Capten Dody, Titin....

Saya sangat tertarik dengan Postingan dari Pak Jefri mengenai cerita bahwa 
banyak orang Indonesia Menimba Ilmu dan Duit di Luar Negeri untuk 10 Tahun 
kemudian ke Kampung Halamannya untuk membangun Kampungnya dengan bermodalkan 
Duit dan Ilmu selama dia berada di Luar Negeri. Tapi dari 10 Orang Indonesia 
yang Bekerja di Luar Negeri kenyataannya hanya 10:1 saja yang mau kembali ke 
Kampung Halamannya untuk membangun kampungnya, Alasannya umumnya karena 
Keenakan di Luar Negeri dengan berbagai macam Kemudahan Fasiltas.

Perlu di sadari untuk membuat Gorontalo Maju tidak hanya melalui Wacana, 
Berteriak-teriak tapi yang di Butuhkan adalah DUIT dan Pengalaman dari Luar 
yang Positif untuk di Adopsi di Gorontalo.

Semoga Pak Jefri 5 Tahun lagi akan bs mengabdikan Ilmunya untuk Gorontalo 
sehingga para adik2 Generasi Muda bisa menimba Ilmu dan Pengalaman dari Pak 
Jefri serta teman2 yang lain yang saat ini tersebar di Luar Negeri.

Prinsipnya "Mundur 2 Langkah untuk bisa Mencapai Maju 10 Langkah"

Mohon maaf waaa...

Wassalam


TP



--- On Tue, 7/15/08, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: RE: Re: [GM2020] Peluang Pekerja IT
To: "Taufik Polapa" <[EMAIL PROTECTED]>
Cc: "gorontalomaju2020@yahoogroups.com" <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>
Date: Tuesday, July 15, 2008, 5:27 PM










    
            Hahahaha,



Ka icky, seharusnya ka luar negri itu karna liburan saja atw umroh..



Kalau bakarja diluar depe stress 2x lipat, dan 250 jt pertahun itu bukan angka 
yg besar kalau pintar2 cari pekerjaan (cari obyekan en cari muka juga termasuk 
olo).



Kalau cari ilmu diluar itu baru bagus, tapi jadi TKI kesannya seperti sudah 
hilang kreativitas.



Sementara yg bikin gorontalo bisa maju kan karna orang2 kreatif rupa ka icky 
ini.



Wassalam,

Dok



Taufik Polapa wrote:

>             Pak, Jefri. Andaikan ada kesempatan AWal Tahun 2009 nanti saya 
> siap untuk mengikuti Kompetisi ke LN, kalo ada Info Lowong Biar cuman Lap-Lap 
> Key + Monitor + CPU + Ba Jepit2 RG45 kase bersih depe abu saya siap asalkan 
> dapat Gaji Dollar.....  jangan lupa JAPRI yach ... 9 Tahun waktu yang lama 
> Untuk mengabdi di Bidang IT, tapi saya membutuhkan yang punya jenjang karir 
> dan Duit. Wassalam Taufik Polapa --- On Tue, 7/15/08, Jefry S <expired911@ 
> yahoo. co.id> wrote: From: Jefry S <expired911@ yahoo. co.id> Subject: 
> [GM2020] Peluang Pekerja IT To: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com Cc: 
> suwito.pomalingo@ orica.com Date: Tuesday, July 15, 2008, 8:13 AM 

>             waktu ngecek email2 lama, ketemu artikel dibawah ini. semoga 
> bermanfaat.. . Bisnis Indonesia Minggu Halaman Depan Edisi : 05-NOV-2000 
> Peluang berbuntut bencana Dunia tengah kekurangan tenaga kerja di bidang 
> teknologi informasi. Pekerja muda Indonesia memanfaatkan peluang ini. Namun 
> pengamat mengingatkan peluang itu bisa jadi bencana di masa mendatang karena 
> tenaga kerja andal kian menipis.Dalam usianya yang relatif muda, 26 tahun, 
> Wahyu sudah bisa hidup berkecukupan di negeri orang. Alumnus Jurusan Elektro 
> di Fakultas Teknik Universitas Indonesia itu sekarang menjadi IT specialist 
> di IBM Prancis.Penghasilan bersih mencapai Rp 250 juta per tahun. Hampir 
> setahun Wahyu mengadu nasib di Prancis. Sebelumnya sempat magang di 
> perusahaan pesawat tempur Dasault, juga menekuni bidang teknologi informasi. 
> Dua tahun lagi dia

