maaf ya, aa gym sebenarnya merupakan acuan muslim di indoneseia diexpose oleh 
semua media hingga dia tersanjung setinggi langit ,tutur katanya merupakan 
sihir setiap pendengarnya,tp ketika di mulai naek moge (motor gede) belajar 
jadi pilot , dalam hati saya bilang pasti jatuh,..karena kamu tutup seribu 
pintu akan ada sejuta pintu buat setan masuk walau sekecil lobang jarum.apalagi 
jika kamu mulai menghadapkan hatimu ke dunia......wow 
ternyata benar.....dia jatuh dan anggaplah tak lulus ujian....ke tingkat 
berikut.....
efeknya buruk seluruh yang di bangun rontok satu persatu termaksud tv aa gym 
sebenarnya pasti ada yang mau bantu cuma dorang pikir : aa gim seh....mentingin 
perempuan dari pada ummat muslim...makanya orang berpikir ah biarin bangkrut!!! 
ntar sukses KAWIN LAGIEEE!!!!  Jaman skarang ustad doyan kawin am  salam buat 
kyai puji bang roma bung hamzah has ustad komar. so virus paling ampuh itu 
virus perem 2.0 sampai 4.0 kalah yang di komputer.
 
*: virus perem 2.0 > 4.0 : kawin lebih dr 2 kali sampe 4 kali
 
bolo maapu
 
wassalam

--- On Wed, 10/29/08, imusafir <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: imusafir <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [GM2020] MQTV, Aa Gym dan warna Islam TV
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Date: Wednesday, October 29, 2008, 9:24 PM








http://warnaislam. com/syariah/ /2008/10/ 30/25380/ MQTV_Aa_Gym_ dan_Warna_ 
Islam_TV. htm

MQTV, Aa Gym dan Warna Islam TV
Kamis, 30 Oktober 2008 07:03
Pertanyaan

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ustadz, setelah membaca penjelasan ustadz tentang 'Kenapa pindah ke Warna 
Islam?' saya jadi berpikir, kenapa kita semua tidak bersama-sama menyelamatkan 
MQTV sebagai satu-satunya TV Islam apa tidak semestinya kita bergandengan 
tangan membantu MQTV. Kalaulah namanya sangat terkait dengan Aa Gym yang 
belakangan menjadi "musuh" bagi sebagian ibu-ibu, kan bisa diganti, 'warnaIslam 
TV" misalnya.

Sayang sekali ustadz, kalau TV itu tidak diberdayakan apalagi peralatan TV kan 
mahal-mahal.  Di Sabili terbaru saya baca ada sebuah masjid di Jogokariyan 
Yogyakarta yang memiliki TV komunitas, dan hal itu berdampak sangat positif 
untuk warga sekitar masjid.

Ayo ustadz satukan para wartawan media cetak, TV, radio dan penulis untuk 
membangun media Islam yang profesional dan mencerdaskan umat.

Semoga Allah memberi jalan dan kemudahan bagi ustadz dan teman-teman dalam 
berdakwah. Amin.....

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Utami Pangestuti

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih atas tanggapan dan perhatian antum 
terhadap pers Islam umumnya, serta dukungan moril kepada warna Islam khususnya.

Ide-ide Anda sunguh brilyan dan seharusnya semua kita juga bervisi yang sama. 
Sudah sejak dulu kita belajar dan membuktikan, bahwa dengan bersama-sama, kita 
akan kuat. Sedangkan kalau kita jalan sendiri-sendiri, tentu beban kita akan 
terasa lebih berat.

Dan memang sayang sekali, kita belum lagi mampu duduk bersama untuk 
menyelesaikan agenda umat bersama dalam bentuk karya yang nyata. Kalau sekedar 
kumpul-kumpul, menggalang aksi massa, atau mendemo kalangan yang anti dengan UU 
anti pornografi, memang agak lebih mudah. Biasanya sesuatu yang bersifat aksi, 
entah protes atau pun dukungan, memang mudah.

Tapi, pekerjaan yang bersifat membangun institusi yang profesional, seperti 
membangun jamaah yang solid, atau membangun media Islam, baik situs Islam 
apalagi TV Islam, tentu butuh lebih banyak resources, butuh kesabaran, butuh 
kecermatan, butuh ketelatenan sekaligus keteladanan.

Saya secara pribadi sangat yakin bahwa potensi umat Islam sangat besar. 
Sayangnya barangkali, semua potensi itu masih berupa energi potensial yang 
pasif. Belum siap pakai dan belum ada yang mensinergikannya menjadi sebuah 
kekuatan besar.

