https://nasional.kontan.co.id/news/ini-sejumlah-peraturan-kontroversial-pada-zaman-pemerintahan-jokowi
Ini sejumlah peraturan kontroversial pada zaman pemerintahan Jokowi


Senin, 05 Oktober 2020 / 21:17 WIB


Sumber: *Kompas.com* | Editor: *Noverius Laoli*


*KONTAN.CO.ID <http://KONTAN.CO.ID> - JAKARTA. *Sejumlah regulasi
kontroversial, baik revisi maupun Rancangan Undang-Undang (RUU), muncul
pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Revisi UU dan RUU yang dibahas pemerintah bersama DPR itu pun menuai banyak
kritik dan protes dari publik.


Namun, hal itu tak menghentikan pemerintah dan DPR dalam pembahasannya.
Bahkan, beberapa di antaranya sudah sampai disahkan menjadi UU.

Berikut tiga regulasi yang menuai kontroversial:

*1. **UU KPK*

Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan tentangan dari
sejumlah pihak. Demo penolakan di sejumlah daerah terjadi karena dianggap
melemahkan KPK.

Namun, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK tersebut akhirnya
pun disahkan pemerintah bersama DPR pada 17 September 2019. Tak ada satu
pun partai di legislatif yang menolak pengesahan revisi UU KPK ini.

*Baca Juga:* *Menko Airlangga yakin RUU Cipta Kerja bisa dorong
pemerintahan lebih efisien
<https://nasional.kontan.co.id/news/menko-airlangga-yakin-ruu-cipta-kerja-bisa-dorong-pemerintahan-lebih-efisien>*

Sejumlah poin kontroversi dalam revisi UU KPK adalah:

*Pertama*, kedudukan KPK berada pada cabang eksekutif. Padahal status KPK
sebelumnya merupakan lembaga ad hoc independen. Perubahan kedudukan menjadi
lembaga pemerintah itu berdampak pada status kepegawaian KPK menjadi
aparatur sipil negara (ASN).

*Kedua*, pembentukan Dewan Pengawas KPK yang tertuang dalam tujuh pasal
khusus, yaitu Pasal 37A, Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal
37F, dan Pasal 37G.

Selain mengawai tugas dan wewenang KPK, Dewan Pengawas juga berwenang dalam
beberapa hal, di antaranya memberikan izin atau tidak dalam penyadapan,
penggeledahan, dan/atau penyitaan.

*Ketiga*, izin menyadap. Dengan adanya revisi tersebut, KPK tak lagi bebas
melakukan penyadapan terhadap terduga tindak pidana korupsi, tapi harus
izin Dewan Pengawas.

Selain itu, penyadapan yang telah selesai harus dipertanggungjawabkan ke
pimpinan KPK dan Dewan Pengawas maksimal 14 hari.

*Baca Juga**:* *Dalam RUU Cipta Kerja, pesangon PHK turun jadi 25 kali upah
<https://nasional.kontan.co.id/news/dalam-ruu-cipta-kerja-pesangon-phk-turun-jadi-25-kali-upah>*

*Keempat*, penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk
perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak
selesai dalam waktu satu tahun.

*Kelima*, asal penyelidik dan penyidik. Dalam revisi itu, penyelidik harus
berasal dari Kepolisian RI, sementara penyidik adalah pegawai yang diangkat
dan diberhentikan oleh KPK.

*2. **UU Minerba*

Selain revisi UU KPK, yang menuai kontroversi kedua yakni regulasi terkait
pertambangan mineral dan batubara (Minerba). RUU Minerba disahkan menjadi
UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba pada 13 Mei 2020.

Partai Demokrat menjadi satu-satunya fraksi yang menolak UU Minerba itu.
Ada sejumlah poin di UU Minerba tersebut yang dinilai hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasal 169A terkait perpanjangan
Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B) tanpa pelelangan.

Melalui pasal tersebut, pemegang KK dan PKP2B yang belum memperoleh
perpanjangan dapat mendapatkan 2 kali perpanjangan dalam bentuk Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK), masing-masing paling lama selama 10 tahun.

Penghapusan Pasal 165 soal sanksi bagi pihak yang mengeluarkan Izin Usaha
Pertambangan (IUP), IUPK, dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) juga dinilai
bertentangan dengan UU Minerba.

Selain itu, penghapusan Pasal 45 UU Nomor 4 Tahun 2009 juga memungkinkan
pemegang IUP untuk tidak melaporkan hasil minerba dari kegiatan eksplorasi
dan studi kelayakan.

*Baca Juga**: **Pimpinan KPK perintahkan penerbitan supervisi kasus Djoko
Tjandra
<https://nasional.kontan.co.id/news/pimpinan-kpk-perintahkan-penerbitan-supervisi-kasus-djoko-tjandra>*

*3. Omnibus Law RUU Cipta Kerja*

Pada Sabtu (3/10/2020) malam, DPR dan pemerintah telah menyepakati seluruh
hasil pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Tercatat, hanya PKS dan
Partai Demokrat yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja tersebut.

Calon regulasi tersebut pun akan dibawa ke Rapat Paripurna pada Kamis
(8/10/2020). Artinya, tinggal selangkah lagi disahkan menjadi UU. Sejak
akhir tahun lalu, kritik dan aksi protes telah digelar untuk menggagalkan
pembahasan RUU Cipta Kerja yang dinilai merugikan para pekerja.

Sebab, hak pekerja yang sebelumnya termuat dalam UU Ketenagakerjaan No 13
Tahun 2003 seakan disunat. Misalnya, total pesangon untuk pekerja yang
terkena PHK maksimal hanya menjadi 25 kali upah, padahal sebelumnya 32 kali
upah.

Selanjutnya, sistem kerja kontrak tak ada batasan yang dinilai bisa
menyebabkan pekerja kehilangan akan kepastian status kerjanya. Serta,
dihapuskannya upah minimum kota/kabupaten (UMK) yang akan diganti dengan
UMP (provinsi). Penghapusan itu bisa membuat upah pekerja lebih rendah.

*Sumber: Kompas.com (Fitria Chusna Farisa/Rully R Ramli/Kiki Safitri/Retia
Kartika Dewi | Editor: Icha Rastika/Yoga Sukmana/Sakinah Rakhma Diah
Setiawan/Jihad Akbar)*
*Selanjutnya: **Emil Salim sebut revisi UU KPK membawa kita kembali ke era
korupsi*
<https://nasional.kontan.co.id/news/emil-salim-sebut-revisi-uu-kpk-membawa-kita-kembali-ke-era-korupsi>

Kirim email ke