-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>

https://finance.detik.com/wawancara-khusus/d-4857495/edhy-prabowo-siap-revisi-kebijakan-susi-meski-kena-bully?tag_from=wp_beritautama


Senin, 13 Jan 2020 17:48 WIB

Wawancara Khusus Menteri KKP

Edhy Prabowo Siap Revisi Kebijakan Susi Meski Kena Bully

Vadhia Lidyana - detikFinance
Share 0
Tweet 0
Share 0
27 komentar
Foto: Agus Dwi Nugroho / 20detik        Foto: Agus Dwi Nugroho / 20detik
Jakarta - Sudah lebih dari 2 bulan menjabat sebagai Menteri Kelautan dan 
Perikanan periode 2019-2024, Edhy Prabowo cukup membuat banyak kebijakan yang 
menyita perhatian masyarakat.
Sejak awal menjabat, Edhy memiliki banyak rencana untuk mengkaji ulang berbagai 
regulasi yang diteken pejabat sebelumnya, yakni Susi Pudjiastuti. Mulai dari 
aturan mengenai penangkan dan budi daya benih lobster, penggunaan alat tangkap 
cantrang, izin kapal, pengenggelaman kapal pencuri ikan, dan sebagainya.

Meski begitu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini kerap mengatakan bahwa ia 
hanya menjalankan dua perintah yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 
ketika melantik dirinya menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Tugas pertama 
yakni membangun komunikasi antara pemerintah dengan nelayan, dan meningkatkan 
budidaya perikanan dan sumber daya lainnya.

Nah, apa saja kebijakan yang akan diberlakukan Edhy ke depannya?

Berikut cuplikan wawancara detikcom dengan Menteri KKP Edhy Prabowo di 
kediamannya, Komplek Widya Chandra, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Menteri sebelumnya membuat aturan khusus di Natuna ada beberapa jenis ikan yang 
tak oleh ditangkap, dan hanya segelintir ikan yang boleh ditangkap, apakah itu 
akan dievaluasi?
Kalau berdasarkan CITES itu ikan napoleon. Itu dikuotakan, dibatasi. Dan itu 
pun izinnya tak hanya di KKP, juga di Kementerian Lingkungan Hidup dan 
Kehutanan (KLHK). Dan kita masih bersama-sama dengan KLHK.

Ya kita tidak akan juga. Kalau alasan sudah CITES (Convertion On International 
Trade In Endangered Spesies Of Wild Fauna and Flora) ya kita akan ikuti 
aturannya. Tapi kan yang masuk dalam CITES ini ada juga yang bisa dibudidaya. 
Ini juga yang akan saya lakukan evaluasi. Kalau bisa dibudidaya kan bisa 
diperbanyak. Kayak kerapu yang tadinya di alam bisa dibudidaya sampai dia 
beranak. Kalau napoleon belum. Napoleon masih anakan alam lalu dibesarkan. Sama 
halnya dengan lobster. Lobster belum mudah dilakukan. Walaupun di Tazmania saya 
dengar sudah ada yang melakukan penelitian 20 tahun.

Tapi intinya sebenarnya kita ini kan sebagai manusia diajarkan untuk berpikir 
dan melakukan pengembangan sesuai norma-norma. Kalau ada alam memberikan 
anugerah, ya kita harus optimalkan itu.

Sebagaimana itu lobster. Kalau dia bisa beranak banyak, ratusan bahkan jutaan 
di lapangan. Sementara kita tahu lobster ini hidupnya di alam hanya 1%. Peluang 
hidupnya bahkan nggak sampai 1%, hanya 0,25%. Nah apakah kita akan biarkan ke 
alam, seperti yang sebelumnya. Ada yang bilang biarkan alam membesarkan.

Saya bilang, kalau manusia bisa melakukan dia hidup menjadi 70%, saya akan 
mengambil yang 70%. Tapi di saat yang bersamaan, ketika kita mengeksploitasi 
alam untuk mengambil dan membesarkan, ya saya akan kembalikan mungkin 2-5%.

Saya sudah lakukan, keliling ke pembudidaya lobster yang ada secara diam-diam. 
Di Lombok, di mana saja. Mereka jangankan 2%, 5-10% saja mereka siap untuk 
mengembalikan ke alam. Jadi ini hanya masalah di pelaksanaan. Itu contoh.