Hasan Al-Banna

Hasan Al-Banna di Mesir pernah melakukan hal itu. Potensi bangsa Mesir dan para 
pemuda di berbagai belahan dunia Islam yang sangat luar biasa itu, disatukan 
dalam satu jamaah, yang awalnya hanya kecil saja. Namun dengan iman yang 
mendalam (al-iman al-'amiq), pembinaan yang teliti (at-takwin ad-daqiq) dan 
kerja yang tidak pernah terputus (al-'amal al-mustamir) , 70 tahun kemudian 
jamah kecil itu telah menjadi sebuah gerakan Islam terbesar di dunia. Cabangnya 
tersebar di 70 negara. Menggetarkan hati yahudi durjana.

Jutaan ulama, birokrat, politikus, penguasaha, ilmuwan, industriawan, dosen, 
wanita, karyawan, seniman, pengajar, dan berbagai SDM dari berbagai level 
bergabung di dalam jamaah raksasa itu. Jangan dihitung lagi asset-asset yang 
dimiliki jamaah itu. Sehingga keberadaannya saja, tanpa harus bergerak, sudah 
menggetarkan hati lawan. Sesuai dengan motto jamaah itu, Wa a'iddu lahum 
mastatha'tum 

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka apa saja yang mampu kamu siapkan, baik 
berupa kekuatan maupun kuda-kuda yang tertambat. Dengan (persiapan) itu kamu 
dapat menggetarkan hati musuh Allah dan musuhmu (QS. Al-Anfal : 60)

Kalau semua potensi umat bergabung, jangankan bergerak, baru dengar berita 
bahwa semua potensi umat bergabung saja, musuh Allah sudah ketakutan duluan. 
Saayngnya, yang kita lihat tiap hari malah sebaliknya. Masing-masing individu 
jalan sendiri-sendiri. Musuh bukannya takut, malah menari-nari kegirangan.

Aa Gym? Wah 

Meski berbeda genre dengan Hasan Al-Banna, di Indonesia untuk kurun waktu 
singkat, kita pernah berharap besar dengan sosok Aa Gym. Beliau masih muda, 
berbahasa lembut, suara hatinya menyentuh kalbu semua orang, sehingga begitu 
banyak potensi umat yang terkena magnet Aa Gym. Wabil khusus, para ibu dan 
mbak-mbak. 

Di tahun 2000-an, pembantu saya dulu tiap hari minggu khusus minta izin tidak 
kerja, soalnya mau ikut pengajian Aa Gym di masjid Al-Azhar.

Pengagum Aa Gym tentu bukan cuma pembantu saja. Tapi mulai dari kalangan 
pejabat sampai para pengusaha multinasional juga suka dengan Aa Gym. Pokoknya, 
Aa Gym pisan euy...

Tiap hari kita melihat wajah imut beliau, nyaris hampir di semua media. 
Termasuk media TV swasta yang rebutan untuk bisa menampilkan sosok beliau.

Namun kita semua juga tahu, sekali beliau melakukan 'kesalahan', maka tanpa 
ampun, semua media kompak menjauhinya. Aa Gym sekarang tidak job-less atau 
pengangguran. Tidak, beliau tetap sibuk dan bahkan konon jauh lebih sibuk. 
Hanya media kita sudah tidak lagi berpihak kepadanya. Wajah imutnya itu kini 
jarang sekali muncul di layar kaca rumah kita.

MQTV 

Kita memang sangat menyayangkan tidak tayangnya lagi MQTV. Padahal TV itu sudah 
mulai banyak penggemarnya. Saya sendiri sudah pernah dua kali muncul di TV itu. 
Walau belum semegah MTV, tapi itu milik kita.

Kalau sampai MQTV tidak bisa lagi mengudara, yang sedih bukan hanya Ay Gym dan 
teman-teman kru di MQTV, tapi seharusnya yang sedih adalah 200 juta bangsa 
Indonesia. Seharusnya, potensi umat Islam ini lebih diarahkan kepada 
pembangunan media massa. Setidaknya seimbanglah. Jangan tiap hari urusannya 
hanya pilkada, pemilu dan pilpres.

Pilkada, pemilu dan pilpres untuk kondisi tertentu, boleh lah dibilang sebagai 
peluang dakwah. Tapi jangan kebablasan. Sekedar satu di antara sekian banyak 
peluang dakwah. Karena itu mengerahkan semua potensi uamt untuk urusan ini, 
tanpa adal lagi yang tersisa, rasanya kok kurang realistis.

TV Warna Islam? 

Saya secara pribadi, tapi mungkin yang lain juga senada, rasanya Warna Islam  
belum saatnya untuk mengudara dengan TV. Bahkan untuk sekedar TV komunitas 
sekali pun. Mimpi sih boleh, tapi yang penting jangan sampai nafsu besar tenaga 
kurang.

Seorang ikhwah pernah bilang pada Saya bahwa beliau dan teman-temannya 
ditawarkan oleh pihak Arab untuk membangun TV. Dananya? Pokoknya mereka siap 
menggelontorkan dana gede-gedean. Bahkan wacananya bukan sekedar membangun TV, 
tapi 'membeli' TV yang sudah ada tapi nyaris kolaps.

