-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://news.detik.com/kolom/d-4950316/cara-taiwan-menghadapi-wabah-corona?tag_from=wp_cb_kolom_list


Kolom

Cara Taiwan Menghadapi Wabah Corona

Deliarnur - detikNews
Senin, 23 Mar 2020 17:35 WIB
4 komentar
SHARE URL telah disalin
Pengobatan Corona
Foto: shutterstock
Jakarta -

Jarak Taiwan ke China (Daratan) yang menjadi episentrum awal wabah corona 
adalah 130 kilometer. Sementara jarak Italia ke China 7.633 kilometer. Namun 
kalau kita buka data yang dipublikasikan Worldmeter perihal wabah corona yang 
sekarang melanda dunia, per 22 Maret dari total 306.892 kasus orang terjangkit 
virus serta total 13.025 meninggal dunia karena virus tersebut di seluruh 
dunia, di Italia ada 53.578 kasus di mana 4.825 orang di antaranya meninggal.

Sementara di Taiwan, ada 153 kasus orang terjangkit virus corona dengan dua 
orang meninggal. Data tersebut tidak berbeda dengan data yang dipublikasikan 
oleh John Hopkins University Corona Virus Resource Centre. Untuk negara yang 
bertetangga dekat dengan pusat wabah, jelas angka tersebut adalah sebuah 
capaian luar biasa yang mesti diapresiasi

Memberikan pandangannya tentang cara Taiwan menghadapi Coronavirus, Anders Fogh 
Rasmussen, Perdana Mentri Denmark tahun 2001-2009 menulis di Majalah Time 
dengan judul Taiwan has been shout out of Global Health Discussion. Its 
Participation Coud Have Save Lives:

Eight hundred and fifty thousand of Taiwan's 23 million citizens reside in 
mainland China. Four hundred thousand work there. At its narrowest point, the 
Taiwan Strait between the island and the mainland is just 130 km. So, by all 
accounts, Taiwan should be in the midst a major coronavirus outbreak. Instead, 
as of March 18, it had seen just 100 cases compared to the more than 80,000 in 
China and the tens of thousands in several countries in Europe.

Karenanya menurut Anders, dunia kesehatan global mestinya belajar dari cara 
Taiwan menghadapi wabah Covid-19 ini. Sayangnya, Taiwan dengan sistem kesehatan 
kelas dunianya justru seperti dikucilkan dari pergaulan dunia internasional. 
Kebijakan "One China" telah membuat Taipei tertolak dari berbagai even 
internasional padahal sebelumnya bisa hadir sebagai observer.

Hal ini juga dilakukan oleh WHO, yang dianggap sebagai otoritas kesehatan 
tertinggi di dunia, terhadap Taiwan. Sampai 2016, Taiwan masih diperbolehkan 
berpartisipasi dalam pertemuan tahunan WHO sebagai a non-state actor. Sayangnya 
selama tiga tahun terakhir, permintaan Taiwan untuk terlibat dalam pertemuan 
rutin WHO ditolak.

Apabila Taiwan ingin terlibat dalam pertemuan pakar kesehatan untuk 
mengidentifikasi tantangan dunia kesehatan yang diinisiasi WHO, mereka harus 
mengajukan permintaan, bukan diundang seperti anggota WHO lainnya. Ironisnya, 
setiap kali Taiwan mengajukan permintaan, WHO selalu menolaknya. Karenanya 
selama tiga tahun terakhir Taiwan tidak diikutsertakan dalam pembahasan 
vaccines influenza.

Lalu, bagaimana cara Taiwan menghadapi wabah Covid-19 ini?

Masih dalam tulisan yang sama, Anders Fogh Rosmussen mengemukakan bahwa 
kekuatan Taiwan dalam menghadapi corona ada pada "deploying a combination of 
big data, transparency and central command." Pola yang diterapkan Taiwan ini 
menurut Anders tidaklah muncul begitu saja. Taiwan belajar banyak dari wabah 
SARS pada 2003. Karenanya ketika Covid-19 pecah pertama kali di Wuhan, Taiwan 
sudah siap menghadapinya.

Karena itu keliru kalau jubir Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia 
seperti juga negara-negara lain di dunia tidak bisa memprediksi wabah Covid-19, 
dan negara-negara di dunia juga tidak mempunyai persiapan menghadapinya.

Apa yang diungkap Rosmussen ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang 
disampaikan oleh Centre for Policy, Outcomes, and Prevention Stanford 
University, Amerika. Menurut direkturnya, Dr Jason Wang, dalam akun Youtube 
nowthis, Taiwan itu: Before people said, 'ready, set, go', they were already 
preparing for it. So when people said go, they were running.