Hasil rakor Polhukam akan mengirim para nelayan dari Pantura ke Natuna. Itu 
kira-kira argumentasinya seperti apa? Tidakkah terlalu jauh bagi nelayan Pulau 
Jawa?
Ini logika sederhana. Bukan hanya nelayan di Pantura, tapi nelayan di Pulau 
Jawa. Tidak hanya di Pantura, yang juga punya kapal besar tapi tidak 
mendapatkan izin karena alat tangkapnya dan besarnya kapal. Ini yang sedang 
kita data.

Rakor ini kami ikuti terus. Walaupun saya belum sempat hadir, sama Menko 
Maritim juga sudah disampaikan. Sebelum rakor Polhukam juga kami sudah diberi 
tahu.

Pertama kita data. Berapa nelayan yang punya kapal di atas 150,200, sampai 300 
GT. Untuk mengimbangi kapal asing itu. Lagipula kalau kita kirim kapal 100 GT, 
dia akan tampias oleh ombak itu. KRI saja setengah mati, berat untuk menghadapi 
itu. Jadi kita hitung. Belum tentu juga mereka mau. Mungkin perlu pemanis.

Tapi yang paling penting dari ini semua, menggeserkan nelayan itu bukan hal 
yang sulit. Nah yang penting daerah penerima. Kabupaten Natuna, Provinsi 
Kalimantan Barat karena berbatasan. Ini dulu yang harus kita bicarakan. Dan 
saya sudah bicara dengan Kepala Dinasnya untuk mendata nelayannya dulu.

Kalau sudah selesai, sudah tahu, dan ternyata tidak ada mereka pun siap 
menerima. Tapi dengan catatan yang mereka bawa itu jangan langsung bawa ke 
Jawa. Biarkan dulu di sini (Natuna), masukkan. Ya didata dulu. Sehingga pajak 
daerahnya masuk. Karena ini kan alam di Kabupaten dan Provinsi sana. Kan nggak 
besar, itu biasa. Dan secara prinsip semua nelayan welcome. Dan apa salahnya 
juga mereka ada di situ, mereka bisa mengajak nelayan lokal untuk bekerja sama. 
Bersamaan juga nelayan lokal belajar tentang bagaimana mengelola kapal modern, 
kapal besar.

Mereka ini sebenarnya bisa, tapi tidak berani. Karena untuk mengoperasikan 
kapal besar cost-nya juga besar. Sama dengan memiliki tanah 1 hektare (Ha), 
dengan tanah 1.000 Ha. Tanah yang 1 Ha saja butuh biaya Rp 30 juta. Bagaimana 
mereka bisa memiliki uang Rp 30 juta, lalu dikali 1.000 Ha, Rp 30 miliar kan? 
Itu yang harus sama-sama kita hitung. Dan itu kita sudah ada KUR, tapi yang 
paling penting adalah keahlian. Ini mudah kok sebenarnya. Tinggal hanya butuh 
ketelatenan kita sebagai komandan, pemimpin untuk melatih mereka. Kalau saya 
punya kemampuan untuk mengarahkan.

Jadi ke Jawa ini jangan sampai ada kekeliruan. Bukannya semua akan menyerbu ya. 
Tapi yang jelas, saya setuju dengan ide itu, tapi harus diajak dulu yang di 
daerah.

Lanjut ke halaman berikutnya
Selanjutnya
Halaman
1
2
3


https://finance.detik.com/wawancara-khusus/d-4857495/edhy-prabowo-siap-revisi-kebijakan-susi-meski-kena-bully/2


Senin, 13 Jan 2020 17:48 WIB

Wawancara Khusus Menteri KKP

Edhy Prabowo Siap Revisi Kebijakan Susi Meski Kena Bully

Vadhia Lidyana - detikFinance
Share 0
Tweet 0
Share 0
27 komentar
Foto: Agus Dwi Nugroho / 20detik        Foto: Agus Dwi Nugroho / 20detik


Nelayan Natuna tak hanya disebut akan diserbu oleh para nelayan dari Pulau 
Jawa, tapi disebut akan dijadikan tumbal?
Enggak, nggak benar itu. Nanti pada saat fishing kita libatkan PSDKP, dari KKP 
sendiri pengawalan. Bakamla siap mengawal, Angkatan Laut, cost guard kita. Jadi 
nggak ada masalah. Jangan istilah tumbal, nggak. Kita isi, di laut-laut ini 
dengan ramainya nelayan kita. Kapal kita banyak, tapi tak diberi izin karena 
melebihi kapasitas. Selama ini kapasitas 150 GT.

