-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://news.detik.com/kolom/d-4879492/perang-saudara-berebut-wagub-jakarta?tag_from=wp_cb_kolom_list


Kolom

'Perang Saudara' Berebut Wagub Jakarta

Adi Prayitno - detikNews
Kamis, 30 Jan 2020 17:30 WIB
2 komentar
SHARE URL telah disalin
Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom
Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Hilal politik soal posisi Wagub DKI Jakarta mulai menemui titik terang. 
Gerindra dan PKS sepakat mengusung jagoan masing-masing bersaing secara 
terbuka. Gerindra menjagokan Ahmad Riza Patria dan PKS mendorong Nurmansyah 
Lubis untuk bertarung. Dua sosok yang dinilai sebagai titik temu kompromi 
politik dari deadlock tak berkesudahan. Ini layak disyukuri karena Jakarta 
dalam waktu dekat punya wagub setelah sekian lama ditinggal Sandiaga Uno maju 
pilpres.

Secara politik, munculnya nama calon dari Gerindra dan PKS ibarat 'perang 
saudara' berebut posisi Wagub DKI Jakarta. Dua partai pengusung utama Anies 
Baswedan dan Sandiaga Uno. Dua partai yang selama lima tahun memamerkan 
kemesraan sembari menegaskan sikap oposisi terhadap pemerintah. Bahkan di level 
daerah, partai besutan Prabowo Subianto dan Sohibul Iman ini kerap menjadi 
penantang utama calon yang diusung partai koalisi Jokowi. Keduanya solid sukar 
digoyang berbagai manuver politik apapun.

Setelah Prabowo membawa Gerindra masuk koalisi Jokowi, suasana politik berubah 
total. Hubungan keduanya mulai memanas. Tak lagi mesra seperti beberapa waktu 
lalu. Hubungan tak mesra ini salah satunya berdampak pada posisi Wagub DKI 
Jakarta yang menjadi 'jatah' PKS. Keadaan seketika berubah dramatis. Di tengah 
kebuntuan, Gerindra mengusung Ahmad Riza Patria bertarung melawan jawara PKS 
Nurmansyah Lubis. Alasannya sederhana; dua sosok nama yang disodorkan PKS 
sebelumnya, yakni Ahmad Shaikhu dan Agung Julianto ditolak politisi Kebon Sirih.

Dari sinilah cerita pecah kongsi dimulai. PKS menuding Gerindra sejak awal tak 
pernah ikhlas memberikan posisi wagub ke PKS. Bahkan dalam berbagai kesempatan, 
sejumlah elite PKS meyakini ada peran signifikan Gerindra menolak dua calon 
yang dipatok harga mati itu. PKS menuding Gerindra bermanuver agresif agar 
paripurna DPRD Jakarta tak pernah kuorum. Intinya, itu siasat menolak memilih 
Ahmad Shaiku dan Agung Yulianto sebagai wakil Anies Baswedan.

Publik melihat PKS terlampau percaya Gerindra soal posisi Wagub Jakarta. 
Mestinya PKS sejak awal sadar golden ticket wagub tak jatuh dari langit, tapi 
harus diperjuangkan. Butuh lobi meyakinkan semua fraksi di Kebon Sirih memilih 
dua jagoan yang mereka usung. Politik bukan lagi soal pasrah atas kehendak dan 
takdir Tuhan. Tapi ada ikhtiar serupa rekayasa dan negosiasi. Itulah sejatinya 
politik. Asketisme politik PKS yang cenderung pasrah takdir Tuhan dalam banyak 
hal membuat partai dakwah ini kesulitan merebut posisi Wagub DKI Jakarta.

Nasi sudah jadi bubur. PKS tak perlu larut meratapi tiket wagub yang terpaksa 
harus dibagi ke Gerindra. Tak ada pilihan lain bagi PKS selain harus kerja 
maksimal mengkapitalisasi semua sumber daya politik memenangkan 'perang 
saudara' ini. Meski berat melawan Gerindra, dalam politik apapun bisa terjadi. 
Tak ada pemenang sebelum ada keputusan definitif. Layar sudah terbentang 
pantang mundur surut ke belakang.

Beradu Kuat

Publik cuma bisa meraba-raba soal siapa yang kemungkinan besar berpeluang 
menang. Secara umum, head to head antara Ahmad Riza Patria dan Nurmansyah Lubis 
relatif sepadan. Saling mengungguli dan saling mengalahkan. Riza Patria 
merupakan sosok politisi matang. Anggota DPR Gerindra dua periode yang sosoknya 
menasional. Tentu bekal pengalaman politiknya berlimpah. Meski begitu, Riza 
Patria selama ini dinilai tak terlampau engage dengan urusan Jakarta yang 
rumit. Lebih banyak fokus urusan nasional.

Sementara Nurmansyah Lubis mantan anggota DPRD DKI Jakarta dua periode. Dinilai 
ahli di bidang anggaran. Supel, gaul, dan pecinta kopi. Ia merepresentasikan 
potret kader PKS yang fleksibel terbuka bagi semua kalangan. Meski sosoknya tak 
menasional seperti Riza Patria, namun kemampuan memahami seluk beluk Ibu Kota 
tak perlu diragukan. Ia tumbuh besar mengabdi untuk Jakarta.

