Itu baru dari Mesir. Bagaimana kalo so sampe di Arab Saudi? Tantu 
somo jadi ustadjah. Hehehehehehe... Bo baku sedu suuuup

Salam
Ridwan Ibrahim

--- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, iqbal makmur 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Saya perhatikan sejak pulang dari mesir ti Tata Siti jadi lebih 
relijius, hehehehe...
> 
> --- On Thu, 9/11/08, Sitti Zumbrunn Uno <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> From: Sitti Zumbrunn Uno <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: [GM2020] Tak Perlu Ajari Kami Berpuasa
> To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
> Date: Thursday, September 11, 2008, 12:19 AM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Dari sablah rumah
> Dari yang rindu Pulkam euy......... .....
> -szu-
>  
> Tak Perlu Ajari Kami Berpuasa 
>  
> Berpuasa Hari ke tiga di bulan ramadhan saya berkesempatan 
menumpang becak menuju rumah ibu. Sore itu, tak biasanya udara begitu 
segar, angin lembut menerpa wajah dan rambutku. Namun kenikmatan itu 
tak berlangsung lama, keheninganku terusik dengan suara kunyahan dari 
belakang, "Abang becak ...?" Ya, kudapati ia tengah lahapnya menyuap 
potongan terakhir pisanggoreng di tangannya. Sementara tangan satunya 
tetap memegang kemudi. "Heeh, puasa-puasa begini seenaknya saja dia 
makan ...," gumamku.
> 
> Rasa penasaranku semakin menjadi ketika ia mengambil satu lagi 
pisang goreng dari kantong plastik yang disangkutkan di dekat kemudi 
becaknya, dan ... untuk kedua kalinya saya menelan ludah menyaksikan 
pemandangan yang bisa dianggap tidak sopan dilakukan pada
> saat kebanyakan orang tengah berpuasa.
> 
> "mmm ..., Abang muslim bukan? tanyaku ragu-ragu. "Ya dik, saya 
muslim .." jawabnya terengah sambil terus mengayuh. "Tapi kenapa 
abang tidak puasa? abang tahu kan ini bulan ramadhan.Sebagai muslim 
seharusnya abang berpuasa. Kalau pun abang tidak berpuasa, setidaknya 
hormatilah orang yang berpuasa. Jadi abang jangan seenaknya saja 
makan di depan banyak orang yang berpuasa .." deras aliran kata 
keluar dari mulutku layaknya orang berceramah.
> 
> Tukang becak yang kutaksir berusia di atas empat puluh tahun itu 
menghentikan kunyahannya dan membiarkan sebagian pisang goreng itu 
masih menyumpal mulutnya. Sesaat kemudian ia berusaha menelannya 
sambil memperhatikan wajah garangku yang sejak tadi menghadap ke 
arahnya.
>  
> "Dua hari pertama puasa kemarin abang sakit dan tidak bisa narik 
becak. Jujur saja dik, abang memang tidak puasa hari ini karena 
pisang goreng ini makanan pertama abang sejak tiga hari ini." Tanpa 
memberikan kesempatanku untuk memotongnya, "Tak perlu ajari abang 
berpuasa, orang-orang seperti kami sudah tak asing lagi dengan 
puasa," jelas bapak tukang becak itu.
> "Maksud bapak?" mataku menerawang menunggu kalimat berikutnya. "Dua 
hari pertama puasa, orang-orang berpuasa dengan sahur dan berbuka. 
Kami berpuasa tanpa sahur dan tanpa berbuka. Kebanyakan orang seperti 
adik berpuasa hanya sejak subuh hingga maghrib,
> sedangkan kami kadang harus tetap berpuasa hingga keesokan 
harinya ..."
> "Jadi ...," belum sempat kuteruskan kalimatku, "Orang-orang 
berpuasa hanya di bulan ramadhan, padahal kami terus berpuasa tanpa 
peduli bulan ramadhan atau bukan ..."
> "Abang sejak siang tadi bingung dik mau makan dua potong pisang 
goreng ini, malu rasanya tidak berpuasa. Bukannya abang tidak 
menghormati orang yang berpuasa, tapi..." kalimatnya terhenti seiring 
dengan tibanya saya di tempat tujuan.
> 
> Sungguh. Saya jadi menyesal telah menceramahinya tadi. Tidak 
semestinya saya bersikap demikian kepadanya. Seharusnya saya bisa 
melihat lebih ke dalam, betapa ia pun harus menanggung malu untuk 
makan di saat orang-orang berpuasa demi mengganjal perut 
laparnya.Karena jika perutnya tak terganjal mungkin roda becak ini 
pun takkan berputar ..
> Ah, kini seharusnya saya yang harus merasa malu dengan puasa saya 
sendiri? Bukankah salah satu hikmah puasa adalah kepedulian? Tapi 
kenapa orang-orang yang dekat dengan saya nampaknya luput dari 
perhatian dan kepedulian saya?
>  
>


Kirim email ke