Kami sedang membuat kajian lagi kenapa dibuat 150 GT? Ya logika saya dibuat 150 
GT-250 GT nggak masalah, kan dia menangkapnya jauh di luar. Jauh dari nelayan 
kecil. Yang tak diperbolehkan adalah sudah diberi izin besar, merebut yang 
kecil. Ini yang kita atur. Akankah tabrakan? Ya nggak mungkin. Kalau nelayan 
asing dari jauh saja mereka bisa lapor, apalagi nelayan biasa? Mereka akan 
mudah teriak-teriak, dan kita akan hadir.

Apakah akan ada insentif bagi nelayan Pulau Jawa ke Natuna?
Jangan bicara insentif dululah. Kita bicara tawarkan yang mau. Dan saya sangat 
yakin.

Sejauh ini bagaimana yang ditawarkan kepada nelayan Pulau Jawa yang mau ke 
Natuna?
Banyak, kan banyak yang minta izin.

Kalau kita hanya mengacu dengan luas wilayah tangkap kita di situ, kapasitas 
ikan yang ada di WPP itu, ada sekitar 700.000-an per tahun. Sementara ini sudah 
terangkat, tereksploitasi 500.000-600.000 lebih. Nah kalau kita tingkatkan, kan 
kita harus memikirkan itu juga. Ini lagi kita hitung. Tidak masalah berapa pun 
kapal yang ada di situ supaya tidak over fishing. Nah, over fishing, kalau 
laporan pendapatannya sama ya nggak ada masalah. Ini over fishing tapi 
pendataannya under, nah ini yang masalah. Ini harus bertahap. Dan saya sangat 
yakin, yang paling penting kita optimalisasi nelayan tradisional yang ada di 
situ (Natuna) terlebih dahulu. Setelah mereka, ini sudah 20.000-an lebih.

Nelayan di situ, mereka dengan 2 GT di musim-musim selatan nggak masalah. Dia 
masuk sebentar melaut, 5 jam sudah balik. Ongkos rendah, tapi ikan sudah 
banyak. Nah, ini yang menjadi kebiasaan mereka. Kalau lagi musim besar mereka 
meladang. Nggak masalah.

Kalau di situ kan daerah gurita, menangkap gurita. Dulu harga gurita di situ Rp 
10.000, sekarang sudah Rp 50.000, dengan adanya aktivitas yang kita buat. Saya 
pikir hal-hal positif ini yang harus kita buat. Memang soal pelabuhan ini 
kemarin banyak yang menyatakan belum terasa manfaatnya. Tapi dengan pelabuhan 
itu sudah bisa ekspor gurita, dan luar biasa. Setiap bulan itu ada. Nah 
masyarakat yang bicara itu tadi, karena dia nggak langsung melihatnya. Dia ada 
pengepul, pengepulnya lari ke sini. Kan yang mengelola cold storage kita itu 
Perindo, dan jalan terus. Memang masih banyak yang harus kita isi. Jadi saya 
pikir itu. Kalau insentif, saya kira nggak masalah kalau perlu kita kasih.

Saya akan mulai yang tanpa insentif dulu. Sebenarnya banyak, tanpa insentif 
mereka (nelayan di Pulau Jawa) sebenarnya sudah mau. Tinggal kita hitung.

Pengamanan laut sudah baik dengan adanya AL dan Bakamla. Nah soal insiden kapal 
nelayan China dengan cost guard-nya, ada yang menyebutkan bahwa itu terjadi 
setelah masa depan Satgas 115 tidak jelas. Kemudian kebijakan penenggelaman 
kapal yang akan disetop sampai Plt Gubernur Kepulauan Riau menyebutkan itu 
penyebabnya. Sehingga nelayan China ini berani masuk. Karena sudah tak ada yang 
takut ditenggelamkan?
Kita itu kan bicara penenggelaman kapal, siapa yang menenggelamkan? Dengan cara 
apa? Orang berpikir kan kapal itu ditembak. Bukan cerita yang sebenarnya. 
Menenggelamkan itu kan ditangkap, baru diperintahkan kapal itu untuk 
dimusnahkan. Baru itu namanya penenggelaman. Dulu penenggelaman itu dibakar 
dengan bahan peledak, sekarang sudah dilarang, baru dibolongin kan bawahnya? 
Apakah cara seperti itu ada efek jera? Tidak kan.

