anda mengungkapkan cinta manusia terhadap manusia dengan sangat dalam dan 
roamantis banget...ampe di bawah mati segala...
sebenarnya sudah terjadi perselingkuhan terhadap cinta itu tersendiri.
karena cinta yang hakiki adalah cinta kepada allah , anak istri semua yang ada 
di dunia adalah cinta yang semu dan bahkan sebaliknya adalah ujian buat kita , 
karena terlepas dr dasarnya kita lebih mencintai diri kita sendiri.
dan menginginkan orang lain seperti apa yang kita mau , seperti yang nafsuku 
mau.
cinta yang kita punya alangkah baiknya kita letakan dalam mahkota yang sangat 
tinggi, ada didalam nafas,bergemuruh dalam jiwa terkubur dalam gemgaman hati 
yang bening mangalir ke hadirat yang sesungguhnya, hingnga kita tak pernah 
sadar bahwa kita telah berada dalam genggamannya indah yang tiada tara,yang 
sulit membedakan antara hidup dan mati itulah arti khusuk yang sesungguhnya.
 
bo sedikit pendapat biar memperkaya cara berpikir kita
 
wassalam

--- On Tue, 11/18/08, ahmad fadhli <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: ahmad fadhli <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [GM2020] Sekuntum "Cinta" Pengantin Syurga
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Date: Tuesday, November 18, 2008, 9:26 PM






Salamun'alaika Ya Ahlul Jannah...

“Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, 
mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, 
membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang 
baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi 
orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah,” Imam Ibnu Qayyim 
al-Jauziyah dalam bukunya Raudah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin memberikan 
komentar mengenai pengaruh cinta dalam kehidupan seseorang.

Bila seorang kekasih telah singgah di hati, pikiran akan terpaut pada cahaya 
wajahnya, jiwa akan menjadi besi dan kekasihnya adalah magnit. Rasanya selalu 
ingin bertemu meski sekejab. Memandang sekilas bayangan sang kekasih membuat 
jiwa ini seakan terbang menuju langit ke tujuh dan bertemu dengan jiwanya.

Indahnya cinta terjadi saat seorang kekasih secara samar menatap bayangan orang 
yang dikasihi. Bayangan indah itu laksana air yang menyirami, menyegarkan, 
menyuburkan pepohonan taman di jiwa.

Dahulu di kota Kufah tinggallah seorang pemuda tampan rupawan yang tekun dan 
rajin beribadat, dia termasuk salah seorang yang dikenal sebagai ahli zuhud. 
Suatu hari dalam pengembaraannya, pemuda itu melewati sebuah perkampungan yang 
banyak dihuni oleh kaum An-Nakha’. Demi melepaskan penat dan lelah setelah 
berhari-hari berjalan maka singgahlah dia di kampung tersebut. Di persinggahan 
si pemuda banyak bersilaturahim dengan kaum muslimin. Di tengah kekhusyu’annya 
bersilaturahim itulah dia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita.

Sepasang mata bertemu, seakan saling menyapa, saling bicara. Walau tak ada 
gerak lidah! Tak ada kata-kata! Mereka berbicara dengan bahasa jiwa. Karena 
bahasa jiwa jauh lebih jujur, tulus dan apa adanya. Cinta yang tak terucap jauh 
lebih berharga dari pada cinta yang hanya ada di ujung lidah. Maka jalinan 
cintapun tersambung erat dan membuhul kuat. Begitulah sejak melihatnya pertama 
kali, dia pun jatuh hati dan tergila-gila. Sebagai anak muda, tentu dia 
berharap cintanya itu tak bertepuk sebelah tangan, namun begitulah ternyata 
gayung bersambut. Cintanya tidak berada di alam khayal, tapi mejelma menjadi 
kenyataan.

Benih-benih cinta itu bagai anak panah melesat dari busurnya, pada pertemuan 
yang tersamar, pertemuan yang berlangsung sangat sekejab, pertemuan yang selalu 
terhalang oleh hijab. Demikian pula si gadis merasakan hal serupa sejak melihat 
pemuda itu pada kali yang pertama.

Begitulah cinta, ketika ia bersemi dalam hati… terkembang dalam kata… terurai 
dalam perbuatan…Ketika hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan 
tidak berdaya. Ketika hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan 
kepalsuan dan tidak nyata…

Ketika cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon; 
akarnya terhujam dalam hati, batangnya tertegak dalam kata, buahnya menjumbai 
dalam perbuatan. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, 
dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam makna cinta direnungi, semakin besar fakta ini ditemukan. Cinta 
hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta 
hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta 
adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap 
saat sepanjang kebersamaan.