Pada level figur, Riza Patria dan Nurmansyah Lubis berimbang. Problemnya, 
pemilihan Wagub DKI Jakarta melampaui kekuatan figur personal kandidat. 
Melainkan sejauh mana gerilya politik Gerindra dan PKS meyakinkan fraksi lain 
untuk memilih jagoan mereka. Inilah medan pertarungan yang sesungguhnya. Dalam 
konteks ini, publik cenderung melihat Gerindra lebih diunggulkan. Salah satunya 
karena Gerindra menjadi bagian koalisi pemerintah.

Sentimen satu kolam koalisi pemerintahan bisa dijadikan Gerindra sebagai 
instrumen perekat merangkul fraksi lainnya. Sementara PKS nyaris sendirian tak 
punya partner koalisi sejati. Apalagi PKS punya 'musuh baru', yakni PSI yang 
selalu berseberangan. Paling mungkin PKS bisa meminta bala bantuan PAN dan 
Nasdem yang belakangan terlihat intim dengan PKS. Nasdem sangat mungkin 
diandalkan untuk meyakinkan fraksi lain melawan Gerindra. Bahkan Nasdem bisa 
menjadi faktor kunci yang bisa memenangkan Nurmansyah Lubis.

Oleh karena itu, pemenang berebut posisi Wagub DKI Jakarta masih misteri. Belum 
terlihat siapa yang bakal jadi juara. Semua infrastruktur politik terus 
diupayakan untuk menang. Misalnya, PKS mulai mengusulkan pentingnya fit and 
proper test untuk melihat kompetensi calon. PKS melihat, terutama penguasaan 
panggung debat, Nurmansyah Lubis lebih unggul ketimbang Riza Patria yang dalam 
debat sejumlah di stasiun TV swasta relatif kaku. Perang saudara dua partai 
yang pernah bersekutu ini layak ditunggu. Menarik dan pastinya penuh intrik 
politik.

Pertaruhan Kinerja

Terlepas siapapun yang terpilih menjadi Wagub DKI Jakarta, satu hal yang pasti, 
yakni pertaruhan kinerja menuntaskan berbagai persoalan Ibu Kota. Posisi wagub 
tentu bukan semata 'ban serep' pelengkap posisi politis administratif 
pemerintah daerah, melainkan jaminan bisa berkolaborasi dan membantu Anies 
Baswedan menuntaskan semua janji politiknya. Terutama soal keadilan ekonomi 
distributif serta solusi mengatasi banjir dan macet.

Dua tahun belakangan Anies Baswedan terlihat babak belur sendirian menjadi 
sasaran kritik. Kebijakan politiknya dinilai tak matang, grasa-grusu, tak 
rasional, hingga persoalan banjir yang selalu menjadi komoditas politik 
menyerang Anies. Tak berlebihan kiranya jika ekspektasi publik terhadap 
kehadiran wagub baru begitu besar agar bisa membantu kerja Anies. Bukan lagi 
sebatas wacana berselancar bermain indahnya kata-kata.

Suka tak suka, kemenangan Anies Baswedan dalam Pilkada 2017 menyisakan banyak 
luka. Mengaduk-aduk suasana batin kebangsaan. Memunculkan friksi yang terbelah 
ekstrem. Perang ayat dan tagar tak berkesudahan. Bekas luka itu masih membekas 
hingga saat ini. Sukar diobati. Terus mengeras bagai noda yang mendarah daging. 
Luka efek Pilkada Jakarta terasa menyakitkan memang. Karenanya, kerja nyata 
solusi utama meredam kritik itu.

Tak mengherankan jika kinerja Anies akan selalu dibanding-bandingkan dengan 
Ahok sang rival utama. Anies tentu tak bisa berkelit dengan retorika indah. 
Harus dijawab dengan bukti nyata. Misalnya soal solusi mengatasi banjir 
Jakarta. Dalam konteks inilah posisi wagub dirasa signifikansinya. Terobosan 
apa yang bisa diberikan kepada warga Jakarta mengatasi persoalan banjir. Dan 
tentu isu-isu lain yang bisa menopang janji politik Anies Baswedan.

Sekali lagi, wagub terpilih nantinya harus bisa pamer kehebatan membenahi 
Jakarta. Dalam politik, pamer kebolehan tak diharamkan. Bahkan sangat 
dianjurkan sebagai legacy bisa membenahi berbagai persoalan Ibu Kota. Klaim 
kesuksesan tak bisa diukur sepihak, apalagi hanya diukur dengan perasaan; fakta 
dan kerja nyata yang harus bicara. Inilah tantangan utama wagub pendamping 
Anies Baswedan sebagai gubernur 'rasa' Indonesia.

Adi Prayitno Direktur Eksekutif Parameter Politik dan dosen FISIP UIN Jakarta

(mmu/mmu)
wagub dki pengganti sandi
berebut kursi wagub dki






  • [GELORA45] 'Perang Saudara' ... 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]

Kirim email ke