Kita akan tetap melakukan penenggelaman. Kalau ada kapal lari tetap kita tembak 
kalau ada alat untuk menembak. Kemarin kita nggak ada menembak saja ketangkap 3 
kapal. Kalau menurut saya ini masih bagus, kalau menurut logika saya. Nggak 
perlu ditenggelamkan. Yang penting begitu mereka mencuri harus kita tangkap. 
Penenggelaman kalau perlu ya tetap kita lakukan. Karena penenggelaman kan tidak 
serta-merta. Harus ditembak peringatan, baru ditembak kapalnya.

Kalau dalam kejadian kemarin. Dia lari melawan, kita ada peluru, ada mortir, ya 
kita tenggelamkan. Selama ini kan nggak ada yang melawan.

Baru kemarin yang melawan. Paling ya dia bikin manuver. Turun jangkar lalu 
memutarkan kapal supaya tidak didatangi. Karena kalau kita datang kan terjerat 
kapal kita, atau cidera. Atau dibakar kapalnya, modus supaya kita takut, 
banyak. Terus kapalnya dikasih nama Indonesia. Macam-macam namanya, Abdi, Bima 
Sakti, sampai Bima Sakit salah menulis itu karena dia nggak mengerti Bahasa 
Indonesia. Banyak itu, dan sangat jelas.

Jadi itu silakan mau dibikin cerita apa. Tapi semangat awak saya jauh lebih 
termotivasi sekarang. Buktinya kalau melihat 3 kapal kemarin itu, mereka 
mungkin sudah mau menyerah sajalah. Kan kencang. Tapi tidak, mereka lawan, 
mereka hajar, mereka hanya modal senjata. Ditembaki kapal mereka itu tidak 
tembus. Senjata kecil, ringan. Kalau ada SMB lain ceritanya, tapi kan kita 
belum dapat. Kalau ada mortir pasti sudah dimortir. Tapi kan tidak ada. Di situ 
mungkin akan terjadi penenggelaman 3 kapal, tapi kan tidak ada (senjatanya). 
Makanya bersyukurlah si Vietnam itu masih hidup semua.

Soal Satgas 115 ini kan sudah Keppres (Keputusan Presiden), nggak mungkin kita 
langgar. Jadi kita tetap jalan. Ini periodenya sudah selesai di 2019, kita 
harus ganti personel dong, penyegaran.

Terus saya juga dapat laporan gaji Satgas 115 ini tak seimbang. Ada yang dapat 
gaji besar, ada yang kecil. Ini yang mau kita perbaiki, tapi tetap gerak. 
Satgas 115 kan juga Angkatan Laut, Bakamla, Polisi, termasuk KKP sendiri. Tanya 
saja siapa yang menangkap kapal-kapal itu? Memangnya Satgas 115 punya senjata? 
Kan tidak. Makanya koordinasi. Nah fungsi koordinasi ini yang tidak bisa 
dihilangkan, tidak boleh.

Dulu dibikin Satgas 115 ini karena ketidakyakinan dengan aparat yang ada. 
Sehingga harus bikin Satgas. Oke sudah ada, kita akan tindak lanjuti. Tapi 
penjagaan kita tetap jalan. Tapi saya tak mau perintah, tenggelamkan! Untuk 
apa? Itu bagi saya hanya sekadar cerita. Orang silakan saja kalau menganggap 
saya lihat. Yang penting lihat kinerja anak-anak saya, PSDKP. Lihat koordinasi 
saya dengan Angkatan Laut, saya sangat diterima. Lihat sama polisi, saya sangat 
diterima. Kita sama kok, sama-sama jaga. Dan saya sangat yakin teman-teman 
polisi itu bangga untuk menjaga tanah airnya. Angkatan Laut juga bangga.

Masalah ada nelayan asing di Natuna ini bukan cerita pertama kali. Sudah dari 
tahun ke tahun terjadi dan di musim-musim panas. Ini kan hanya seolah Menteri 
yang sekarang nggak mampu. Dan saya sendiri biar saja dibilang nggak mampu, 
tapi saya kerja.

Per hari ini saya sudah 7 kapal ketangkap. Tanpa saya banyak omong, tanpa 
ilustrasi ke publik, nggak usah. Yang penting saya tidak tidur, anak buah saya 
makanya semangat.

