Lho, ... siapa bilang isu radikalisme, intoleransi dan isu-isu
pemecahbelah tak mempan dan dihentikan? Lalu berbelok bongkar-bongkar
borok sendiri, ...???
Bukankah kenyataan BANYAK MASALAH yang harus dihadapi dan diselesaikan
oleh pemerintah Jokowi, dan berlanjut dimasa jabatan periode ke-2! Atau
bung hendak menyatakan borok-borok yang diungkap terakhir ini hanya
dibuat-buat, dicari-cari untuk alihkan isu radikalisme yang GAGAL?
Borok-borok itu adalah KENYATAAN yang ada, merupakan sakit yang terjadi
nyata harus diobati dan dibenahi dengan seksama, ... bung! Bukan
dibiarkan terus merajalela!
On 11/1/2020 上午3:41, ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45] wrote:
Setelah isu radikal, intoleransi, dan isu-isu pemecahbelah tak mempan,
terpaksa bongkar-bongkar borok sendiri, mulai pacul impor, beras
busuk, sampai suap KPU, sambil menyalahkan pemerintahan yang lalu.
“Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah
fantastisnya dengan kasus Jiwasraya. Di atas Rp 10 triliun itu,” kata
Mahfud Md
--- ilmesengero@.... wrote:
*Apakah karena kerugian Asabri maka Mahfud MD pekik ”Heil Hitler”?
Kerugian sana sini, apakah ini tanda kiamat harga mati NKRI?*
http://www.sinarharapan.co/ekonomi/read/12033/setelah_jiwasraya__asabri_juga_potensi_loss_rp_10_triliun
*Setelah Jiwasraya, Asabri Juga Potensi Loss Rp 10 Triliun*
Jumat , 10 Januari 2020 | 20:13
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud Md menduga telah terjadi korupsi
di Yayasan Asuransi ABRI (Asabri). Hal tersebut disampaikannya
menyusul proses audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) terhadap institusi yang menaungi para prajurit itu. Bila
terbukti benar, ini kembali menjadi pukulan bagi perusahaan
asuransi berplat merah dengan potensi kerugian Rp 10 triliun.
“Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak
kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya. Di atas Rp 10 triliun
itu,” kata Mahfud Md di Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Ia mengaku bakal segera memanggil Menteri BUMN Erick Tohir dan
Menteri Keuangan Sri Mulya untuk mengetahui lebih lanjut apa yang
terjadi di Yayasan Asabri yang bakal tentu memengaruhi kinerja PT
ASABRI (Persero).
“Kalau memang ada masalah hukum ya kita giring ke pengadilan.
Tidak boleh korupsi untuk orang-orang prajurit untuk tentara yang
bekerja mati-matian meninggalkan tempat sesudah masa pensiunnya
disengsarakan. Gitu ya. Dan itu kanhaknya prajurit,” tutur Mahfud.
Kendati tidak hendak berspekulasi siapa oknum yang bermain dalam
dugaan korupsi tersebut, Mahfud siap memantau dan menggiringnya
sampai ke proses Hukum.
“Mari kita giring proses hukum ini supaya diungkap. Nggak usah
berspekulasi si A terlibat, ini dari istana. Ndak ada itu.
Pokoknya Presiden sudah memerintahkan gebuki semua yang korupsi
itu jangan ditutup-tutupi, yakin lah. Jadi kalau orang yang selalu
curiga ini terlibat ini terlibat, kasih ke saya. Saya nanti yang
antarkan ke KPK atau ke kejaksaan,” tandasnya.
Dalam laporan tahunan yang ditampilkan PT Asabri di situs resminya
tercatat jumlah pendapatan premi sebesar Rp 1,39 triliun pada
2017. Adapun klaim dan manfaat yang dibayarkan ke peserta minus Rp
1,34 triliun. Sementara investasi perseroan tercatat sebagian
besar ditempatkan di saham mencapai Rp 14,97 triliun dan disusul
oleh deposito berjangka Rp 1,59 triliun.
Sebelumnya, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah lebih dahulu
mencoreng nama BUMN dan industri asuransi dengan gagal
melaksanakan kewajibannya yang membuat para pemegang polis
dirugikan. Negara juga dirugikan dengan perkiraan awal sebesar Rp
13,70 triliun.
Berdasarkan catatan Ororitas Jasa Keuangan (OJK), kasus Jiwasraya
ini dimulai pada 2004, di mana perusahaan sudah memiliki cadangan
yang lebih kecil dari seharusnya, insolvency mencapai Rp 2,76
triliun. Pada 2006, laporan keuangan menunjukkan nilai ekuitas
Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun karena aset yang dimiliki jauh
lebih kecil dibanding kewajiban.
Hingga 2008, defisit nilai ekuitas perusahaan semakin melebar
menjadi Rp 5,7 triliun dan Rp 6,3 triliun pada 2009. Kemudian,
langkah untuk re-asuransi membawa nilai ekuitas surplus Rp 1,3
triliun per akhir tahun 2011. Pada 2012, Bapepam-LK memberi izin
produk JS Proteksi Plan (produk bancassurances dengan Bank BTN,
KEB Hana Bank, BPD Jateng, BPD Jatim dan BPD DIY). Sedangkan pada
2017, OJK memberi sanksi pada perusahaan karena terlambat
menyampaikan laporan aktuaris 2017.
Hingga September 2019 sendiri, total ekuitas dari perusahaan
asuransi tertua di Indonesia ini diketahui minus Rp 23,14 triliun.
Kerugian tersebut, merupakan buntut dari kesalahan investasi yang
dilakukan perseroan pada periode sebelumnya. Diketahui, Jiwasraya
menempatkan hasil investasinya jauh dari prinsip kehati-hatian,
yang pada akhirnya nilai sahamnya anjlok dan berimbas pada
menunggaknya klaim nasabah.****(Eko B Supriyanto)**
//Penulis adalah Pimpinan Redaksi InfoBank Group.//
//