Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.. Nampaknya dari semua posting yang menanggapi surat saya ke rektor UNG belum ada yang benar-benar memuaskan saya. Saya hanya ingin mengajak teman2 bahwa marilah mengambil positifnya dari surat tersebut, bukan hanya membuat argumen pembelaan semata. Surat/Posting saya tersebut memang bukan berlandaskan sebuah penelitian ilmiah, tapi merupakan eksplorasi pemikiran serta pengamatan empiris belaka (setelah melihat formasi CPNS untuk UNG) walau tanpa memiliki data-data yang cukup kuat. Kalau masih ada lagi yang keberatan, silahkan mengkritisi kata2 Pak Ary Pedju yang saya kutip pada tulisan tsb. Saya lebih respek pada Dinda Richie (kenapa yaa...kalau masalah agama aku sangat tidak sependapat dengan kamu Rich...tapi masalah kemajuan peradaban dunia saya salut terhadap pemikiran kamu), kalimatnya singkat pendek polos : Ini kata2 Richie : “sekalian juga mo sampaikan... kalo tmn saya yg mau jadi S1 yag jadi dosennya juga adalah seorang S1... jadi S1 mengajar calon S1, salah satu bahan materi pustakanya juga yg di ajarkan adalah Buku tentang Manajemen keluaran Orba yg masih ada tentang PJPT I, II pelita 1, 2 dst”.
Kekurangan saya termasuk kita semua dalam membahas posting ini karena kita tidak tahu apa Visi dan Misi dari Pak Rektor yang menjadi Visi dan Misi UNG saat ini.. Kalau Visi Misinya menjadikan UNG bertaraf Nasional, maka kita semua berhak mengkritisnya, tapi kalau Visi Misinya menjadikan UNG bertaraf Lokal, lebih baik dikusi kita akhiri saja..Mohon kalau ada yang tahu Visi Misi UNG saat ini apa?? Agar lebih terstrukur dengan baik, saya akan menanggapinya satu persatu : 1. Untuk saudaraku Kiyai John Suwito Pomalingo, menurut teman anda bahwa Pendidikan di Gorontalo sudah salah jalan tolong diperjelas lagi, supaya diskusi kita lebih enak. Anda katakan begini : bahwa membandingkan atau memandang atau menilai sesuatu itu yah harusnya yang sederajat. Seperti ITB dan ITS, atau UGM sama UI. Sekarang ini IKIP/STIKIP sudah berubah statusnya menjadi sebuah Universitas yakni UNG, jadi kita harus bertanggungjawab terhadap peralihan ini dengan segala kemunduran maupun kemajuannya. Statusnya sudah sama dengan Universitas-universitas lain tanpa kecuali. 2. Untuk Sahabatku Hartono : Saya salut atas keprihatinanmu terhadap oknum-oknum UNG. Kamu katakan begini : Orang2 UNG tinggalkan UNG demi ikut birokrasi, pilkada, bahkan ada yang akan mengikuti pemilihan BPD (maksudnya DPD??) segala, baru gimana jadinya UNG, kalau UNG hanya di jadikan batu lanjatan aja Fanny, walaupun itu si terserah individu. Terima kasih kawan, semoga kamu yang dapat membawa perubahan di UNG, supaya anak-ku nanti (Insya ALLAH) 16 tahun kemudian, aku tak ragu2 menyekolahkan di UNG...AMIEN.. 3. Untuk Vicky (Conofamili), kalau boleh saya tahu Dinda Vicky sebagai apa di UNG (tenaga teknisi, laboran atau dosen?). Saya hanya menyarankan kepada anda dan karo BAUK yang anda sebutkan, untuk melepaskan diri dari kebiasaan umum orang-orang Indonesia yang biasanya hanya saling menyalahkan. Inilah yang membuat negara kita tidak maju-maju, sulit mengakui kelemahan dan kesalahan diri sendiri. Oke deh...saya terima pembelaan anda, yang salah BKN dijakarta, bukan UNG, walaupun BKN mengambil keputusan berdasar usulan2 dan data2 yang dikirimkan UNG...Kalau boleh tahu, usulan UNG yang disetujui di kamar toillet itu kan untuk memperbanyak tenaga teknisi/laboran dan tenaga administrasi kan??? Wah geli dehh..mendengarnya.. Yang begitu anda bilang kerja keras? Kira2 apa yang memperkuat lobi di toilet tsb sampai diterima, maksudnya pakai apa?? 3. Buat Novi, saya baru tahu dari kamu Novi bahwa jumlah dosen yang sudah S3, sementara S3 atau hampir selesai S3, sudah lumayan banyak. Kira2 prosentasinya dari Dosen S1 boleh berapa persen? UNG kekurangan tenaga administrasi ? Saya mau tanya kamu Novi, di Universitas kamu di Adeleida berapa orang tenaga administrasinya? Kalau di Institute-ku hanya 5 orang tenaga adminitrasi termasuk sekretaris yang mengurus semua jurusan dan laborotarium, dan disini tidak ada laboran, semuanya dikerjakan oleh Dosen dan Mahasiswa. Bagi saya, untuk konteks Indonesia apalagi Gorontalo, jumlah tenaga administrasi tidak menjadi persoalan, hanya saja jangan sampai formasi penerimaan CPNS dapat mengurangi jatah tenaga Dosen. Begitu pula dengan Tenaga Laboran, karena adakalanya dengan adanya tenaga laboran ini para membuat para dosen menjadi malas kerja dilaboratorium, tidak produktif, dan karena ingin menutupi kekurangannya akhirnya menjadi diktator layak seorang raja terhadap para mahasiswa. 