Anda coba wawancara sama teman-teman yang menangkap. Saya bekali apa ke mereka 
selain semangat? Mereka berangkat.

Kalau ada kapal China di Natuna ya ditangkap sama mereka. Nyatanya kan nggak 
ada. Kalau ada sudah pasti ditangkap, for sure, sangat yakin saya. Nyatanya kan 
nggak ada. Mereka sudah sisir, dan kita akan terus sisir. Di mana? Sebut.

Ya itulah. Memang ada di peta kita 3 cost guard-nya melanggar di situ. Tapi ini 
biarlah urusan diplomasi. Kita juga nggak perlu terpancing. Sudahlah, ini kan 
bukan di zona teritory, ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kan. Bukan di teritorial, 
bukan di 12 mil. Ini di zona ekonomi, yang pemanfaatan laut. Ya kita nggak usah 
merasa gimana. Kita tetap jaga. Yang penting agar ini tak terjadi lagi, kita 
perbanyak saja nelayan kita. Biar tambah orang, banyak isi.

Nelayan-nelayan di situ (Natuna) kan ketakutan karena kapal mereka hanya 5 GT, 
bahkan 2 GT ada masuk ke situ, diusir. Tanya mereka, bukan hanya China, Vietnam 
pun ada cost guard-nya yang datang ke situ. Thailand, Malaysia, Filipina juga 
ada. Mereka baik kadang-kadang. Memberi ikan, memberi bahan bakar. Biasa itu 
kalau sudah di tengah laut. Itulah.

Nah sekarang jadi gosip kan karena ada pertukaran kepemimpinan di dalam KKP. Ya 
mungkin menurut saya karena itu saja. Karena ketika saya menemukan ini semua, 
ini hal yang lumrah yang menurut saya terlalu dibesar-besarkan. Tapi sekali 
lagi ini bagus untuk meningkatkan kewaspadaan kita. Bagi saya, jangan terlalu 
fokus di sini saja. Karena ZEE kita luas, Morotai, di laut Arafuru, di 
Sulawesi, Bitung ke atas itu, kan itu juga perbatasan. Di laut Banda, di 
Samudera Hindia. Kan itu yang perbatasan. Coba itu saja, saya sudah hitung.

Saya terus terang saya akan lakukan ini, dan saya menambah armada-armada 
tangkap kita dan akan dioptimalkan. Ya silakan nanti yang mau memberi masukan, 
menyampaikan ide atau gagasan, kalau mau kritik silakan. Dari pada kritik di 
media, di publik kami kasih (akses). Kita sudah punya Komisi Pemangku 
Kepentingan saya sudah lantik. Silakan ini jadi tempat berdiskusi. Penasihat 
Menteri saya sudah angkat. SK-nya sudah saya keluarkan, tinggal dilantik saja. 
Silakan ini, ada masukan, kami terima. Mau caci, mau maki silakan. Tapi 
bertanggung jawab. Jangan hanya bicara di media, di publik, tapi saya minta 
pertanggung jawaban. Nggak usah kita ngomong lain. Dan apa yang saya sampaikan 
di media ini saya ingin menyampaikan bahwa saya sangat menerima semua jenis 
masukan untuk mempertahankan kedaulatan negara kita. Menghidupkan sektor 
kelautan dan perikanan. Tidak hanya perikanan tangkap, tapi juga perikanan budi 
daya sesuai dengan perintah Presiden.


Lanjut ke halaman berikutnya

Selanjutnya
Halaman


https://finance.detik.com/wawancara-khusus/d-4857495/edhy-prabowo-siap-revisi-kebijakan-susi-meski-kena-bully/3


Senin, 13 Jan 2020 17:48 WIB

Wawancara Khusus Menteri KKP

Edhy Prabowo Siap Revisi Kebijakan Susi Meski Kena Bully

Vadhia Lidyana - detikFinance
Share 0
Tweet 0
Share 0
27 komentar
Foto: Agus Dwi Nugroho / 20detik        Foto: Agus Dwi Nugroho / 20detik


Pak Edhy sebelumnya di DPR, Komisi IV yang mitra kerjanya KKP. Dan Pak Edhy 
posisinya di partai oposisi. Apakah yang disampaikan sekarang sudah disampaikan 
sebelumnya kritik-kritik itu?
Sudah semua. Itu bahkan jadi kesimpulan rapat. Kalau saya mau tangan bersih, 
saya tinggal jalankan kesimpulan rapat 5 tahun lalu. Semua saya jalankan. Dari 
alat tangkap, dari ukuran kapal, ada semua. Termasuk koral. Tapi kan tidak. 
Kita harus bangun komunikasi yang cerdas, jangan emosional.

