-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2131-obral-korting-hukuman-koruptor


 Jumat 02 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Obral Korting Hukuman Koruptor 

Administrator | Editorial

   FENOMENA pengurangan hukuman koruptor melalui putusan peninjauan kembali 
di Mahkamah Agung berpotensi menjadi modus baru. Modus itu muncul setelah 
mantan hakim agung Artidjo Alkostar meninggalkan benteng terakhir bagi keadilan 
dan kebenaran itu. Artidjo Alkostar pensiun pada 2018. Sejurus itu pula MA 
tidak lagi menjadi momok bagi para koruptor. Ramai-ramai koruptor mengajukan 
kasasi atau peninjauan kembali. Sejak saat itulah muncul fenomena vonis rendah 
koruptor dan korting hukuman. Artidjo serupa teladan bagi penegakan hukum yang 
mesti tegas dan berintegritas. Artidjo dikenal sebagai hakim agung yang paling 
ditakuti para terdakwa kasus korupsi. Tak pernah pandang bulu, tidak ada tebang 
pilih, dan tidak segan menghukum berat. Harus tegas dikatakan bahwa MA di masa 
Artidjo kerap membuat ciut nyali para koruptor. Mereka berpikir seribu kali 
sebelum mengajukan banding atau PK. Bahkan, para koruptor membatalkan niat 
kasasi atau peninjauan kembali jika diketahui Artidjo sebagai salah satu 
hakimnya. Tak ada satu pun koruptor yang berani coba-coba menawarkan suap 
kepada Artidjo, pasti ditolak mentah-mentah. Sosok Artidjo Alkostar telah 
menjelma sebagai patokan. Dengan keteladanannya, Artidjo telah menyemai benih 
yang amat baik dan bermutu bagi para penegak keadilan di negeri ini. Ibarat 
bangunan keadilan, integritas Artidjo merupakan fondasi sekaligus tiang 
penyangga yang mestinya dirawat, bahkan diperkuat. Sudah sepatutnya publik 
berharap para penerusnya memasang takaran kemampuan, keberanian, integritas 
yang sama dengan Artidjo, juga menjadikan putusan-putusan hukum Artidjo sebagai 
yusrisprudensi. Namun, yang terjadi saat ini justru sebaliknya, MA kerap 
memberikan diskon hukuman kepada koruptor. Terbaru ialah mengurangi hukuman 
mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, yakni dipangkas menjadi 8 
tahun dari 14 tahun penjara. Hukuman Anas sebelumnya dilipatgandakan oleh 
Artidjo melalui putusan kasasi, dari 7 tahun di tingkat banding menjadi 14 
tahun penjara. Artinya, warisan Artidjo dalam kasus Anas, telah benar-benar 
dirobohkan oleh penerusnya lewat mekanisme PK yang diketuai hakim agung Sunarto 
yang juga merangkap Wakil Ketua MA. Dalam putusannya, majelis hakim PK 
menyebutkan alasan Anas mengajukan PK karena kekhilafan hakim dapat dibenarkan. 
Artinya, majelis hakim PK menganggap Artidjo ‘khilaf’ saat memutus perkara 
tersebut pada 2015. Boleh-boleh saja MA berargumentasi bahwa korting hukuman 
kasus Anas sudah didasari oleh landasan filosofis, yuridis, ataupun sosiologis. 
Argu mentasi itu patut dihormati meski terbuka pula untuk dikritik. Karena 
itulah publik tetap mengapresiasi Artidjo yang memberikan hukuman berat bagi 
pencuri uang rakyat. Sudah saatnya MA diaudit total karena putusannya selalu 
memberikan angin segar bagi koruptor. Menurut catatan Komisi Pemberantasan 
Korupsi, sudah ada 23 perkara yang mendapatkan korting hukuman di MA. Masih ada 
37 perkara lainnya dalam posisi antre menunggu bonus pengurangan hukuman, yang 
tidak akan terjadi ketika Artidjo masih menjabat sebagai Ketua Kamar Pidana 
Mahkamah Agung. Korting hukuman koruptor sudah terang-benderang telah 
meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling 
terdampak praktik korupsi. Kerja keras penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan 
menjadi sia-sia saja, serta pemberian efek jera akan semakin menjauh. Tidak ada 
pilihan lain bagi Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin yang menjabat belum 
genap enam bulan ini, kecuali mengevaluasi kinerja bawahannya yang kerap 
mengurangi hukuman koruptor. Jangan biarkan MA menjadi mahkamah korting hukuman 
koruptor.  

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2131-obral-korting-hukuman-koruptor




Kirim email ke