-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>




https://mediaindonesia.com/read/detail/358094-perempuan-dalam-pusaran-rekayasa-sosial



 Rabu 04 November 2020, 02:55 WIB 

Perempuan dalam Pusaran Rekayasa Sosial 

Diah Nurwitasari Ketua Bidang DPP Kaukus Perempuan Politik Indonesia | Opini 

  Perempuan dalam Pusaran Rekayasa Sosial Dok. Pribadi TIDAK ada yang tetap 
di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Demikianlah, perubahan pun menjadi 
sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Bagaimana peran perempuan dalam 
pusaran perubahan kehidupan? Sebagai mahluk sosial, manusia selalu membutuhkan 
orang lain dalam kehidupannya. Akibatnya, setiap perubahan akan saling 
memengaruhi di antara individu atau kelompok masyarakat. Piotr Sztompka, 
sosiolog Polandia yang dikenal dengan bukunya, The Sociology of Social Change, 
mendefinisikan perubahan sosial sebagai proses pergeseran, atau perubahan 
struktur, atau tatanan di dalam masyarakat, yang meliputi pola pikir, sikap, 
dan kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat. 
Menurutnya, perubahan sosial pada tingkat mikro berupa perubahan interaksi dan 
perilaku individual, sedangkan di tingkat mezo berupa perubahan kelompok, 
komunitas, dan organisasi. Sementara itu, di tingkat makro terjadi perubahan 
ekonomi dan politik. Selanjutnya, perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai 
perubahan sistem sosial dalam jangka waktu yang berlainan. Perubahan sosial pun 
dapat dikategorikan dalam tiga dimensi, yaitu, pertama, struktural: perubahan 
struktur masyarakat, perubahan peran. Kedua, kultural: perubahan kebudayaan dan 
ketiga, interaksional: perubahan frekuensi, jarak sosial, perubahan perantara, 
perubahan aturan/norma, perubahan bentuk interaksi. Setiap dimensi perubahan 
sosial saling memengaruhi dan bahkan acap kali terjadi bersamaan. Kemajuan 
teknologi informasi dan komunikasi, misalnya, mengakibatkan perubahan dalam 
bentuk dan frekuensi interaksi, yang selanjutnya dapat memicu perubahan 
kebudayaan. Silaturahim, misalnya, tidak lagi harus berbentuk kunjungan ke 
rumah, tetapi dapat terwakili dengan komunikasi via teks atau video. Selain 
itu, perubahan sosial dapat merupakan sebuah perubahan yang direncanakan, 
seperti perubahan sosial melalui program pembangunan ataupun dapat terjadi 
tanpa direncanakan, seperti perubahan sosial yang diakibatkan bencana alam. 
Pandemi saat ini, misalnya, telah 'memaksa' manusia melakukan perubahan dalam 
pola interaksi dan bahkan kehidupan ekonominya. Rekayasa sosial Perubahan 
sosial yang direncanakan lazim disebut sebagai rekayasa sosial. Menurut KBBI 
(Kamus Besar Bahasa Indonesia), rekayasa dapat dimaknai negatif sebagai 
persekongkolan jahat. Namun, juga dapat dimaknai sebagai penerapan 
kaidah-kaidah ilmu dalam perancangan atau pembuatan konstruksi sehingga 
rekayasa sosial dapat juga diartikan sebagai sebuah proses perencanaan, 
pemetaan, dan pelaksanaan dalam konteks perubahan struktur dan kultur sebuah 
basis sosial masyarakat. Pada umumnya, rekayasa sosial dilakukan karena 
munculnya problem-problem sosial akibat adanya perbedaan antara das sollen 
(yang seharusnya) dengan das sein (yang nyata). Strategi yang digunakan dalam 
melakukan rekayasa sosial antara lain melalui proses, pertama, program 
pembangunan, seperti program transmigrasi, program Keluarga Berencana. Kedua, 
