bukankah pelaksana survey berlaku sebagai consultan pemenangan pemilu?
ada iklannya koq di koran tempo!
 
wassalam

--- On Mon, 11/24/08, Funco Tanipu <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: Funco Tanipu <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [GM2020] Waspada : Ada cukong di belakang survei Pemilu?
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Date: Monday, November 24, 2008, 12:56 AM










Ada cukong di belakang survei Pemilu? 

Monday, 24 November 2008 15:00 WIB 

AHLUWALIA

Satu bidang tugas sosial yang tampaknya tak bakal tergerus krisis global adalah 
survei politik. Apalagi, menjelang ‘lomba demokrasi' yang sebentar lagi 
berlangsung. Tapi, bagaimana mempercayai hasil survei mereka? 

Survei politik menjadi tak lapuk oleh krisis karena pasarnya memang sedang 
ranum-ranumnya. Sebentar lagi, bakal berlangsung pesta demokrasi, Pemilu 
Legislatif dan Pemilihan Presiden. Partai politik dan politisi papan atas 
membutuhkan hasil survei untuk mengukur diri.

Persoalannya adalah sejauh mana kredibilitas dan akurasi hasil survei? Sejauh 
mana pula independensi lembaga survei? Bagaimana pula mereka menyingkirkan 
kecurigaan bahwa parpol dan politisi ikut berperan secara finansial untuk 
membuahkan hasil survei.

Tak ada yang memastikan hitam-putih, peran parpol dan politisi papan atas 
terhadap hasil akhir sebuah survei. Tapi, gelagat tak sedap bisa terlihat dari 
tanda-tanda yang dengan gampang dibaca. Apa itu? Hasil survei para lembaga 
tersebut tak lagi memiliki akurasi yang meyakinkan. Itulah yang membuat lembaga 
survei mendapat kritik dan gugatan dari publik, media, konsumen survei, hingga 
masyarakat madani.

Tengoklah hasil Pilkada Jawa Timur. Hasil Lingkaran Survei Indonesia, Lembaga 
Survei Indonesia, Lembaga Survei Nasional, dan Puskaptis, terbukti meragukan 
dan membingungkan masyarakat.Banyak yang mempertanyakan dan menggugat.

Buktinya, penetapan KPUD Jatim mengenai kemenangan pasangan Soekarwo-Saifullah 
Yusuf berbeda dengan hasil prediksi quick count LSI Saiful Mujani maupun Denny 
JA. Jika lembaga survei memperhitungkan pasangan Khofifah Indar 
Parawansa-Mudjiono yang menang tipis, KPUD menentukan lain.

Tentu, ini menyisakan persoalan besar bagi eksistensi penyelenggaraan survei di 
negeri ini. Kualitas survei mereka patut dipertanyakan. Demikian halnya 
kualitas survei LSN dan Puskaptis. Semua digugat dan dipertanyakan publik. 

Di tahun 2008, publik juga mencatat keberhasilan pasangan Ahmad Heryawan-Dede 
Yusuf memenangkan Pilkada Jawa Barat. Ini membuat ‘pucat' wajah LSI Mujani 
maupun Denny. Pasalnya, sebelumnya mereka mengunggulkan Agum Gumelar atau Denny 
Setiawan.

Ada kecenderungan sosial yang kuat bahwa survei sudah tak layak dipercaya. 
Apalagi, survei-survei itu menelan biaya milyaran rupiah. Sehingga, tentu saja, 
akurasi survei itu pantas digugat. Dan, layak juga diusung tanda tanya, sejauh 
mana tanggung jawab moral lembaga-lembaga survei itu tatkala pasangan yang 
diusungnya kalah dan merasa dipermalukan.

Belakangan, hasil survei LSI Saiful Mujani soal kemungkinan naiknya suara 
Partai Demokrat di luar perhitungan banyak orang. Katanya, Partai Demokrat 
berpeluang menang Pemilu 2009 karena menangguk swing voter. Persoalannya, dari 
mana hitung-hitungan itu?

Padahal LSI Mujani punya slogan: akurat, terpercaya, berpengaruh. Demikian 
halnya lembaga-lembaga survei lainnya juga punya slogan serupa tapi tak sama. 
"Jangan terlalu percaya survei LSI," kata Presiden PKS, Tifatul Sembiring. 

Swing voter bisa saja berpindah ke berbagai parpol, tak hanya ke PD. Bisa juga 
ke Hanura, PKS, Gerindra, PDI-P, Partai Golkar dan lain-lain. Mereka yang 
kemarin berpaham nasionalis, bisa saja lima tahun ini berubah jadi Islamis dan 
sebaliknya. Banyak faktornya.

Pertanyaan radikalnya: survei LSI itu dananya dari mana? Sebab bukan rahasia 
lagi, dana juga berpengaruh kepada hasil survei terkait makin langkanya sumber 
dana akibat krisis finansial global yang menerjang ekonomi nasional. 

Sudah bukan rahasia lagi bahwa survei-survei berbagai lembaga kini sulit 
mencari sponsor independen. Yang ada dana dari politisi, parpol, atau cukong 
para politisi. 

Jika hasil survei ini melegakan atau memuaskan sang pemesan, biasanya ada 
bonus, perpanjangan kontrak, menjadi konsultan politik, meraih proyek atau 
pekerjaan sejenisnya. LSI, Fox Indonesia, dan jaringannya dikenal dekat dengan 
elit Partai Demokrat dan parpol lain. Sehingga bisa ditebak kecenderungannya. 

Kritik tajam dari media semisal Kompas dan Tempo dan media lain terhadap 
kredibilitas institusi-institusi survei, menunjukkan kekecewaan terhadap 
kualitas lembaga-lembaga survei yang kadung komersial itu. Baik komersil secara 
terbuka maupun terselubung.

"Kita khawatir, survei-survei tidak lagi berpengaruh dan tidak lagi terpercaya. 
Ini pelajaran berharga," kata Arbi Sanit, pakar politik UI.

Institusi survei telah mengenyam banyak sekali pengalaman dalam kurun waktu 
1999-2008. Jika beragam kegagalan terus berlanjut, patut dipertanyakan, ada apa 
dengan institusi survei di negeri ini? Kepercayaan publik nyaris hilang sama 
sekali. 


http://www.waspada. co.id/ragam/ada-cukong- di-belakang-survei-pemilu. html


Dapatkan nama yang Anda sukai! 
Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail. com.
 














      

Kirim email ke