Ok Bung Syam, menarik sekali melihat apa yang terjadi dan sempat menjadi
Headline di media lokal dan berita di media nasional tentang Pemukulan Siswa
oleh Guru SMK 3 Gorontalo.
Sekedar informasi, saya alumnus SMK 3 Gorontalo atau dulu STM Negeri
Gorontalo.

Beberapa waktu yang lalu di Fakultas tempat saya bekerja sempat terjadi
perbincangan ini, dan saya yang kebetulan berada disitu, secara tidak
langsung mengatakan bahwa saya ok saja dengan perlakuan Guru tersebut,
karena jujur dulu waktu masih jadi Siswa di STM saya sempat beberapa kali
mendapatkan perlakuan serupa, dari Tamparan, Tendangan, cubitan, dan
berbagai pukulan lainnya. Anehnya saat itu, saya dan beberapa teman yang
mendapatkan perlakuan itu, tidak sedikitpun mengeluh atau melaporkan ke
Orang Tua kami. Saya jadi ingat dulu saya pernah ditampar dari jarak dekat
dan pernah juga ditampar dari depan kelas sampai di belakang kelas oleh
Guru, tapi saya merasakan hal itu adalah ganjaran atas 'kenakalan' saya. Dan
tidak sedikitpun saya melaporkan hal itu ke orang tua saya. Bahkan ada teman
saya yang di tampar saat kelas satu dan langsung jatuh sakit dan dia baru
bisa masuk sekaolah lagi saat kami (teman-temannya) sudah kelas tiga. Dan
tidak ada apa-apa.

Waktu 2 hari lalu saat saya sedang menyaksikan berita itu di Televisi dan
kebetulan Bapak saya menyaksikan, Saya hanya mengatakan lirih kepada Bapak
saya, bawa saya juga dulu pernah ditampar kok tapi tidak pernah saya laporan
ke Orang Tua. Hehehe.

Memang bagi Guru atau pendidik saat ini adalah dilematis, disatu pihak dia
ingin menerapkan disiplin, tapi dipihak lain (saat ini) selalu dihadapkan
pada pelanggaran HAK ASASI MANUSIA. Dulu barangkali kita masih ingat bahwa,
waktu di SD kita sering sekali di pukul guru hanya gara-gara tidak memotong
kuku, hanya gara-gara terlambat ikut upacara dan kita benar-benar takut akan
hal itu. Bahkan ada istilah "diujung cambuk sang guru itu ada emasnya",
barangkali emas yang dimaksud disini (kalau saya tidak salah
menginterpretasikan), emas disini adalah kesadaran dari diri kita untuk bisa
disiplin.

Beberapa waktu yang lalu saat saya mengadakan pelatihan kepada Guru-Guru,
satu yang saya pertanyakan adalah beda Guru waktu jaman saya dulu dan
sekarang serta dampaknya kepada tingkat Disiplin dan Keberhasilan siswa.
Keluhan mereka adalah Guru dulu sangat digugu dan ditiru serta ditakuti
sekali, sedangkan sekarang Guru ingin menerapkan disiplin selalu di
'bayang-bayangi', awas HAM dan lain-lain.

Apa yang terjadi?

Dari kurang pasnya penerapan disiplin di tingkat pendidikan dasar, hal ini
berdampak pada sikap siswa saat mereka menjadi mahasiswa dan ketingkat lebih
lanjut (termasuk interaksi sosial di masyarakat). Ironis memang kalau kita
merapkan disiplin dengan kekerasan, tapi kalau dilihat dari kenyataan bahwa
dulu kita sempat 'dikeraskan' tapi kita bisa bertahan dan itu menjadi sebuah
pembelajaran (sedikitnya itu yang saya rasakan secara pribadi). Nah
kenyataan yang sekarang, dipukul sedikit langsung lapor, dipukul sedikit
langsung cenggeng.

Demikian sedikit pandangan saya (pribadi).

Salam,
a/L
alumnus STM Gorontalo
*sempat mendapatkan beberapa kali tamparan, tendangan, cubitan waktu sekolah
dan alhamdulillah sampai sekarang Baik-baik saja.*

2008/12/12 N. Syamsu Panna <n_syam...@yahoo.com>

>   Mohon dapat memberi komentar tentang Kekerasan dalam pendidikan di link
> ini :
>
> http://www.liputan6.com/kutipan/?id=169654&countrytabs=0
>
>
> Trims
>
> ------------------------------
>  Menambah banyak teman sangatlah mudah dan 
> cepat.<http://sg.rd.yahoo.com/id/messenger/trueswitch/mailtagline/*http://id.messenger.yahoo.com/invite/>
> Undang teman dari Hotmail, Gmail ke Yahoo! Messenger sekarang!
> 
>

Reply via email to