Memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia (catatan seorang siswa)
Sejak kelas 1 sekolah dasar saya sudah “dinobatkan” oleh guru kelas saya 
sebagai murid teladan, siswa terpintar, dan titel-titel membanggakan lain. 
Teman-teman saya pun semua mengiyakan gelar-gelar tersebut karena pada dasarnya 
saya anak pendiam yang tidak pernah menjahili dan mengganggu anak lain. Mereka 
dengan senang hati mengamini gelar-gelar itu.
Hal ini terus berlanjut hingga saya di sekolah menengah pertama. Semua siswa 
baik secara langsung maupun tidak langsung mengenali saya sebagai “si pintar”. 
Bahkan anggapan itu pula yang membawa saya menjabat sebagai ketua kelas selama 
SMP dan ketua osis SMP Negeri 1 Gorontalo selama lebih dari 1 tahun. Padahal 
jika diingat-ingat lagi saya sama sekali tidak punya jiwa kepemimpinan pada 
waktu itu. Malahan saya adalah anak yang sangat mudah gugup ketika tampil di 
depan kelas, terlebih lagi di depan seluruh sekolah.
Saya tidak pernah menyesal dengan semua yang telah saya alami, bahkan sangat 
berterima kasih dengan semua itu. Secara langsung predikat-predikat dan 
jabatan-jabatan itu yang membentuk kemampuan dan kepribadian saya. Dari anak 
yang mudah gugup, pasif, pemalu saya menjadi relatif lebih berani, percaya 
diri, dan lebih aktif. Saya menyadari bukan pribadi saya yang pantas dengan 
predikat-predikat dan jabatan-jabatan itu, tapi semua itulah yang membantu saya 
membentuk pribadi saya.
Apa yang ingin saya tekankan adalah ini :
Saya digelari “si pintar” sejak awal sekolah saya selalu menjadi peringakt 1 
umum di sd dan smp, dan 3 besar di smu
Saya dipercaya mampu sebagai pemimpin saya memenagkan kampanye pemilihan ketua 
osis smp. Dalam tulisan ini saya bukannya ingin membangga-banggakan apa yang 
telah saya alami, tapi saya ingin menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi dan 
mengaitkan dengan sistem pendidikan di Indonesia yang memungkinkan hal-hal 
seperti ini sering sekali terjadi.
Dari buku-buku yang saya baca (saya tidak menyebutkan sumber bukan karena tidak 
menghormati, tapi ingin ini berasal dari pemahaman bukan hapalan), kesalahan 
adalah bagian dari pembelajaran bukan sesuatu yang harus dihukum. Ketika 
seorang anak melakukan kesalahan, entah itu akademik ataupun perilaku, umumnya 
pendidik, dalam hal ini gurunya, akan memberikan hukuman. Hukuman yang saya 
maksud bukan hukuman secara fisik atau hardikan (meskipun yang saya alami 
ketika sd adalah hukuman-hukuman ini), tapi lebih pada hukuman yang secara 
disadar atau tidak menurunkan kepercayaan diri dan ekspektasi anak pada dirinya 
sendiri.
Contoh 1 : ketika anak melakukan kesalahan perilaku dia akan dikategorikan 
“anak nakal”. Pendidik tidak membantu anak ini menemukan kebaikan yang pastinya 
ada pada setiap anak, tapi entah secara langsung atau tidak langsung membuat si 
anak percaya bahwa dia anak nakal, bahwa dia bermasalah, bahwa itu memang sudah 
sifatnya. Dan percaya atau tidak, penilaian-penilaian ini akan tertanam erat di 
benak si anak dan akan terus dibawa hingga Ia dewasa. Dan nilai-nilai ini yang 
Ia pratekkan. “Saya anak nakal. Wajar kalau saya melakukan buruk”. Berbeda 
dengan anak yang dikategorikan pintar dan baik, dia akan terus menjaga sikapnya 
karena tertanam padanya “saya anak baik dan pintar, jadi saya tidak boleh 
melakukan buruk dan harus terus mengoptimalkan kemampuan saya”.
Contoh 2 : dalam proses belajar ketika anak tidak bisa menjawab soal dengan 
benar dia akan diberikan nilai rendah yang akan mempengaruhi nilai akhir 
semesternya. Meskipun di akhir semester anak ini telah memiliki kemampuan yang 
cukup untuk dinilai baik, namun karena “sejarah” dia pernah mendapat nilai 
rendah (karena melakukan kesalahan), nilai akhirnya akan mencerminkan kemampuan 
yang lebih rendah dari yang sebenarnya telah dia miliki (karena proses 
pemberian nilai akhir memperhitungkan nilai tugas-tugas, UTS, dan penilaian 
lain selama proses belajar). Nilai akhir inilah yang akan menjadi patokan bagi 
lingkungan dan dirinya sendiri. Sehingga anak akan menurunkan kepercayaan diri 
dan ekspektasi akan kemampuannya.
Poin yang ingin saya utarakan sebagai kelemahan sistem pendidikan di Indonesia :
Setiap anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda-beda, jadi sebaiknya 
janganlah mengkategorikan mereka dalam kelompok-kelompok dengan gelar “si 
pintar”, “si nakal”, “si bodoh”, “si rajin”, “si kreatif”, dan lain-lain. Ada 
anak-anak yang cepat memahami pelajaran atau apa yang diajarkan bukan berarti 
merekalah golongan anak-anak pintar dan yang lainnya bodoh. Hal ini mungkin 
terjadi karena secara biologis di awal-awal umur manusia adalah masa-masa 
dimana kecepatan pertumbuhan dan perkembangan begitu tinggi. Berbeda umur 
beberapa bulan saja ukuran dan kemampuan otak anak-anak akan berbeda (hal ini 
telah dibuktikan oleh penelitian para ahli psikologi). Ini berarti anak-anak 
yang lebih muda, meski pada awalnya mungkin terlihat “bodoh”, bukan berarti 
tidak dapat mencapai pemahaman yang telah diperoleh oleh anak-anak yang lebih 
tua. Mereka hanya “belum menunjukkan taringnya”.
Ketika mereka melakukan kesalahan, jangan dihukum. Itu adalah proses 
pembelajaran alami manusia. Belajar dari kesalahan. Seperti kita belajar 
mengendarai sepeda. Pada awalnya kita akan kehilangan keseimbangan dan 
terjatuh. Tapi dari terjatuh itulah kita belajar bagaimana supaya tidak jatuh 
lagi. Sama dengan proses belajar anak. Yang aneh justru jika kita menghukum 
mereka karena melakukan kesalahan.
Karena itu seharusnya setiap anak diberikan kesempatan berkembang sesuai usia 
dan proses individunya tanpa mengalami pengelompokkan dengan 
penilaian-penilaian dari gurunya. Biarkan mereka berkembang. Biarkan mereka 
melakukan kesalahan. Bantu mereka mencapai kemampuan optimal baik secara 
akademik, psikis, dan kreatifitas. Tumbuhkan rasa kepercayaan diri mereka. 
Karena dengan mematikan kepercayaan diri itu sama saja dengan membunuh 
kemampuan yang mungkin akan dimilikinya. Dengan membunuh kemampuan anak, 
berarti menurunkan sumber daya manusia Indonesia baik secara kualitas maupun 
kuantitas.
Oleh : Siti Farah Rahmawati
Sumber : http://gorontalomaju.com


      Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke 
Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer

Kirim email ke