Begitupun dengan si pemuda, dia berpikir cintanya harus terselamatkan! Agar 
tidak jadi liar, agar selalu ada dalam keabadian. Ada dalam bingkai 
syari’atnya. Akhirnya diapun mengutus seseorang untuk meminang gadis pujaannya 
itu. Akan tetapi keinginan tidak selalu seiring sejalan dengan takdir Allah. 
Ternyata gadis tersebut telah dipertunangkan dengan putera bapak saudaranya.

Mendengar keterangan ayah si gadis itu, pupus sudah harapan si pemuda untuk 
menyemai cintanya dalam keutuhan syari’at. Gadis yang telah dipinang tidak 
boleh dipinang lagi. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan belakang, samping 
kiri, atau samping kanan. Mereka sadar betul bahwa jalinan asmaranya harus 
diakhiri, karena kalau tidak, justeru akan merusak ’anugerah’ Allah yang 
terindah ini.

Bayangkan, bila dua kekasih bertemu dan masing-masing silau serta mabuk oleh 
cahaya yang terpancar dari orang yang dikasihi, ia akan melupakan harga 
dirinya, ia akan melepas baju kemanusiaannya dengan menabrak tabu. Dan, sekali 
bunga dipetik, ia akan layu dan akhirnya mati, dipijak orang karena sudah tak 
berguna. Jalan belakang ’back street’ tak ubahnya seperti anak kecil yang 
merusak mainannya sendiri. Penyesalan pasti akan datang belakangan, menangispun 
tak berguna, menyesal tak mengubah keadaan, badan hancur jiwa binasa.

Cinta si gadis cantik dengan pemuda tampan masih menggelora. Mereka seakan 
menahan beban cinta yang sangat berat. Si gadis berpikir barangkali masih ada 
celah untuk bisa ’diikhtiarkan’ maka rencanapun disusun dengan segala 
kemungkinan terpahit. Maka si gadis mengutus seorang hambanya untuk 
menyampaikan sepucuk surat kepada pemuda tambatan hatinya:

”Aku tahu betapa engkau sangat mencintaiku dan karenanya betapa besar 
penderitaanku terhadap dirimu sekalipun cintaku tetap untukmu. Seandainya 
engkau berkenan, aku akan datang berkunjung ke rumahmu atau aku akan memberikan 
kemudahan kepadamu bila engkau mau datang ke rumahku.”

Setelah membaca isi surat itu dengan seksama, si pemuda tampan itu pun berpesan 
kepada kurir pembawa surat wanita pujaan hatinya itu.

“Kedua tawaran itu tidak ada satu pun yang kupilih! Sesungguhnya aku takut akan 
siksaan hari yang besar bila aku sampai durhaka kepada Tuhanku. Aku juga takut 
akan neraka yang api dan jilatannya tidak pernah surut dan padam.”

Pulanglah kurir kekasihnya itu dan dia pun menyampaikan segala yang disampaikan 
oleh pemuda tadi.

Tawaran ketemuan? Dua orang kekasih? Sungguh sebuah tawaran yang memancarkan 
harapan, membersitkan kenangan, menerbitkan keberanian. Namun bila cinta 
dirampas oleh gelora nafsu rendah, keindahannya akan lenyap seketika. Dan 
berubah menjadi naga yang memuntahkan api dan menghancurkan harga diri kita. 
Sungguh heran bila saat ini orang suka menjadi korban dari amukan api yang 
meluluhlantakkan harga dirinya, dari pada merasakan keindahan cintanya.

“Sungguh selama ini aku belum pernah menemukan seorang yang zuhud dan selalu 
takut kepada Allah swt seperti dia. Demi Allah, tidak seorang pun yang layak 
menyandang gelar yang mulia kecuali dia, sementara hampir kebanyakan orang 
berada dalam kemunafikan.” Si gadis berbangga dengan kesalehan kekasihnya.

Setelah berkata demikian, gadis itu merasa tidak perlu lagi kehadiran orang 
lain dalam hidupnya. Pada diri pemuda itu telah ditemukan seluruh keutuhan 
cintanya. Maka jalan terbaik setelah ini adalah mengekalkan diri kepada ’Sang 
Pemilik Cinta’. Lalu diapun meninggalkan segala urusan duniawinya serta 
membuang jauh-jauh segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Memakai pakaian 
dari tenunan kasar dan sejak itu dia tekun beribadat, sementara hatinya merana, 
badannya juga kurus oleh beban cintanya yang besar kepada pemuda yang 
dicintainya.

