Plok..plok..plok..plok.. Benar2 mencerahkan.. Honestly, Di Milis GM 2020 hanya dua orang yang bisa menulis sebaik ini. Yang satunya lagi Bung Irwan Uno, sayang beliau sudah lama tidak aktif. Melalui email ini juga dengan kerendahan hati saya mohon maaf pada Bung Bustamil Hinta karena mungkin saya yang dianggap memimpin pengeroyokan yang dimaksud. Tujuan saya merespon beliau dengan agak keras juga semata-mata karena ingin melihat sebaik apa dia bisa bertahan terhadap pukulan balik. Apa yang dia rasakan sekarang itulah yang kami rasakan sebagai bagian dari civitas UNG yang merasa di under estimate. Kita sama-sama sudah maju terlalu jauh, tapi tetap ada saatnya kita berhenti untuk melihat apakah sudah benar jalan yang kita lalui. Bung Bustamil Hinta.. Saya ulurkan salam persahabatan buat anda dihadapan semua milister. Buat teman-teman UNG, saya bangga dengan loyalitas yang sudah diperlihatkan selama ini, meskipun saya rasa itu tidak cukup kalau tidak dibarengi dengan usaha untuk memperbaiki diri dan meningkatkan pengabdian kita terhadap lembaga tercinta dan masyarakat pada umumnya. Buat pak Syam, terimakasih tulisannya.. Terakhir, Boleh pinjam koleksi cerita Abunawas nya pak? saya perhatikan semua tulisan pak Syam selalu diakhiri dengan anekdot sang Abu, hehehe... Wassalam, Mohamad Iqbal Makmur Fak. Pertanian UNG
--- On Thu, 12/4/08, sukirman rahim <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: sukirman rahim <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Bls: [GM2020] SERBU...? (REFLEKSI) To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Date: Thursday, December 4, 2008, 4:49 AM SERBU...!!! Serbu...maju. ..pantang mundur... Demikianlah komando panglima dan pejuang Islam terkenal, Jabal Thariq ketika menyerbu daratan Eropa. Beliau menyeberang selat, yang sekarang dinamai Gibraltar untuk mengabadikan nama panglima gagah berani tersebut, bersama 10..000 orang pasukannya. Beliau membakar hangus perahu-perahu yang ditumpangi pasukannya sehingga tidak ada jalan mundur, kecuali maju atau mati syahid....Dan sejarah menunjukkan, mereka menang dan dimulailah dominasi kebudayaan Islam di tanah Eropa terutama Spanyol... Serbu... Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi teman saya Bustamin Hinta, penghuni asrama Salemba dan aktifis SSG, yang ”diserbu” dan ”dikeroyok” rekan dan adik-adik saya dari UNG, ketika dia ”menjewer” UNG melalui tulisannya yang to the point, tanpa basa-basi, tanpa tedeng aling-aling. Maka adalah `wajar jika laskar UNG pun berekasi, menyerbu dan berani mati demi eksistensi lembaganya. Kritik apalagi dikemas dengan kata-kata yang kurang enak didengar, pasti membuat telinga menjadi merah. Merah karena marah, sewot, dongkol, uring-uringan dan akhirnya ”lost control” yang bisa berakibat fatal. Bisa terjadi adu jotos dan adu argumentasi yang tidak jarang keluar dari materi yang sebenarnya. Sebuah kritik, apa pun konteks dan materinya seharusnya dijadikan masukan untuk introspeksi. Entah benar atau tidak, tetap kita pandang positif. Dan satu lagi, si pengkritik berarti merasa memiliki UNG. Sebab harus diingat, UNG adalah milik Gorontalo, bahkan milik Indonesia, jadi siapapun yang melakukan kritik, ”monggo mas”. Kritik akan selalu membuat kita mawas diri, evaluasi diri dan akhirnya memperbaiki