Semoga  tulisandari mahasiswa dari Jerman  ini bisa membawa sedikit 
ketentraman di penghujung Ramadhan.



Wasalam

Imusafir

------------ ---------
Saya adalah ibu dan baru saja menyelesaikan kuliah saya.
Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang
saya harapkan setiap orang memilikinya.
Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi
nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi ke
luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing
yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka.
Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan
didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang,
mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap
orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui
suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di
taman di halaman kampus, untuk pergi kerestoran
McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi
itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu
suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela
dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu
sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk
dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami
bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang
semula antri dibelakang saya ikut menyingkir
keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika
berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada
menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui
suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat,
ternyata tepat di belakang saya berdiri dua
orang lelaki tunawisma yang sangat dekil!
Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya
menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri
lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum"
kearah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot
matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang.
Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar
saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum
dan sembari menghitung beberapa koin yang
disiapkan untuk membayar makanan yang akan
dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya,
dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang
diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang
memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri
di belakang temannya. Saya segera menyadari
bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi
mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah
"penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin
setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian
itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,
dan kami bertiga tiba2 saja sudah sampai di
depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada
saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan
kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki
bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu
cangkir Nona." Ternyata dari koin yang
terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli
oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran
disini, jika ingin duduk di dalam restoran
dan menghangatkan tubuh, maka orang harus
membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang
ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang
membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil
mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat
duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya,
yang hampir semuanya sedang mengamati mereka..
Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari
bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga
sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga
melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter
itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan
apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan
minta diberikan dua paket makan pagi (diluar
pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta
bantuan petugas lain yang ada di counter itu
untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat
duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa
nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah
meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk
beristirahat. Saya letakkan nampan berisi
makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan
tangan saya di atas punggung telapak tangan
dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya
berucap "makanan ini telah saya pesan untuk
kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya,
kini mata itu mulai basah ber-kaca2 dan dia hanya
mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil
menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya
bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,
Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah
membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk
menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa
menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil
terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya
merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika
saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung
dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari
tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami
saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum
dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan
mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti,
untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan
anak-2ku! " Kami saling berpegangan tangan
beberapa saat dan saat itu kami benar2 bersyukur
dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA'
lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan'
untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain
yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai
dari tamu yang akan meninggalkan restoran
dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka
satu persatu menghampiri meja kami, untuk
sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi
tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah
memberikan pelajaran yang mahal bagi kami
semua yang berada disini, jika suatu saat
saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan
lakukan seperti yang telah kamu contohkan
tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil
tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan
restoran saya sempatkan untuk melihat kearah
kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit'
yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung
menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu
melambai-2kan tangannya kearah kami. Dalam
perjalanan pulang saya merenungkan kembali
apa yang telah saya lakukan terhadap kedua
orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan'
yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman
hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih
sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir
kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya.
Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen
saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai
kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan
kelas, ia melihat kepada saya dan berkata,
"Bolehkah saya membagikan ceritamu ini
kepada yang lain?" dengan senang hati saya
mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia
meminta perhatian dari kelas untuk membacakan
paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun
mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen,
dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara
dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam
membawakan ceritanya, membuat para siswa yang
hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat
bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung,
sehingga para siswi yang duduk di deretan
belakang didekat saya diantaranya datang memeluk
saya untuk mengungkapkan perasaan harunya..

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen
sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah
satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya .

"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan
mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan o
leh senyummu itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan'
diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di
McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap
siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir
saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran
terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku
kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis
untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun
bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai
cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran
bagaimana cara  MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN
SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya
MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN
MEMANFAATKAN SESAMA!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh
hati anda, teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat
anda. Disini ada 'malaikat' yang akan menyertai
anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita
ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu
(sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan
uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang
dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat
yang bijak' yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.
Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu.
Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan
HATImu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan
banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan
lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan,
akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan
memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka,
tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam
sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR
untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja
alam, tetapi orang-orang tua yang 'cantik' adalah
hasil karya seni. Belajarlah dari PENGALAMAN
MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup
lama untuk bisa mendapatkan semua itu dari
pengalaman dirimu sendiri..



Reply via email to