpuni/kompeten dan pejabat yg memanfaatkan kekuasaan dan bekerja sama dengan 
pihak luar (perusahaan pialang saham). Akhirnya memang saling buang batu 
sembunyi tangan yaitu saling melarikan diri.

 

Yang jelas ini masalah bisnis bukan politik sama sekali. Yg gak ngerti saja 
teriak2 seperti: “jaman siapa kasus jiwasraya ini? SBY atau Jokowi? Dst…dst ”

 

Ini masalah bisnis plus perampokan yg dilakukan oleh penguasa alias bos 
management perusahaan jiwasraya. Mereka2 inilah sekelompok orang yg 
memanfaatkan kekuasaan mereka dalam merampok uang jiwasraya. Mereka2 ini adalah 
eksekutor nya. Memang harus dibawa kepengadilan kasus2 seperti ini, sehingga 
ketahuan kemana saja arus uangnya. Jadi akan kelihatan terang benderang apakah 
ada kekuasaan politik yg bermain disitu. Kalau bukan dipengadilan ya susah utk 
membongkar siapa actor utamanya.

 

OJK bilang begini, BPK bilang begitu, dirut yg sekarang bilang ini, yg lain 
bilang itu. Jadi semua kebingungan. 

 

Inilah persoalan RI yg hrs dibenahi. Profesionalisme birokrat di pemerintahan 
itu sdh dari dulu semua tahu kerjaannya santai. Yg pinter2 itu di swasta.. Jadi 
ya susah pemerintah dgn orang2 yg tidak kompeten hrs bertindak sbg regulator. 
Repot sekali jadinya hasil regulasi dalam bentuk peraturan, undang2 dll. Ini 
namanya krisis sumber daya manusia.

 

Harus dikerjakan sekarang walaupun sdh terlambat dari dulu.

 

Nesare

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> 
Sent: Friday, January 10, 2020 2:12 PM
To: undisclosed-recipients:
Subject: [GELORA45] SetelahJiwasraya, Asabri Juga Potensi Loss Rp 10 Triliun

 

  

 

Apakah karena kerugian Asabri maka Mahfud MD pekik ”Heil Hitler”? Kerugian sana 
sini, apakah ini tanda kiamat harga mati NKRI?

 

http://www.sinarharapan.co/ekonomi/read/12033/setelah_jiwasraya__asabri_juga_potensi_loss_rp_10_triliun
 

 


Setelah Jiwasraya, Asabri Juga Potensi Loss Rp 10 Triliun


Jumat , 10 Januari 2020 | 20:13 

 

  <http://cdn.sinarharapan.co/foto/2020/01/10/543-mahfud_md-800x450.jpg> 

 

 

JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud Md menduga telah terjadi korupsi di Yayasan 
Asuransi ABRI (Asabri). Hal tersebut disampaikannya menyusul proses audit yang 
dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap institusi yang menaungi para 
prajurit itu. Bila terbukti benar, ini kembali menjadi pukulan bagi perusahaan 
asuransi berplat merah dengan potensi kerugian Rp 10 triliun.

“Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah 
fantastisnya dengan kasus Jiwasraya. Di atas Rp 10 triliun itu,” kata Mahfud Md 
di Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Ia mengaku bakal segera memanggil Menteri BUMN Erick Tohir dan Menteri Keuangan 
Sri Mulya untuk mengetahui lebih lanjut apa yang terjadi di Yayasan Asabri yang 
bakal tentu memengaruhi kinerja PT ASABRI (Persero).

“Kalau memang ada masalah hukum ya kita giring ke pengadilan. Tidak boleh 
korupsi untuk orang-orang prajurit untuk tentara yang bekerja mati-matian 
meninggalkan tempat sesudah masa pensiunnya disengsarakan. Gitu ya. Dan itu 
kanhaknya prajurit,” tutur Mahfud.

Kendati tidak hendak berspekulasi siapa oknum yang bermain dalam dugaan korupsi 
tersebut, Mahfud siap memantau dan menggiringnya sampai ke proses Hukum.

“Mari kita giring proses hukum ini supaya diungkap. Nggak usah berspekulasi si 
A terlibat, ini dari istana. Ndak ada itu. Pokoknya Presiden sudah 
memerintahkan gebuki semua yang korupsi itu jangan ditutup-tutupi, yakin lah. 
Jadi kalau orang yang selalu curiga ini terlibat ini terlibat, kasih ke saya. 
Saya nanti yang antarkan ke KPK atau ke kejaksaan,” tandasnya.

Dalam laporan tahunan yang ditampilkan PT Asabri di situs resminya tercatat 
jumlah pendapatan premi sebesar Rp 1,39 triliun pada 2017. Adapun klaim dan 
manfaat yang dibayarkan ke peserta minus Rp 1,34 triliun. Sementara investasi 
perseroan tercatat sebagian besar ditempatkan di saham mencapai Rp 14,97 
triliun dan disusul oleh deposito berjangka Rp 1,59 triliun.

Sebelumnya, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah lebih dahulu mencoreng nama 
BUMN dan industri asuransi dengan gagal melaksanakan kewajibannya yang membuat 
para pemegang polis dirugikan. Negara juga dirugikan dengan perkiraan awal 
sebesar Rp 13,70 triliun.

Berdasarkan catatan Ororitas Jasa Keuangan (OJK), kasus Jiwasraya ini dimulai 
pada 2004, di mana perusahaan sudah memiliki cadangan yang lebih kecil dari 
seharusnya, insolvency mencapai Rp 2,76 triliun. Pada 2006, laporan keuangan 
menunjukkan nilai ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun karena aset yang 
dimiliki jauh lebih kecil dibanding kewajiban.

Hingga 2008, defisit nilai ekuitas perusahaan semakin melebar menjadi Rp 5,7 
triliun dan Rp 6,3 triliun pada 2009. Kemudian, langkah untuk re-asuransi 
membawa nilai ekuitas surplus Rp 1,3 triliun per akhir tahun 2011. Pada 2012, 
Bapepam-LK memberi izin produk JS Proteksi Plan (produk bancassurances dengan 
Bank BTN, KEB Hana Bank, BPD Jateng, BPD Jatim dan BPD DIY). Sedangkan pada 
2017, OJK memberi sanksi pada perusahaan karena terlambat menyampaikan laporan 
aktuaris 2017.

Hingga September 2019 sendiri, total ekuitas dari perusahaan asuransi tertua di 
Indonesia ini diketahui minus Rp 23,14 triliun. Kerugian tersebut, merupakan 
buntut dari kesalahan investasi yang dilakukan perseroan pada periode 
sebelumnya. Diketahui, Jiwasraya menempatkan hasil investasinya jauh dari 
prinsip kehati-hatian, yang pada akhirnya nilai sahamnya anjlok dan berimbas 
pada menunggaknya klaim nasabah. (Eko B Supriyanto)

Penulis adalah Pimpinan Redaksi InfoBank Group.

 

 



Kirim email ke