diri. Tapi hati-hati, kritik jika tidak dikemas secara bijak, akan mengarah dan dipandang sebagai hujatan, pelecehan, ejekan, memandang remeh. Ambil contoh ”akh...apa itu UNG, gak ada apa-apanya”. Ini adalah kritik, tapi karena dikemas kurang baik dan terkesan apriori maka akhirnya dipandang sebagai ”memandang remeh”. Bukankah Rasulullah SAW telah memberi teladan yang sangat baik dalam pergaulan antar sesama? Beliau tiba-tiba berdiri ketika mayat orang Yahudi lewat sehingga para sahabat heran dan bertanya ”mengapa baginda berdiri padahal dia orang Yahudi?” Dengan senyum beliau menjawab, ”kita harus hormati dia sebagai manusia, jangan pandang remeh orang lain bahkan mayat Yahudi sekalipun”. Dalam berbagai majelis pun beliau selalu memberi kritik atau saran sehingga orang yang dikritik tidak menjadi marah. Sungguh elok dan mulia akhlak Rasulullah SAW, mudah-mudahan kita menjadi ummatnya yang setia. Ketika masyarakat Gorontalo menggugat tentang partisipasi perguruan tinggi khususnya UNG terhadap pembangunan Provinsi Gorontalo, maka hal itu perlu menjadi bahan renungan. Tetapi sebelum merenung, alangkah bijak, rasional dan obyektif, didefenisikan dan dirumuskan indikatornya. Apa sih yang dapat dijadikan indikator keberhasilan sebuah perguruan tinggi dalam konteks membangun daerah. Jika telah dirumuskan, maka akan lebih ”enak” diskusi tentang masalah ”partisipasi”. Sebagai ”agent of change”, warga kampus terutama UNG telah berhasil membawa perubahan yang sungguh sangat besar dan signifikan bagi Gorontalo. Bukankah para pejuang provinsi sebagian besar dari perguruan tinggi khususnya UNG?. Ada Nelson Pomalingo, sang deklarator, yang berjuang siang malam untuk menjadi daerah yang bermartabat. Ada Yulianto Kaji, Lukman Laliyo, Masrid K Umar dan lain-lain, yang berjuang mati-matian, berdarah-darah, menelusuri seluruh pelosok desa, naik turun gunung untuk menghimpun kekuatan rakyat agar berjuang bersama-sama. Sementara sebagian orang memandang remeh, mengejek para pejuang ”sedang mimpi di siang bolong”. Bahkan ada seorang tokoh politik yang berani bersumpah ”potong jari saya kalau Gorontalo jadi provinsi”. Pernah Lukman Laliyo datang ke saya sambil berlinang air mata ”Kak, kita berjuang untuk pembentukan provinsi cuma jadi bahan ejekan tokoh-tokoh politik dan birokrat, bahkan P2GTR diplesetkan menjadi Pembentukan Provinsi Gorontalo Tomimpi Raya”. Setelah provinsi terbentuk, apakah kampus tetap mewarnai pembangunan daerah? Apakah hasil kajian dan penelitian kampus menjadi bahan rujukan untuk membangun daerah? Data di pemerintah daerah khususnya kabupaten-kota menunjukkan warga kampus terlibat aktif pada penelitian dalam kerangka pembangunan daerah. Ada Nawir Sune, Mahludin Baruadi, Sarwani Canon, Asda Rauf, Amir Halid, Sukirman ”Kilo” Rahim dan masih banyak lagi yang melakukan kerjasama penelitian dengan pemerintah daerah. Namun tentu saja masih perlu ditingkatkan sampai ke taraf nasional. Dan saya sarankan, ”gunakan media massa untuk publikasi hasil kajian dan penelitian itu, agar tidak dianggap tidur”. Kita perlu berguru kepada Gubernur kita, Fadel Mohammad yang selalu membicarakan masalah pembangunan Gorontalo di media massa lokal dan nasional, yang akhirnya menarik perhatian masyarakat luas. Kalau perlu, miles ini, ”GM2020”, dijadikan