4. Titin.... waktu ayahku (almarhum) kuliah yang umurnya 13 tahun lebih muda (saat itu) dari umurku sekarang ini, sudah ada itu kampus... Jadi ini kampus memang sudah lama Titien.. Aku udah sangat bersyukur dengan berpisahnya FKIP (dulu) dengan UNSRAT, sehingga banyak kesempatan para dosen untuk melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi. Yang aku prihatin adalah fasilitas perpustakaan dan laboratorium. Titin boleh tanya sama dosen2 UNG lulusan perikanan kelautan Unsrat, bahwa kalau semua labotorium di UNG digabung semuanya menjadi satu belum bisa membandingi laboratorium yang ada di satu fakultas saja di Unsrat yakni di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, supaya Titin lebih yakin dengan minimnya fasilitas ini di UNG. Saya sangat setuju bahwa kalau kemampuan personal kita tidak kalah bersaing, ada Karmila Mahmud, Asri Arbie, Mohamad Yusuf fisikawan penerus nya EINSTEIN, DR. Lukman Laliyo. Tapi Titin, jumlah kita sangat sedikit untuk mendongkrak kemajuan sebuah Institusi UNG dalam mengejar kemajuan peradaban dunia. Saya kira untuk masalah sopir, janganlah diartikan secara harfiah, saya juga tidak bermaksud agar Pak Rektor tidak memakai sopir lagi. Hanya maksud saya begini, bahwa Pak Rektor lebih mandiri dan bertanggung jawab. Contoh kasus Pak MY, ketika berharap ingin naik Mobil Dinas Ibu Ani Hasan Direktur Pascasarjana dan ingin menumpang ternyata tak juga disuruh naik, dan apabila di akhirat kelak dimintai pertanggungjawabannya, lalu yang bertanggung jawab siapa, sopirnya atau ibu Ani? Ingat kan riwayat Umar Bin Khattab dan budaknya ketika Umar memikul sendiri gandum dan bahan-bahan makanan untuk seorang ibu miskin beserta anak2nya yang sementara lapar yang ditemuinya pada malam hari?? Kata Umar kepada Budaknya : Apakah engkau yang akan mempertanggungjawabkan dihadapan ALLAH diakhirat kelak ketika ALLAH meminta pertanggungjawabanku?? Singkatnya, kalau hal-hal kecil seperti ini Pak Rektor menjadi sangat sensitif tentu akan membawa manfaat pada hal-hal yang sifatnya lebih besar, dan hal ini menjadi contoh bagi para bawahannya.. 5. Buat Orang Tuaku Om Hengki, benar apa yang ti Om bilang, bahwa jenjang pendidikan bukan penentu kualitas seseorang walaupun hanya kualitas S1 bisa menjadi seorang dosen. Kalau S1-nya kayak ti Om saya tidak ragu, ti Om pe pemikiran banyak menjadi pelajaran bagi mereka yang S2 dan S3. Tapi postulat saya kira2 begini Om : “Tidak semua S1 mempunyai kualitas yang sangat baik mengajar calon S1, tapi semua S3 mempunyai kualitas yang sangat baik mengajar calon S1”. 6. Buat Bung Arter, saya kira anda yang paling banyak bicara waktu diskusi dirumah Pak Ary Pedju di bulan agustus kemarin. Saya ingin bertanya pada anda : kira2 dimana argumen saya yang anda bilang hanya kebetulan saja ? Justeru dengan memakai banyak indikator, UNG akan sangat berada di bawah. Pertanyaan kedua : Kira2 yang namanya UNG, UNM, UNIMA, UPI, UNJ sekarang ini disebut apa, apa sebuah Universitas yang statusnya sama dengan UNSRAT, UNHAS, UGM, UI atau masih Perguruan Tinggi Keguruan seperti dahulu kala yang tidak boleh dibandingkan dengan Universitas lain? 7. Buat Ibu Yayu Arifin : Bicara soal akreditasi, saya punya memori tersendiri dengan UNG. Bulan Mei kemarin (tahun ini juga) saya diberitahu oleh Dosen saya di UNDIP Prof. Dr. Yohanes Hutabarat (kebetulan beliau adalah Dekan FPIK UNDIP) bahwa beliau akan ke Gorontalo melakukan penilaian akreditasi di UNG (mungkin jurusan Perikanan dan Kelautan). Beliau agak khawatir jangan sampai tersesat di Gorontalo, maka saya menelpon sepupu saya untuk menjemputnya di Bandara dan menemani 2 atau 3 hari selama beliau di sana. Ternyata pihak UNG sudah menjemputnya di bandara. Kata teman saya Hartono Harijati (Dosen UNG juga) bahwa : bahwa semua orang yang melakukan akreditasi di UNG benar-benar di service, mulai dari Bandara, Hotelnya, Makanananya, diberi hadiah dan oleh-oleh gorontalo, pokoknya benar2 diservice sampai pulang lagi ke bandara. Apa yang akan dinilai nanti, sudah dikondisikan semuanya, termasuk para mahasiswa agar jangan sampai salah menjawab dan kalau perlu berbohong agar mendapat akreditasi nilai yang lebih tinggi. Terakhir, marilah kita sama-sama membangun UNG agar kelak nanti kita tidak berpisah dengan anak cucu kita yang jauh-jauh kuliah sampai ke luar daerah atau ke luar negeri...AMIEN.. ________________________________________________________ Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/