-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1827-korupsi-tambang



Kamis 14 Mei 2020, 05:30 WIB

Korupsi Tambang

Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group | Editorial
 
Korupsi Tambang

MI/Ebet
Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group.

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat kesal bukan main. Kesal karena 
menemukan fakta izin pertambangan lebih luas dari daratan yang ada di 
Kalimantan Timur. Fakta yang sama juga ditemukan di Sulawesi Tenggara.

Izin pertambangan memang sumber masalah. Disebut sumber masalah karena izin 
tidak pernah mempertimbangkan politik pertambangan yang mestinya dibangun di 
atas fondasi keadilan antargenerasi.

Dalam perspektif keadilan antargenerasi itulah patut ditelaah pengesahan RUU 
Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu 
Bara (Minerba), yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (12/5).

Harus jujur diakui bahwa pertambangan tidak ramah anak, pemilik masa depan. 
Lubang tambang dibiarkan menganga oleh perusahaan meski secara hukum mereka 
wajib mereklamasi bekas galian setelah eksplorasi. Setidaknya 36 orang, yang 
sebagian besar anak di bawah umur, meregang nyawa di lubang tambang di sejumlah 
wilayah Kalimantan Timur sejak 2011.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menggugat keberadaan tambang. Ia prihatin 
karena sebagian besar penduduk miskin di negeri ini berada di daerah dengan 
sumber daya alam (SDA) yang melimpah, seperti Sumatra, Kalimantan, dan Papua.

Dengan demikian, asumsi bahwa tambang menyejahterakan penduduk lokal ialah 
ilusi. Akan tetapi, menyamaratakan semua tambang juga bukan sikap bijak. Masih 
ada tambang yang baik.

Tegas dikatakan bahwa minerba di dalam perut pertiwi merupakan sumber daya alam 
yang tak terbarukan. Karena itu, pengelolaannya perlu dilakukan secara efi 
sien, transparan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan 
agar memperoleh manfaat sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat secara 
berkelanjutan.

Kata kuncinya ialah berkelanjutan yang di dalamnya mengandung makna keadilan 
antargenerasi. Karena itu, daerah terlebih dahulu menyusun tata ruang, bukan 
tata uang, yang diawali dengan studi ilmiah. Sering terjadi, tata ruang di 
daerah dibuat fl eksibel sehingga terbuka celah korupsi perizinan.

Fakta itu terungkap dalam Naskah Akademik RUU Minerba yang diterbitkan DPR 
(2018). Disebutkan, beberapa kasus karut-marutnya pengelolaan perizinan, 
pengawasan, dan kerusakan lingkungan, serta konfl ik masyarakat di sekitar 
dengan pemegang izin tambang di daerah merefl eksikan sisi negatif pengelolaan 
SDA dalam era otonomi.

Lumrah terjadi, kepala daerah malah menjadikan dirinya sebagai perwakilan 
perusahaan saat bernegosiasi dengan masyarakat pemilik lahan. Bahkan, dalam 
beberapa kasus, kepala daerah ikut-ikutan mengintimidasi pemilik lahan.

Karut-marut perizinan tambang oleh kepala daerah itulah salah satu petimbangan 
dalam RUU Minerba. Kewenangan gubernur dan bupati/wali kota untuk memberi izin 
dicabut dengan menghapus ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 UU 4/2009. Seluruh 
kewenangan daerah terkait izin tambang diambil alih oleh pusat.

Apakah dengan demikian korupsi tambang dikembalikan ke pusat? Pada titik inilah 
peran KPK sangat dibutuhkan. Kiranya lebih mudah bagi KPK untuk memelototi izin 
tambang di pusat ketimbang izin tambang disebar ke 34 provinsi dan 514 
kabupaten/kota.

Keadilan antargenerasi juga diperhatikan di dalam rumusan terkait pascatambang. 
Tersurat kewajiban perusahaan di Pasal 123A soal reklamasi pascatambang hingga 
mencapai tingkat keberhasilan 100% dan kewajiban menempatkan dana jaminan 
reklamasi.

Pengingkaran atas kewajiban reklamasi dan penempatan dana jaminan ialah 
perbuatan kejahatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda 
paling banyak Rp100 miliar. Ancaman pidana itu yang tidak ada dalam UU Minerba 
lama sehingga suka-suka peruhaaan tambang meninggalkan lubang menganga.

Mudah-mudahan tidak ada lagi bocah yang mengalami nasib buruk seperti Ahmad 
Setiawan. Bocah kelas IV SD di Samarinda, Kalimantan Timur, itu ditemukan 
meninggal di kolam bekas tambang di kampung Pinang pada Juni tahun lalu.

Kisah pilu bocah korban lubang bekas tambang bukan cerita baru. Jaringan 
Advokasi Tambang mencatat ada 140 orang meninggal di lubang tambang selama 
2014- 2018. Jangan sekali-kali membentang karpet merah untuk pemilik perusahaan 
tambang yang meninggalkan lubang menganga.

 











Kirim email ke