-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1933-tak-ada-teori




Jumat 11 September 2020, 05:00 WIB 

Tak Ada Teori 

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Tak Ada Teori MI/Ebet Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group. PESAN yang 
disampaikan seorang teman pengusaha pendek saja. Ia katakan, pandemi covid-19 
memberikan dampak luar biasa kepada kehidupan dan juga bisnis. Semua negara 
mencari jalan untuk bisa keluar dari situasi krisis. Namun, mereka harus 
memikirkan cara terbaik yang bisa dilakukan karena belum ada teori bagaimana 
menangani persoalan ekonomi akibat covid-19 ini. Memang baru akhir tahun lalu 
kasus covid-19 ini muncul. Pada awalnya semua orang memperkirakan kasusnya akan 
terlokalisasi di Wuhan saja. Sistem autokrasi yang berlaku di Tiongkok 
memungkinkan pemerintah untuk bisa melakukan pembatasan total. Kita lupa bahwa 
kita sedang hidup di era yang berbeda. Teknologi membuat orang bisa berpindah 
kota dengan cepat. Bisa orang pagi hari ada di Jakarta, siang sudah ada di 
Singapura atau Tokyo, dan sore hari sudah tiba di New York. Berbeda dengan 
virus sebelumnya yang pembawanya ialah hewan atau binatang, covid-19 yang 
menjadi carrier-nya ialah manusia. Inilah yang membuat penularan bisa 
berlangsung cepat karena manusia adalah makhluk sosial yang senang berinteraksi 
dan sekarang interaksinya semakin menjadi-jadi karena ditopang teknologi maju. 
Oleh karena belum ada teorinya, maka setiap negara membangun teori sendiri 
untuk keluar dari situasi krisis. Mereka tidak lagi mengandalkan buku teks 
karena memang kajiannya masih berlangsung. Nanti setelah kasus covid-19 mereda, 
banyak ilmuwan yang mengambil pelajaran dari banyak negara untuk diturunkan 
menjadi teori ekonomi. Sekali lagi, karena belum ada teorinya, kita melihat 
banyak pendekatan yang diterapkan. Hong Kong, misalnya, menerapkan model untuk 
menjaga sisi permintaan. Sekitar 6,1 juta penduduk Hong Kong diminta untuk 
mendaftarkan diri apabila ingin mendapat bantuan sosial sebesar HK$10.000 dari 
pemerintah. Ada sekitar 5,8 juta warga Hong Kong yang kemudian mendaftarkan 
diri untuk mendapatkan bantuan ekonomi. Singapura menerapkan cara yang berbeda, 
meski yang dilakukan ialah menjaga sisi permintaan. Setiap warga negara 
Singapura mendapatkan bantuan sebesar S$1.000 yang disalurkan melalui rekening 
bank masing-masing. Bagaimana apabila warga merasa cukup dan tidak perlu 
dibantu? Pemerintah menyediakan rekening penampungan bagi mereka yang ingin 
mengembalikan dana bantuan pemerintah. Bahkan rekening itu terbuka untuk 
mengembalikan dalam jumlah lebih besar apabila ingin membantu sesama warga yang 
kekurangan. Bantuan sosial diberikan bersamaan dengan bantuan kepada dunia 
usaha. Dalam upaya membuat pengusaha bisa tetap bertahan dan tidak 
memberhentikan karyawannya, pemerintah memberikan bantuan modal. Negara seperti 
Jerman dan Amerika Serikat memberikan stimulus lebih 50% dari produk domestik 
bruto mereka. Mereka tidak takut dengan teori yang mengatakan bahwa stimulus 
dan bahkan mencetak uang akan menimbulkan infl asi sebab pandemi pernah terjadi 
102 tahun yang lalu dan kondisinya berbeda dengan keadaan sekarang ini. Teori 
yang ada pada 1918 silam sudah tidak cocok dengan keadaan zaman. Kita ingin 
menyampaikan, kita pun tidak perlu takut untuk melawan teori yang ada. Sekali 
lagi semua teori yang dituliskan berangkat dari kondisi yang normal. Sekarang 
ini kita hidup di tengah situasi yang abnormal, di saat orang diminta untuk 
lebih banyak tinggal di rumah dan akibatnya ekonomi terhenti tanpa ada penyebab 
kecuali covid-19. Kalau Presiden Joko Widodo mendorong terjadinya transformasi, 
sebenarnya pesan yang disampaikan ialah kita harus keluar dari teori yang ada. 
Sekarang merupakan kesempatan emas untuk melakukan transformasi agar masyarakat 
otomatis masuk ke sistem perbankan. Mengapa? Pemerintah sudah benar berupaya 
memperbaiki sisi permintaan dengan memberikan bantuan langsung tunai. Akan 
tetapi, persoalannya kita terkendala pada data. Akibatnya, banyak anggota 
masyarakat yang tidak menerima bantuan langsung tunai. Bahkan bantuan Rp600 
ribu untuk pekerja yang pendapatannya di bawah Rp5 juta, beberapa kali harus 
disalurkan karena data penerima yang kurang baik. Seharusnya kita bisa 
mencontohkan Hong Kong. Kita dorong masyarakat untuk mendaftarkan diri apabila 
ingin mendapatkan bantuan. Daftar ke mana? Daftar ke bank-bank pemerintah. Kita 
tahu Bank Rakyat Indonesia, jangkauannya sampai ke seluruh pelosok negeri, 
bahkan mempunyai satelit sendiri untuk mempermudah transaksi. Selanjutnya 
pemerintah tidak perlu bingung lagi menyalurkan bantuan langsung tunai. Tinggal 
taruh anggarannya di bank-bank pemerintah dan mereka yang langsung mentransfer 
ke rekening warga yang membutuhkan bantuan. Dengan cara ini, bukan hanya tidak 
akan terjadi penyimpangan, tetapi kita akan mempunyai big data yang akurat 
tentang penduduk Indonesia. Stimulus untuk dunia usaha bisa lebih lancar ketika 
disalurkan lewat perbankan.  

Sumber: https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1933-tak-ada-teori




Kirim email ke