Wong saya tanya tentang lobster, 'sudah itu alam saja. Biarkan alam, dari pada 
kita kasih makan, menghabiskan energi, bla bla bla'. Loh itu saksinya banyak 
kok. Ada rekamannya bila perlu. Ada kok. Kan saya yang memimpin rapat. Saya 
ketua komisi. Dan saya nggak pernah menutupi ini.

Saya nggak bermaksud menyerang, saya hanya bicara faktanya. Nyatanya kan saya 
yang diserang, saya yang dibully. Tapi saya nggak masalah. Belum tentu yang 
bully itu orang, bisa saja mesin. Maaf ya, kalau dia orang, datang dong ke 
sini. Kasih tahu ke kantor saya, saya terbuka. Datang ke rumah saya. Kasih tahu 
kenapa keberatan dengan kebijakan yang saya ambil? Wong kebijakannya belum 
dirilis.

Apa saya salah melakukan inisiatif? Kalau saya salah kasih tahu dong. Kantor 
saya ada, tim ada. Dan saya nggak pernah menutup diri. Jadi apa? Masalah 
penenggelaman kapal? Mau kita blak-blakan soal penenggelaman kapal? Apa? 
Satgas? Satgas ada kok. Saya tinggal pilih orang untuk memperbaiki Satgas.

Penyempurnaan organisasi? Saya nggak maksud menceritakan kejelekkan orang. 
Memang faktanya ada 151 jabatan kosong. Baru saya selesaikan, belum lama. 151 
jabatan kosong saya isi semua. Banyak juga yang menyalahkan. Sudah yang penting 
isi dulu. Karena organisasi itu kalau kosong timpang, nggak bisa kerja optimal. 
Jangan harap lari kencang.

Ibaratkan jari kaki kita cantengan, larinya juga pincang. Apalagi organisasi 
dengan 150 orang kosong. Ini rasional saya. Saya bukan orang pintar, makanya 
saya masih terus sekolah, masih terus belajar. Kalau orang pintar kan nggak 
perlu sekolah lagi. Kalau saya kan begitu.

Soal China menjadi ironi, China mencuri ikan di perairan kita, tapi kita 
mengimpor ikan dari China. Sampai 40% ikan beku?
Sampai 40% saya nggak tahu ya. Tapi kita mengimpor ikan ada. Tak hanya dari 
China. Salmon itu kan kita nggak punya salmon. Dari mana saja itu. Makarel kan 
kita nggak punya. Beberapa ikan yang dipakai untuk bahan industri, tapi 
produksi kita hanya sedikit, terpaksa kita harus memenuhi kebutuhan industri.

Kita nggak boleh juga tutup mata dengan pertumbuhan industri yang ada. Jadi 
saya pikir bukan itu masalahnya. Yang jelas kalau pun kita mengimpor dari 
China, China juga siap kok menerima ekspor dari kita. Itu komitmen. Dan 
komitmen itu kan juga harus ditunjukkan seperti apa.

Mereka sudah berapa kali mengirim pengusaha-pengusahanya ketemu, dan mereka 
sangat siap. Mereka tak akan terjun di penangkapan, mereka minta peluang. Semua 
industri hasil tangkap siap mereka terima, dan mereka siap membangun industri 
turunannya di Indonesia. Dan mereka siap membantu banyak. Ini kan harus kita 
buktikan.

Dan kemarin juga saya dengar Dubes China sudah bicara di media, mereka mengakui 
hubungan dengan kita baik. Tapi sebagai sahabat ada salah persepsi biasa kan. 
Ya mereka yakin bisa laksanakan. Kita juga sebaliknya yakin.

Saya kok menilai kita nggak usah terpancing jauh. Kalau dihitung, ya hitung 
rapi saja berapa kerugian. Kan kita nggak melihat juga. Kayak kemarin 
kapal-kapal Vietnam yang kita tangkap saja kan dia nggak ada ikan yang luar 
biasa banyak di situ.

Dan saya yakin akan terus banyak, walaupun ditangkap mereka akan lakukan lagi.

