Ya, itu repotnya. Kalau di zaman kekaisaran Tiongkok zaman dulu,
raja kalau mati akan digantikan putera mahkotanya, tetapi anak
pejabat tinggi di istana, tidak boleh jadi pejabat di istana nantinya,
takut akan membentuk dinasti kekuasaan. Mereka hanya boleh
pegang jabatan rendah di luar ibukota. Tetapi cucu pejabat istana,
boleh nantinya kalau kapabel menjabat pekerjaan di istana.
Apa DPR yang maunya juga bikin dinasti, berani bikin aturan
anak presiden tidak boleh jadi presiden, cucunya boleh?

Op wo 29 jul. 2020 om 11:08 schreef Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com
[GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>:

>
>
> *Untuk memperkuat kedudukan rezim semi feodal neo-Mojopahit
> dibutuhkan dinasti kekuasaan secara turun temurun, kata ahli ilmu
> Abakadabra.*
>
> On Tue, Jul 28, 2020 at 6:35 PM 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl
> [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> wrote:
>
>>
>>
>>
>>
>> --
>> j.gedearka <j..gedea...@upcmail.nl <j.gedea...@upcmail.nl>>
>>
>>
>> https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2073-politik-dinasti-terserah-rakyat
>>
>> Selasa 28 Juli 2020, 05:00 WIB
>>
>> Politik Dinasti, Terserah Rakyat
>>
>> Administrator | Editorial
>>
>>   Politik Dinasti, Terserah Rakyat MI/Seno Ilustrasi. SETIAP kali
>> pemilihan umum kepala daerah atau pilkada dihelat, pada saat itu pula
>> politik kekerabatan dipertontonkan. Pun dengan Pilkada 2020 kali ini,
>> politik dinasti yang sebenarnya merupakan cara paling tradisional untuk
>> mendapatkan kekuasaan kembali mengemuka. Sejumlah anak pejabat dipastikan
>> akan meramaikan kontestasi pada Desember nanti. Tak tanggung-tanggung, ada
>> anak dan menantu Presiden Joko Widodo, yaitu Gibran Rakabuming Raka dan
>> Bobby Nasution. Gibran diusung PDIP sebagai calon Wali Kota Surakarta, Jawa
>> Tengah, sedangkan Bobby akan berebut kursi Wali Kota Medan, Sumatra Utara.
>> Masih banyak lagi kerabat pejabat yang memburu kekuasaan. Sebut saja
>> keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yakni Saraswati
>> Djokohadikusumo, sebagai bakal calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan. Ada
>> pula Siti Nur Azizah, putri Wapres Ma’ruf Amin, sebagai bakal kandidat Wali
>> Kota Tangsel. Politik dinasti memang bukan hal baru. Ia bahkan sudah
>> menjadi warna kekuasaan sejak ratusan tahun silam, mulai zaman kerajaan
>> hingga era penjajahan. Ia bukanlah model yang baik buat demokrasi, tetapi
>> dijadikan kendaraan oleh sebagian orang untuk menggapai kekuasaan. Berulang
>> kali melalui forum ini kita menyuarakan wajah buruk politik dinasti. Yang
>> pasti, politik dinasti menjungkirbalikkan prinsip kesetaraan kontestasi
>> sebagai napas demokrasi. Yang pasti, ia menjadi penghalang untuk distribusi
>> kekuasaan yang berkeadilan. Dan, lebih jauh lagi, politik dinasti
>> berpotensi menjadi benih bagi berkembang biaknya korupsi Namun, ketika
>> sebuah keluarga surplus syahwat untuk berkuasa, semua sisi negatif itu
>> tiada artinya. Mereka asyik dengan kacamata kuda bahwa politik dinasti
>> bukanlah sesuatu yang diharamkan di Republik ini... Putusan Mahkamah
>> Konstitusi No 33/PUUXIII/ 2015 memang telah memberikan landasan legal
>> formal bagi politik dinasti di Indonesia dengan alasan untuk mencegah
>> terjadinya diskriminasi. Celakanya lagi, partai politik yang semestinya
>> menjadi pejuang bagi terwujudnya demokrasi berkualitas justru tenggelam
>> dalam pusaran kelam politik dinasti. Demi kepentingan tertentu, mereka
>> mengakomodasi calon dari trah tertentu, tak peduli meski kualitasnya belum
>> teruji. Mereka abai kendati sang calon baru dalam hitungan bulan menjadi
>> kader lalu mendepak kader lain yang sudah puluhan tahun berjuang dari
>> bawah. Begitulah, ibarat pepatah tumbu ketemu tutup, yang penting
>> kepentingan partai politik klop dengan kepentingan calon dari kerabat
>> pejabat. Kedua pihak sama- sama untung, tapi demokrasi rugi, rakyat juga
>> rugi karena tak diberi pilihan yang bermutu. Berbeda dengan fenomena di
>> negara-negara lain, utamanya Amerika Serikat yang selalu dijadikan
>> pembenaran dari pendukung politik dinasti, politik kekerabatan di negeri
>> ini pantang dibiarkan. Ia tak boleh terus-menerus men jadi penghalang bagi
>> orang-orang yang ber darah merah, bukan berdarah biru, untuk mengikuti
>> kontestasi. Untuk jangka panjang, penurunan ambang batas pencalonan kepala
>> daerah yang saat ini sebesar 20% mutlak dilakukan. Ambang batas itu jelas
>> terlalu tinggi sehingga membatasi jumlah calon yang berkompetisi.
>> Syarat-syarat calon independen harus dipermudah pula. Untuk jangka pendek,
>> saatnya rakyat sebagai penentu utama dalam pilkada dengan cerdas unjuk
>> kuasa. Harus disadari bahwa politik dinasti adalah racun mematikan bagi
>> demokrasi sehingga wajib dihindari. Tidak memilih kandidat yang jelas-jelas
>> hendak melanggengkan politik dinasti ialah pilihan tepat, bahkan seandainya
>> dia menjadi calon tunggal dan melawan kotak kosong. Kita tak mungkin lagi
>> berharap ada aturan pelarangan politik dinasti. Berharap kepada partai
>> politik pun jauh panggang dari api. Karena itu, daripada menggantungkan asa
>> yang tak pasti, akan lebih baik jika rakyat unjuk kekuatan untuk melawan
>> politik dinasti di Pilkada 2020 ini. Politik dinasti, ya, terserah rakyat.
>>
>> Sumber:
>> https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2073-politik-dinasti-terserah-rakyat
>>
>> 
>

Kirim email ke