>  berencana meninggalkan Prancis

>  dan bermaksud pindah ke negara yang lebih dekat, misalnya Singapura. 
> "Itung-itung cari pengalaman, ilmu dan uang di Paris. Selain gaji yang 
> lumayan, saya juga mendapatkan fasilitas berlebih," katanya saat bertemu 
> Bisnis di Prancis belum lama ini. Fasilitas dimaksud a.l. telepon genggam, 
> Dinners Club card, asuransi. Bahkan biaya perjalanan liburan untuk dia dan 
> pacarnya (setahun dua kali, yakni saat musim dingin dan panas) ditanggung 
> perusahaan. Sekarang ini memang banyak anak muda seusia Wahyu bertebaran di 
> luar negeri.Mereka memperoleh gaji besar plus fasilitas menggiurkan. Peluang 
> untuk memperoleh gaji besar itu kian terbuka. Panca Asma Tunggal,misalnya, 
> memberikan kesempatan bagi putra-putra terbaik untuk meraih gaji 
> US$30.000-US$ 100.000 per tahun dengan bekerja di Amerika Serikat secara sah 
> plus HIB Visa. "Ini

>  bukan lotere, tapi

>  merupakan kesempatan kerja secara sah dan legal," kata Dessy Yeni, seorang 
> eksekutif Panca Asma Tunggal, satu perusahaan pengerah tenaga kerja di 
> Jakarta. Calon harus berpendidikan S1 dan berpengalaman kerja tiga tahun, 
> serta usia maksimal 60 tahun. Tentu saja mereka musti menjalani tes dan 
> wawancara.Dalam wawancara ini dinegosiasikan pula soal gaji. Gaji minimal 
> yang dijanjikan kepada tenaga kerja ahli itu Rp 22,5 juta/bulan. Sedangkan 
> jumlah maksimal bagi mereka yang sudah berpengalaman bisa mencapai Rp 90 
> juta/bulan. Menyaring calon pekerja, kata Dessy, butuh waktu empat sampai 
> enam bulan.Jika lulus, tahap pertama akan dikontrak dua hingga tiga tahun. 
> Tapi patut diingat, si pekerja musti memberikan fee maksimal US$6.000 kepada 
> Panca Asma Tunggal tersebut.Peluang terbuka Di beberapa negara maju 
> kesenjangan antara kebutuhan dan

>  pasokan tenaga kerja

>  TI makin menganga. Jika menyimak statistik dari Information Technology 
> Association terungkap di AS pada tahun lalu terjadi kekurangan tenaga kerja 
> TI 400.000 orang. Tahun ini diperkirakan membengkak jadi 800.000 orang. 
> Begitupun di Eropa. Tahun depan, misalnya, setidaknya dibutuhkan satu juta 
> orang.Tak mengherankan sejumlah headhunter dari beberapa negara maju masuk ke 
>  beberapa negara berkembang untuk mencari pekerja-pekerja TI itu. Termasuk ke 
> Indonesia. Seperti pengakuan Budi Rahardjo, dari PPAU bidang Mikroelektronika 
> ITB,beberapa perusahaan pengerah tenaga kerja pernah mendatanginya untuk 
> 'minta pasokan' pekerja TI. Mereka akan dikirim ke Jerman yang butuh 12.000 
> orang,Singapura 3.000 orang dan Belanda yang juga perlu ribuan orang. 
> Informasi lain disampaikan Rektor Universitas Bina Nusantara Jakarta, Widia 
> Soerjaningsih.

>  Berdasarkan pengamatannya dari berita di media massa, maka setiap hari 
> terdapat 20 posisi untuk pekerja TI. Sementara bila diamati dari Internet, 
> terdapat 300 posisi per minggu. Data BiNusCareer menyebutkan dalam tiga bulan 
> terakhir terdapat rata-rata 200 posisi per bulan. "Ini permintaan tenaga 
> kerja yang luar biasa," kata Widia.Fenomena 'larinya' pekerja TI ini, menurut 
> managing director AsosiasiPiranti Lunak Telematika Indonesia (Aspiluki) 
> Gunawan Rianto, karena kualitasnya mulai membaik sehingga memenuhi 
> kualifikasi internasional. Dirut PT Duta Astakona Girinda itu menyatakan 
> umumnya mereka berada pada level menengah tapi memiliki kemampuan yang 
> handal. "Sebelum dipakai diluar negeri, mereka biasanya mendapat upgrading 
> selama satu-dua tahun agar benar-benar siap pakai."Ujung- ujungnya memang 
> gaji. Bayangkan seorang programmer

>  analyst, misalnya, di

>  luar negeri mendapat gaji US$3.000-US$ 5.000 per bulan (sekitar Rp 27 juta 
> hingga 45 juta per bulan). Padahal di Indonesia paling banter hanya digaji Rp 
> 15 juta.Makanya, kata Gunawan, jangan heran jika banyak ahli TI di Indonesia 
> yang sudah mencapai level tinggi-katakanlah level programmer analyst-rela 
> menurunkan level dirinya menjadi tenaga data entry agar bisa bekerja diluar 
> negeri. Maklum di luar negeri sebagian besar membutuhkan tenaga TI semacam 
> itu. Hal lain yang jadi alasan a.l. adanya kemudahan untuk menjadi permanent 
> resident di negara tujuan. Untuk menjadi permanent resident di Singapura, 
> misalnya, orang harus lebih dulu menanamkan deposito minimal US$1 juta ke 
> rekening pemerintah setempat. Tetapi para tenaga TI cukup bekerja satu-dua 
> tahun, dan kemudian sudah bisa mendapat izin tinggal tetap. Ini dinilai jauh 
> lebih gampang dan murah