Investasi China akan ditempatkan di mana?
Di industri. Termasuk industri kapal, karena industri kapal kita kan nggak 
terlalu banyak, masih belum banyak mungkin ya. Tapi industri pengolahan, 
industri turunan lainnya akan kita buka.

Dan sebetulnya sebelumnya sudah banyak juga. China, Jepang, Korea, India juga 
sudah masuk. Termasuk di budi daya, ini akan kita buka juga. Sekarang China 
sudah masuk di budi daya Lingga di Kepulauan Riau. Sudah masuk, sudah 
melakukan. Dan banyak tempat di Indonesia yang saya sangat yakin pertumbuhan di 
sektor budi daya, termasuk udang yang Pak Jokowi, Pak Presiden memerintahkan 
saya fokus, nggak usah banyak-banyak. Satu yang penting benar.

Karena beliau kan saya laporkan budi daya udang kita belum efisien. Karena 
masyarakat kita 1 hektare (Ha) itu hanya menghasilkan 1 ton per tahun. Padahal 
kalau intensif itu bisa sampai 50 ton per tahun. Jadi kalau masyarakat kita 
tingkatkan 5 ton saja kan sudah 400% peningkatan.

Sementara tambak di Indonesia sudah sampai 600.000. Itu 300.000-nya udah. Ini 
kan kalau optimal penuh, kalau sampai 1 ton peningkatan jadi 5 ton itu kan 
400%. Kalau 100.000 Ha, jadi 500.000 Ha, sudah meningkat berapa dari yang ada 
saat ini.

Jadi saya pikir banyak sekali peluang. Tentunya tidak mudah. Kemarin saya ke 
daerah Mempawah, Kalimantan Barat. Sebelahnya juga tempat budi daya ikan 
arwana. Mereka juga punya lahan yang luas sekali. 70 kali dari luas kota 
Pontianak yang luasnya 10.000 Ha. Jadi 700.000 Ha.

Arwana itu ekspor. Tapi tak hanya arwana, bisa juga tambaknya. Tadi pagi juga 
saya menemui Bupati Pidi, garam di sana mereka minta industri garam karena 
lumayan tinggi harganya. Bahkan mereka minta dibuat pelabuhan pendaratan ikan.

Jadi setiap daerah, setiap kesempatan mereka datang saya selalu terima. Saya 
ingin dibangun. Meski anggaran kita terbatas, kita dulukan yang mana. Yang 
rajin, itu kita dahulukan. Dan saya yakin akan bergilir.

Begitu ini jadi, terbentuk, feed back-nya itu yang ke luar. Seperti SKPT yang 
ada hanya belum optimal. Pelabuhan-pelabuhan yang dibangun belum sempurna, tapi 
ini kan harus terus dibina. Kan nggak bisa langsung tumbuh.

Seperti di Untia, sudah dibangun belasan tahun tapi masih saja ada kekurangan. 
Nah pada saat kekurangan itulah kita isi. Ada perumahan yang dibangun PU, tapi 
airnya nggak ada. Ada penampung airnya, tapi menarik airnya susah. Ini kan 
harus dikomunikasikan semua pihak. Ada perumahan anak sekolah nggak ada bus, 
alhamdulillah Wali Kota mau ngasih. Ini nanti kita cari dari perhubungan bus. 
Ini nggak masalah, hal-hal kecil ini bisa kita cari. Ini yang jadi permasalahan 
utama. Kalau kita pemimpin semua mau mendengar keluhan dengan telaten, dengan 
teliti, saya pikir hal-hal itu bisa terjawab.

Dan saya tak ada masalah dengan itu. Saya 3 periode menjadi Anggota DPR dengan 
suara yang tidak sedikit, naik terus. Akhirnya apa? Saya sudah terbiasa 
menghadapi ini. Bagi saya menjadi Menteri adalah kebanggaan. Kalau ditanya 
lebih santai di mana, ya lebih santai di DPR. Tapi di sini kan punya 
kebanggaan, punya kekuatan dan bisa melakukan. Kalau di DPR itu kan legislasi, 
mengawasi, membuat peraturan, Undang-undang (UU). Tapi kan pelaksanaannya ada 
di kita. Makanya komunikasi harus jalan dengan baik. Saya merasa dengan DPR 
komunikasi baik, dengan DPD juga, dan dengan Pemda tak ada masalah.
Halaman





Kirim email ke