strategi persuasif melalui pembentukan opini dan pandangan masyarakat. Ketiga, 
strategi normatif-reedukatif, secara bertahap dilakukan proses penanaman nilai 
dan edukasi berkelanjutan. Disadari atau tidak, proses rekayasa sosial tengah 
berlangsung di tengah kehidupan masyarakat. Rekayasa direncanakan berbagai 
pihak dengan berbagai kepentingan, dengan objek yang sama, yaitu manusia 
sebagai individu, kelompok masyarakat, dan sebagai warga negara. Perkembangan 
teknologi komunikasi dan industri media, arus globalisasi di berbagai bidang, 
dan dinamika politik, serta ideologi, mendukung terjadinya rekayasa sosial ini. 
Dengan kata lain, semua pihak dapat menjadi aktor pelaku rekayasa sosial 
sekaligus secara bersamaan menjadi objek rekayasa pihak lainnya. MI/Tiyok 
Ilustrasi MI Perempuan dan rekayasa sosial Sebagai individu, sekaligus bagian 
penting masyarakat, kehidupan perempuan pun tidak luput dari proses rekayasa 
sosial dalam berbagai dimensinya. Kemudahan akses informasi dan komunikasi 
membuka peluang perempuan untuk menambah ilmu dan wawasan, serta berinteraksi 
dengan berbagai konsep pemikiran. Pergaulan pun tidak dibatasi lagi oleh ruang 
dan waktu. Interaksi dapat terjalin dengan siapa saja, bahkan dengan orang yang 
sebelumnya tidak pernah dikenal. Tidaklah mengherankan ketika akhirnya media 
sosial pun turut berperan dalam proses kehidupan pribadi perempuan, seperti 
terungkapnya masalah pribadi ke ruang publik, retaknya rumah tangga, penipuan, 
dan bahkan ada yang menjadi korban kejahatan seksual. Terlibatnya perempuan, 
sebagai penopang bahkan tulang punggung nafkah keluarga, turut mewarnai 
perubahan sosial dalam kehidupan keluarga, yang dapat berlanjut pada perubahan 
tatanan berkeluarga. Sementara itu, afirmasi kuota 30% perempuan di berbagai 
lembaga pengambil kebijakan melahirkan perubahan sosial di ranah pemerintahan. 
Kondisi ini, tentunya, menuntut perempuan untuk lebih cerdas dan memiliki 
kesadaran tentang berbagai perubahan yang terjadi di sekitarnya. Perempuan 
harus menyadari jati dirinya, baik sebagai pribadi maupun dalam perannya 
sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat. Keseimbangan antara menjalankan 
peran asasi perempuan yang tidak dapat digantikan siapa pun dan peran 
perluasannya berkontribusi di tengah masyarakat perlu dijaga agar tidak 
terseret oleh arus rekayasa sosial yang bertentangan dengan tujuan hidupnya. 
Bahkan, alangkah baiknya jika perempuan justru menjadi aktor perencana rekayasa 
sosial, yang senantiasa menghadirkan kebaikan dan perbaikan serta mengangkat 
harkat dan martabat bangsa. Agar dapat menjadi agen perubahan yang positif, 
hendaknya perempuan mengambil peran dalam rekayasa sosial yang bertujuan, 
pertama, memperbaiki jiwa dan meluruskan akhlak, dengan cara membangun kekuatan 
mental, kemampuan berkorban, keluasan pengetahuan dan penghormatan terhadap 
ideologi. Kedua, mencegah tradisi materialistis dan peradaban yang memburu 
kepuasan nafsu duniawi. Ketiga, memperbaiki sistem sosial masyarakat dan 
negara. Jika kaum perempuan, baik di dalam keluarga maupun di tengah 
masyarakat, bergandengan tangan berusaha mewujudkan tujuan-tujuan ini, 
Indonesia akan menjadi bangsa yang maju, dan bermartabat.   TAGS: # Perempuan

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/read/detail/358094-perempuan-dalam-pusaran-rekayasa-sosial








Kirim email ke