sarana untuk itu, agar lebih produktif, edukatif dan mengajak kita semua untuk ”berubah” dan maju terus... Jika masyarakat Gorontalo mengguggat, ”kualitas SDM khususnya dosen UNG rendah”, maka hal inipun perlu dijadikan bahan renungan, evaluasi diri dan kajian. Namun sekali lagi, perlu dirumuskan terlebih dahulu indikatornya. Secara umum, indikator yang digunakan bahkan oleh badan dunia seperti UNDP, adalah strata pendidikan. Jika kita menggunakan indikator itu, maka kurang tepat jika SDM UNG berkualitas rendah. Data yang ada menunjukkan lebih kurang 75% dosen sudah S2 dan S3. Pada saat studi pun mereka berprestasi, menjadi tempat bertanya teman-teman seangkatan dan menyelesaikan studi tepat waktu. Apakah peningkatan kualifikasi pendidikan tersebut secara otomatis meningkatkan kualitas dosen? Jika itu yang dipertanyakan, maka sama saja kita meragukan sistem pendidikan di ITB, UGM, IPB, UI, UNJ, UPI, UNHAS, UNPAD dan perguruan tinggi lainnya baik dalam maupun luar negeri, karena mereka adalah jebolan institusi itu. Yang menjadi pertanyaan besar adalah ”apakah peningkatan kualitas dosen berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang menjadi dharma perguruan tinggi?” ”Apakah peningkatan kualitas dosen berbanding linear dengan kiprahnya di daerah?” Inilah yang mungkin sering dipertanyakan masyarakat Gorontalo termasuk Bustamin. Dalam bahasa kasarnya ”mana suara para master, doktor dan guru besar UNG?” Untuk menjawabnya, perlu kajian lebih mendalam tentang kondisi internal dan eksternal kampus. Dan saya pikir hal itu penting menjadi bahan renungan, diskusi dan kajian rekan dan adik-adik saya di UNG. Serbu... Terlepas dari omongan serius di atas, ”penyerbuan” dan ”pengeroyokan” terhadap Bustamin, bagi saya adalah fenomena yang sungguh sangat bagus, Berarti kawan- kawan saya di UNG memiliki ”sense of belonging”, ”right or wrong is my institue”, walaupun beberapa ahli seperti Searle bependapat bahwa akademisi cenderung lebih loyal kepada disiplin ilmunya dibanding institusinya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan, keterpaduan (cohessiveness) adalah salah satu faktor yang sangat menentukan keefektifan sebuah organisasi. Keterpaduan ditunjukkan dengan loyalitas, merasa memiliki dan berani membela jika institusi mendapat serangan dari luar, pembelajaran juga ini untuk teman2 lain jika berargumen hendaklah dipikir, dipertimbankan dan dikaji dulu manfaatnya. Loyalitas rekan-rekan saya tidak sama dengan loyalitas Abunawas terhadap rajanya. Ketika sang raja ingin menguji ”sejauh mana loyalitas dan kepatuhan rakyat terhadap rajanya”, maka dia memerintahkan setiap orang membawa sebotol madu untuk dituangkan di belanga besar depan istana. Tapi, dasar Abunawas, dia hanya bawa sebotol air karena dalam kalkulasinya, sebotol air dicampur dengan sekian ratus ribu botol madu, tidak akan berpengaruh apa-apa. Pada saat raja membuka dan memeriksa belanga, maka isinya adalah ”AIR” karena ”SEMUANYA BAWA AIR...” He...he..he.. SYAMSU QAMAR BADU Penghuni Asrama Salemba/Kolumnis GM2020 Dari: lillyan_ipb <lillyan_ipb@ yahoo.com> Kepada: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com Terkirim: Rabu, 3 Desember, 2008 17:35:03 Topik: [GM2020] Re: Bls: UNG mo pindah ke Limboto? Betul sekali itu OH, saya setuju sekali . . . dan mungkin pula sudah menjadi salah satu tugas yang bergelar SH untuk selalu mendampingi dan memberikan kedamaian buat masyarakat gorontalo umumnya dan member milis khususnya, hehehe . . Peace poli wa :-) Ps : OH, thanks atas sms inspirasinya di HP paituwa kemaren, :-) Mama Galang, Bogor. ============ ========= ========= --- In gorontalomaju2020@ yahoogroups. com, Razif Halik <[EMAIL PROTECTED] ..