Bila kerinduan kepada kekasih telah membuncah, dan dada tak sanggup lagi 
menahahan kehausan untuk bersua, maka saat malam tiba, saat manusia terlelap, 
saat bumi menjadi lengang, diapun berwudlu. Shalatlah dia dikegelapan gulita, 
lalu menengadahkan tangan, memohon bantuan Sang Maha Pencipta agar melalui 
kekuasaa-Nya yang tak terbatas dan dapat menjangkau ke semua wilayah yang tak 
dapat tersentuh manusia., menyampaikan segala perasaan hatinya pada kekasih 
hatinya. Dia berdoa karena rindu yang sudah tak tertanggungkan, dia menangis 
seolah-olah saat itu dia sedang berbicara dengan kekasihnya. Dan saat tertidur 
kekasihnya hadir dalam mimpinya, berbicara dan menjawab segala keluh-kesah 
hatinya.

Dan kerinduannya yang mendalam itu menyelimuti sepanjang hidupnya hingga 
akhirnya Allah memanggil ke haribaanNya. Gadis itu wafat dengan membawa serta 
cintanya yang suci. Yang selalu dijaganya dari belitan nafsu syaithoni. Jasad 
si gadis boleh terbujur dalam kubur, tapi cinta si pemuda masih tetap hidup 
subur. Namanya masih disebut dalam doa-doanya yang panjang. Bahkan makamnya tak 
pernah sepi diziarahi.

Cinta memang indah, bagai pelangi yang menyihir kesadaran manusia. Demikian 
pula, cinta juga sangat perkasa. Ia akan menjadi benteng, yang menghalau segala 
dorongan yang hendak merusak keindahan cinta yang bersemayam dalam jiwa. Ia 
akan menjadi penghubung antara dua anak manusia yang terpisah oleh jarak bahkan 
oleh dua dimensi yang berbeda.

Pada suatu malam, saat kaki tak lagi dapat menyanggah tubuhnya, saat kedua mata 
tak kuasa lagi menahan kantuknya, saat salam mengakhiri qiyamullailnya, saat 
itulah dia tertidur. Sang pemuda bermimpi seakan-akan melihat kekasihnya dalam 
keadaan yang sangat menyenangkan.

“Bagaimana keadaanmu dan apa yang kau dapatkan setelah berpisah denganku?” 
Tanya Pemuda itu di alam mimpinya.

Gadis kekasihnya itu menjawab dengan menyenandungkan untaian syair:

Kasih…

cinta yang terindah adalah mencintaimu,

sebuah cinta yang membawa kepada kebajikan.

Cinta yang indah hingga angin syurga berasa malu

burung syurga menjauh dan malaikat menutup pintu.

Mendengar penuturan kekasihnya itu, pemuda tersebut lalu bertanya kepadanya, 
“Di mana engkau berada?”

Kekasihnya menjawab dengan melantunkan syair:

Aku berada dalam kenikmatan

dalam kehidupan yang tiada mungkin berakhir

berada dalam syurga abadi yang dijaga

oleh para malaikat yang tidak mungkin binasa

yang akan menunggu kedatanganmu,

wahai kekasih…

“Di sana aku bermohon agar engkau selalu mengingatku dan sebaliknya aku pun 
tidak dapat melupakanmu!” Pemuda itu mencoba merespon syair kekasihnya

“Dan demi Allah, aku juga tidak akan melupakan dirimu. Sungguh, aku telah 
memohon untukmu kepada Tuhanku juga Tuhanmu dengan kesungguhan hati, hingga 
Allah berkenan memberikan pertolongan kepadaku!” jawab si gadis kekasihnya itu.

“Bilakah aku dapat melihatmu kembali?” Tanya si pemuda menegaskan

“Tak lama lagi engkau akan datang menyusulku kemari,” Jawab kekasihnya.

Tujuh hari sejak pemuda itu bermimpi bertemu dengan kekasihnya, akhirnya Allah 
mewafatkan dirinya. Allah mempertemukan cinta keduanya di alam baqa, walau tak 
sempat menghadirkan romantismenya di dunia. Allah mencurahkan kasih sayang-Nya 
kepada mereka berdua menjadi pengantin syurga.

Subhanallaah! Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa. Pantaslah kalau cinta 
membutuhkan aturan. Tidak lain dan tidak bukan, agar cinta itu tidak berubah 
menjadi cinta yang membabi buta yang dapat menjerumuskan manusia pada kehidupan 
hewani dan penuh kenistaan. Bila cinta dijaga kesuciannya, manusia akan 
selamat. Para pasangan yang saling mencintai tidak hanya akan dapat bertemu 
dengan kekasih yang dapat memupus kerinduan, tapi juga mendapatkan ketenangan, 
kasih sayang, cinta, dan keridhaan dari dzat yang menciptakan cinta yaitu Allah 
SWT. Di negeri yang fana ini atau di negeri yang abadi nanti.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu 
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram 
kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada 
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” 
(QS. Ar-Ruum : 21).

dari Raja’ bin Umar An-Nakha’i dll.

____________ _________ _________ _________ _________ _________ _
Dapatkan alamat Email baru Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!
http://mail. promotions. yahoo.com/ newdomains/ id/
 














      

Kirim email ke