-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2156-pilihan-pahit-upah-tidak-naik



Jumat 30 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Pilihan Pahit Upah tidak Naik 

Administrator | Editorial 

  Pilihan Pahit Upah tidak Naik MI/Duta Ilustrasi. PEMERINTAH mengambil jalan 
tengah. Tahun depan upah minimum tidak naik, tetapi bantuan sosial yang sudah 
diberikan pada tahun ini diperpanjang sehingga daya beli pekerja tidak turun. 
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan upah minimum tertuang dalam Surat 
Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang Penetapan Upah Minimum 2021 pada Masa 
Pandemi Covid-19. Sejauh ini, sebanyak 18 provinsi akan mengikuti imbauan 
tersebut. Gubernur dijadwalkan mengumumkan penetapan upah minimum 2021 paling 
lambat pada 31 Oktober mendatang. Kebijakan yang disebut sebagai jalan aman itu 
sebetulnya tidak begitu mengagetkan. Pandemi covid-19 telah menimbulkan 
gangguan terhadap dunia usaha sejak tujuh bulan lalu. Dampaknya jutaan pekerja 
mengalami pemangkasan upah, dirumahkan, atau sampai di-PHK. Bahkan banyak di 
antara mereka yang kehilangan pekerjaan tanpa kejelasan pembayaran uang 
pesangon. Dengan masa depan yang masih penuh ketidakpastian, pemerintah kembali 
dihadapkan pada situasi dilematis. Menaikkan upah minimum akan memberikan 
tekanan lebih besar lagi kepada dunia usaha hingga memaksa mereka ambruk. Dalam 
kondisi seperti sekarang, sebagian besar entitas usaha terdorong untuk 
mengurangi upah pekerja. Di sisi lain, upah yang diterima pekerja merupakan 
salah satu komponen yang diandalkan untuk mendongkrak daya beli masyarakat. 
Ketika upah terpangkas atau bahkan hilang, daya beli merosot. Itu sebabnya, 
selama tiga bulan belakangan, perekonomian Indonesia terus-menerus mencatatkan 
deflasi. Pemerintah tampak berupaya seimbang. Kebijakan upah minimum yang tetap 
sama dengan tahun ini disebut sebagai pilihan pahit. Namun, ada satu hal yang 
tidak boleh luput dari perhatian pemerintah. Di sektor ketenagakerjaan, pekerja 
hampir selalu berada dalam posisi lebih lemah ketimbang entitas usaha. Kendati 
upah minimum ditetapkan tidak naik dan tidak juga berkurang, pekerja tetap 
sangat rentan mengalami pengurangan upah, termasuk tidak mendapatkan pesangon 
dalam jumlah sesuai peraturan perundangan ketika mengalami pemutusan hubungan 
kerja. Lalu apa gunanya penetapan upah minimum dan ketentuan perundangan bila 
hak-hak pekerja tetap bisa terampas tanpa upaya perlindungan dari pemerintah? 
Pemerintah memang sudah memutuskan untuk memperpanjang program-program bantuan 
sosial, di antaranya yang menyentuh langsung pekerja berupa bantuan langsung 
tunai subsidi gaji. Program ini bisa dikatakan sebagai kompensasi bagi kaum 
pekerja berpendapatan rendah. Akan tetapi, program bansos perlu diperkuat 
karena masih banyak pekerja yang tidak tersentuh bantuan. Mereka sebagian besar 
pekerja informal yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. 
Padahal, bantuan subsidi gaji mensyaratkan kepesertaan itu. Begitu pula dengan 
para korban PHK, khususnya yang semula berada di kelompok pekerja berpendapatan 
rendah. Mereka luput sebagai sasaran bantuan karena tidak lagi berstatus 
pekerja. Penguatan bansos juga diperlukan dari sisi ketepatan sasaran. 
Lagi-lagi kita ingatkan kepada pemerintah agar terus-menerus memperbaiki dan 
memperbarui data penerima bansos. Tujuannya ialah agar tidak tumpang tindih, 
tidak salah sasaran, dan bisa menjangkau tiap warga yang paling membutuhkan. 
Jangan lupa pula bahwa tidak semua entitas usaha mengalami kerugian. Sebagian, 
meski jumlahnya tidak banyak, mungkin saja justru meraup keuntungan besar di 
tengah pandemi. Artinya, pemberian stimulus kepada dunia usaha semestinya tidak 
pukul rata. Dengan begitu, penggunaan anggaran negara dapat lebih efisien dan 
memberikan ruang lebih besar untuk bantuan sosial.

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2156-pilihan-pahit-upah-tidak-naik






Kirim email ke