> wrote: > > ORG GTLO BAKAT KONSULTAN? > > Kalau banyak idea, apalagi nasihat, maka salah satu bidang yang akan > diminati org Gtlo adalah jadi konsultan. > Mari kita hitung, ada berapa org kita yang SUDAH jadi konsultan. Berapa > diantara mereka itu sudah punya nama karena laku? Ambil secara prosentis > saja dibanding dgn jumlah yang sudah berpendidikan. Terus dibandingkan > dengan suku2 lain. Kalau hasilnya bo monyodihkan, artinya bakatnya lebih > banyak jadi pokrol bambu. Kabarnya kasus sengketa warisan di Pengadilan > Gtlo sangat tinggi. Karena kelangkaan Pengacara dimasa lalu, banyak > digunakan jasa Pokrol Bambu, sekarang karena sudah banyak SH, maka > merekalah pengganti Pokrol. Berapa dari para Konsultan hukum itu telah > menang perkara,alias sukses. (jangan dihitung yg pake doi sogok). > Begitulah salah satu cara berpikir untuk bikin studi BAKAT secara > empiris he he he > > SALAM&SORI,OH > > Taufik Polapa wrote: > > > > bu del, > > > > Kalo mengenai Ide sejak jaman penjajahan Belanda Orang Gtlo paling > > kaya Akan IDE, mau di Kumpulkan PAra Generasi Muda Seluruh Indonesia, > > yang juara 1 pasti orang gtlo dalam hal saran dan Ide. tapi dalam > > realisasi berbanding terbalik dengan Ide dan Saran. > > > > Mohon maaf. > > > > salam > > > > TP > > > > > > --- On *Sun, 11/30/08, delyuzar ilahude /ilahude_mgi@ .../* wrote: > > > > From: delyuzar ilahude ilahude_mgi@ ... > > Subject: Re: [GM2020] Re: Bls: UNG mo pindah ke Limboto? > > To: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com > > Date: Sunday, November 30, 2008, 9:56 PM > > > > Apa memang sejelek itu UNG punya fakultas diluar pendidikan bahasa > > dan politik ? Justru saya sempat ngobrol dengan dr. Budi Doku, > > rencana katanya mau dibuka fak. kedokteran di UNG. Alhamdulillah > > bagus sekali ide ini. Semoga dpt direalisasikan. . > > Salam > > > > > > > > --- In gorontalomaju2020@ yahoogroups. com > > <mailto:gorontalomaj u2020%40yahoogro ups.com>, "bustamil hinta" > > bang_ucu@ .> wrote: > > > > > > Biar pindah ke MARS le ;) hahahahahahahaha, 3 syarat saja > > solusi untuk > > > UNG bisa 'naik peringkat' mau tau? > > > > > > 1. Potong dua generasi petinggi UNG dan gantikan dengan > > 'darah2 segar' > > > yang lebih bersih, ganteng, punya sense of science and > > techno yang > > > mumpuni bukan sekedar lips pemerah bibir dan peka dengan > > real societal > > > needs orang gorontalo. > > > > > > 2. UNG pindah dekat Harvard atau MIT; > > > > > > 3. UNG cukup memprofesionalkan diri di dua bidang yang > > sebagian besar > > > dosennya hebat di bidang itu : 1). Pendidikan Bahasa > > Gorontalo dan > > > 2). Politik praktis, sedangkan fakultas lain, bubar saja, > > nggk usah > > > maksa laa...kasian dosen dan mahasiswanya ;) > > > > > > odu olo ;) > > > > > > > > > > Dapatkan alamat Email baru Anda! Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!