>  dibandingkan harus mendepositokan uang US$1 juta. Pekerja TI banyak yang 
> memburu fasilitas ini di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat, 
> Australia dan Kanada. Masalahnya, lanjut Gunawan, Indonesia selama ini 
> dikenal sebagai salah satu negara yang belum memiliki standard kualifikasi 
> yang jelas untuk tenaga-tenaga TI-nya.Berbeda dengan India, di Indonesia 
> untuk menyebut seseorang sebagai programmer belum ada standardnya. Demikian 
> pula untuk menyebut seseorang sebagai system analyst. Akibatnya, kalau para 
> tenaga TI dari Indonesia itu mau bekerja ke luar negeri, perusahaan di luar 
> negeri kesulitan menentukan harganya. Di negara-negara maju, standardisasi 
> profesi tenaga TI sudah jelas. Bahkan di AS, gelar tertentu hanya diakui 
> sejauh orang yang punya gelar itu bekerja sesuai bidangnya. Seorang insinyur 
> mesin yang bekerja

>  sebagai tenaga pemasaran,

>  tidak boleh menyebut dirinya sebagai insinyur mesin. Dia tetap sebagai 
> tenaga pemasaran tetapi berijazah insinyur mesin. Untuk mencari solusi 
> mengenai masalah itu, Persatuan Insinyur Indonesia(PII) akan bekerjasama 
> dengan Aspiluki menyusun konsep standardisasi. Bagaimanapun tenaga TI di 
> Indonesia harus punya standard kualifikasi yang sama dengan negara lain.Jadi 
> bencana Budi Rahardjo mengingatkan kelangkaan SDM TI di beberapa negara 
> merupakan peluang bagi Indonesia. Tapi di sisi lain bisa jadi bencana. 
> Alasannya sederhana, jika tenaga andal berlarian ke luar negeri, siapa yang 
> mendorong industri TI untuk lebih maju? Hal serupa ditegaskan Widia. Untuk 
> jangka pendek, pasar luar negeri menyukai SDM TI asal Indonesia karena 
> tergolong pekerja keras."Tapi bila dilihat dalam jangka panjang , hal ini 
> merupakan ancaman. Tenaga kerja berkualitas

>  bakal terkuras,"

>  katanya..Pada 2010 Indonesia diperkirakan butuh 350.000 tenaga kerja TI. 
> Jika sejak sekarang tak dipersiapkan, hal itu dikhawatirkan menjadi bumerang 
> di masa datang. Atas dasar itu Armein Z.R. Langi, Kepala PPAU 
> Mikroelektronika ITB,menyatakan strategi pengembangan SDM TI perlu dilakukan 
> melalui sertifikasi yang dikaitkan dengan struktur industrinya. Dia melihat 
> strategi itu perlu diarahkan pada dua sasaran yaitu penghasil dan pemelihara 
> infrastruktur TI yang efisien, serta pembangun pengetahuan, ide, informasi 
> inovatif yang penting bagi ekonomi digital. "SDM yang dihasilkan perlu 
> disalurkan bagi industri Indonesia yang berorientasi ekspor maupun 
> dicadangkan ke luar negeri sebagai TKI," katanya dalam satu seminar di 
> Jakarta belum lama ini.Langi menekankan pada kata 'dicadangkan' untuk 
> pengiriman TKI bidang TI. Artinya, pendidikan

>  SDM TI itu diarahkan

>  agar pekerja lebih memberikan perhatian kepada kemajuan industri TI nasional 
> sebelum memilih hengkang ke luar negeri. Namun Gunawan tak terlalu khawatir 
> menghadapi fenomena ini. Alasannya jumlah tenaga teknologi informasi dari 
> Indonesia yang pindah ke luar negeri tidak banyak. Yang hengkang itu adalah 
> mereka yang punya kualifikasi internasional. Dan yang punya kualifikasi 
> seperti itu jumlahnya kira-kira hanya 10% dari total tenaga TI. "Mereka 
> adalah para ahli technical komputer seperti programmer, programmer analyst 
> dan system analyst programmer," katanya.Di Indonesia, tenaga teknologi 
> informasi yang ahli secara technical itu sedikit. Sekolah dan lembaga 
> pendidikan komputer di Indonesia umumnya hanya mengajarkan manajemen 
> informatika, teknik informatika, atau komputer akuntansi.Bukan computer 
> science, computer science

>  engineering, Internet engineering,

>  atau Internet computer software engineering. Biarlah anak muda itu menimba 
> pengalaman di luar negeri, suatu saat toh akan kembali juga ke negaranya dan 
> ikut membangun industri TI. "Sejauh-jauh bangau terbang, akan kembali ke 
> sarangnya." 

>         Dapatkan nama yang Anda sukai!  

> Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail. com. 

>      



Send instant messages to your online friends http://uk.messenger .yahoo.com 




      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      

Kirim email ke