Menurut Wang, Taiwan memulai langkah menghadapi wabah Covid-19 pada Desember 
2019, ketika pertama kali wabah ini muncul di Wuhan. Ketika ada pesawat datang 
dari Wuhan, Taiwan bergerak cepat memeriksanya. Sebelum pesawat itu mendarat, 
mereka memeriksa gejala penumpang. Petugas yang ditunjuk sangat hati-hati untuk 
mendeteksi kedatangan virus dari Wuhan itu.

Taiwan langsung mengaktifkan National Health Command Centre yang telah mereka 
siapkan setelah wabah SARS pada 2004. Pengaktifan ini memungkinkan pemerintah 
memiliki dasar koordinasi antardepartemen di pemerintahan dalam menghadap wabah 
Covid-19.

Selain itu, Taiwan juga menggunakan Big Data yang diintegrasikan dengan data 
dari National Health Insurance serta data base Imigrasi dan Bea Cukai. Sehingga 
ketika seorang dokter memeriksa seorang pasien, dia sudah tahu bahwa pasien 
tersebut telah melakukan perjalanan ke mana saja. Pemeriksaan pun akan berjalan 
lebih cepat.

Ketika ada seorang datang dari Wuhan, dokter tidak lagi bertanya mereka datang 
dari mana, tapi bertanya lebih dalam apakah mereka mengalami demam atau batuk, 
dan mereka akan memintanya untuk mengikuti tes Covid-19. Taiwan 
mengintegrasikan data dan menggunakannya untuk mendeteksi kedatangan penyakit 
menular.

Selain itu, pemerintah juga menggunakan telepon selular serta data lokasi untuk 
mengkarantina masyarakatnya. Pegawai dinas kesehatan akan menghubungi traveler 
yang ada dalam karantina, dua atau tiga kali untuk memastikan bahwa gejala yang 
mereka alami tidak bertambah buruk.

Apabila gejala yang mereka alami bertambah buruk, maka mereka akan mendatangkan 
dokter. Apabila dokter tidak datang dan mereka akan meneruskan mengkarantina 
diri di rumah, maka pegawai pemerintah Taiwan akan mengantarkan makanan ke 
rumah mereka.

Namun apabila orang tersebut keluar rumah, tidak patuh mengikuti instruksi 
karantina, maka petugas akan datang ke rumahnya untuk memberi denda besar. 
Sebaliknya, kalau mereka tinggal di rumah, mereka akan dibayar. Karenanya, 
orang tidak perlu khawatir untuk diam di rumah, karena selain disiapkan 
makanan, dia juga dibayar.

Pemerintah juga mengantisipasi kekurangan suplai alat-alat medis. Pembuatan 
masker serta distribusinya dikontrol dengan ketat oleh pemerintah. Mereka 
menyadari bahwa ini adalah material yang sangat penting dalam menghadapi 
epidemik. Taiwan mengimplementasikan lebih dari 120 protokol selama penyebaran 
wabah ini.

Mereka juga menahan kedatangan masyarakat ke rumah sakit. Apabila mereka 
mengalami gejala kemudian demam, mereka akan dibawa ke tempat lain untuk 
dirawat. Prosedur ini berlaku sama di setiap institusi.

Selain itu, di gedung-gedung umum apabila orang berjalan, terdapat scanner yang 
akan mendeteksi apakah orang mempunyai demam atau tidak. Bila dia demam, maka 
dia tidak bisa memasuki gedung secara otomatis. Karenanya sekolah tetap buka, 
anak-anak tetap pergi ke sekolah, dan suhu badannya sudah tersimpan di komputer.

Di Amerika, sampai Maret terdapat 14.000 kasus corona. Tapi menurut Wang, angka 
realnya mesti jauh lebih tinggi. Karena Amerika terlambat melakukan tes. 
Menurut Wang, pemerintah federal Amerika beserta beberapa negara bagian tidak 
memberikan perhatian besar terhadap infrastruktur kesehatan seperti yang 
ditunjukkan Taiwan. Karenanya Amerika tidak bergerak cepat ketika wabah ini 
datang. Amerika adalah negara yang terlambat merespons wabah corona

Di luar infrastruktur kesehatan Taiwan yang sudah siap menghadapi wabah, adalah 
hal yang menarik melihat pada faktor sosial dan budaya Taiwan. Seorang Youtuber 
bernama Lukas Engstrom dalam videonya yang berjudul Covid-19 in France, Sweden 
and Canada vs Taiwan mengungkapkan sisi sosial budaya Taiwan dibanding beberapa 
negara Eropa.

Menurut Engstrom, beberapa negara Eropa mempunyai kebiasaan bersalaman, 
berangkulan, dan cium pipi ketika bertemu. Bahkan negara seperti Prancis 
mempunyai istilah france kisses untuk menggambarkan kebiasaan mereka ketika 
bertemu. Padahal sebagaimana diketahui, kebiasaan seperti itu mempermudah 
penularan virus. Sementara di Taiwan, orang cukup mengangkat dan menggoyangkan 
tangan.

Deliarnur Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)

(mmu/mmu)







Kirim email ke