Wah, asyik juga tuh...

Tapi saya bilang, soal membeli stasiun TV memang mudah. Tapi kalau TV itu sudah 
ditanngan kita, lalu kita bisa apa? Apa yang bisa kita lakukan? Gimana urusan 
overhead, dari mana menutup cost yang besarnya nggak ketulungan itu.

Logika bodoh saya, kenapa TV swasta itu sampai pailit dan memutuskan untuk 
menjual saja TVnya, ya karena mereka tidak mampu membiayainya. Iklan? Wah, 
payah. Hutangnya mereka sudah bejibun di semua TV swasta. Sponsor? apalagi, itu 
lebih parah. Jadi hanya 'orang gila' yang hari ini mau membeli dan membangun 
TV, begitu kesimpulan saya. Dari segi bisnis, Tv sama sekali tidak menjanjikan.

Lebih kepada gagah-gagahan saja, atau memang ada tujuan politis, dan 
sejenisnya. Tapi secara investasi, bisnis televisi di negeri kita masih tidak 
jelas. Sebab kebanyakan pemilik modal dari para pengusaha muslim, memang masih 
berpikir bisnis murni. Investasi berapa dan keuntungan berapa.

Jadi mungkin untuk beberapa waktu, kita masih konsentrasi dulu dengan situs 
Islam ini. Ini saja kalau lengah dan kurang konsentrasi, bisa-bisa bubar jalan. 
Mungkin nanti murid-murid kita yang akan lahir kemudian, mereka yang akan 
mendirikan TV Islam impian itu.

Impian?

Sekarang ini masih impian, mungkin besok atas idzin Allah, akan jadi kenyataan. 
Toh mimpi itu boleh, tidak dosa. Dan salah satu bentuk wujud nyata impian kita 
adalah mendirikan TV yang bukan kecil-kecilan, tapi Tv yang sekaliber 
Aljazeera. Minimal kayak gitu.

Aljazeera Channel 

Logika saya yang bodoh dan kuper ini, mungkin kalau kita bisa meniru langkah 
Aljazzera Channel, rasanya agak terang. Syarikah Betrul, ya perusahaan minyak 
di Qatar sana memang menjadi sponsor utama. TV itu benar-benar tidak ada 
iklannya. Dibiayai oleh keluarga Emir yang kaya nauzubilah.

Kita di Indonesia, sebenarnya nggak kalah kaya dengan Qatar. Lha wong negeri 
kita juga kaya dengan minyak bumi. Sayangnya, selama ini minyak kita menguap 
kemana, tidak jelas. Hanya Allah dan mereka yang terlibat di dalamnya saja yang 
tahu.

Anggaplah satu areal saja dari tanah yang Allah berkahi ini kita kelola 
minyaknya, maka sebuah stasiun TV Islam bisa jadi 'zakatnya'. Jadi mendirikan 
TV besar model Aljazeera, harusnya sih bukan impian.

Dari segi managemen dan skill krunya, Aljazeera boleh saya bilang sangat 
unggul. Lihat saja teknik mereka, nyaris hampir tiap hari siaran langsung dari 
seluruh dunia. Selingan dan desain grafisnya juga luar biasa. Pasti mahal tuh 
bikinnya. Beda banget dengan grafisnya TVRI atau TV swasta kita.

Apalagi acaranya, semua kelas dunia. Khususnya yang berbahasa arab. Kita jadi 
cerdas kalau nonton Aljazeera seharian saja. Saayngnya, kudu bisa bahasa Arab 
dulu.

Kalau yang berbahasa Inggirs, memang menyedihkan. Satu informasi yang saya 
dengar, itu bagian dari bargaining dengan pihak Amerika. Gara-gara tidak 
berpihak ke Amerika dan malah membela Iraq, oleh US Aljazeera disuruh pilih, 
mau dibom atau dirikan Aljazeera versi English.

Wah, repot juga ya. Kenapa US minta Aljazeera bikin versi English? Mudah 
ditebak. semua propaganda anti Islam dan pro Amerika. Sayangnya, kelompok 
English version ini getol bergerak. Sampai TV langganan saya di First Media 
(dulu Kabelvison), tiba-tiba siaran Aljazeera-nya berubah jadi English version. 
Semprul juga nih. Terpaksa harus beli parabola. Dan alhamdulillah, kita bisa 
nonton Aljazeera Arabic dengan gratis pakai parabola, tidak harus bayar.

Jadi kesimpulannya, makin tinggi pohon, makin kencang anginnya. Dan kita harus 
siap untuk itu.

Walahu a'lam bishshawab, wassaalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Ahmad Sarwat, Lc

 














      

Kirim email ke