wkwkwkw 
bo malali..
madelo menu "nasi doang" ju
ternyata bo ila wamba'o

Salam
Umarulfaruq Abubakar
http://buanacita.multiply.com
http://www.kompasiana.com/kakmuma


--- On Mon, 3/8/10, abdul ayub <rasyid_a...@yahoo.com> wrote:

From: abdul ayub <rasyid_a...@yahoo.com>
Subject: Bls: [GM2020] Rujak Budaya
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Date: Monday, March 8, 2010, 7:54 AM







 



  


    
      
      
      Bahasa memang slalu berbeda di tiap daerah....
Kemaren ada cerita dr orang tua yang dari irian kebetulan dia asli dr gtlo 
ketemu di KKIG tinelo Gorontalo...
Kebetulan ada saudaranya jualan Pepaya....
dia bercerita saat saudaranya jualan pepaya tiba2 ada pembeli dr jakarta yang 
ingin beli Pepaya yang padat berisi tidak berlubang,dan dia bertanya serius 
pada penjual:
yang itu bolong nggak?
si penjual pepaya langsung bingung...
dengan spontan di menjawab itu pepaya bukan BOLONGGA!
wkwkwkkwkwkkwk

--- Pada Ming, 7/3/10, akbar arsyad <akbar_arsyad@ yahoo.co. id> menulis:

Dari: akbar arsyad <akbar_arsyad@ yahoo.co. id>
Judul: Bls: [GM2020] Rujak Budaya
Kepada: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com
Tanggal:
 Minggu, 7 Maret, 2010, 8:09 PM







 



    
      
      
      nice info... keep posting...

Dari: -=Umar=- <kakm...@yahoo. com>
Kepada: Gorontalo <gorontalomaju2020@ yahoogroups. com>; wordsmartcenter@ 
yahoogroups. com; milist sulteng <sult...@yahoogroups .com>
Terkirim: Ming, 7 Maret, 2010 17:39:32
Judul: [GM2020] Rujak
 Budaya








 



    
      
      
      SalamRekan-rekan milister sekalianSaya ingin sedikit berbagi cerita. 
Semoga bermanfaat ya....===== 
Rujak Budaya
Duh, betapa malunya seorang teman mahasiswa asal Aceh ketika ada yang 
memanggilnya dengan sebutan “kak”. Apalagi di situ ada kawan-kawannya 
sedaerahnya. Sontak mereka langsung senyum-senyum dan menertawakannya. Segera 
teman saya ini berujar “Dek, saya ini Abang, bukan Kakak” Yang ditegur malah 
bingung dan diam tak mengerti.
Sebab memang sebutan
 Abang dan Kakak adalah sesuatu yang berbeda dalam panggilan untuk orang lebih 
tua di ranah Aceh. Seperti panggilan Mas dan Mbak di tanah Jawa. Yang pertama 
adalah panggilan untuk saudara laki-laki yang lebih tua
 (atau sebagai bentuk penghormatan kepada laki laki) sementara yang kedua untuk 
saudara perempuan yang lebih tua (atau sebagai bentuk penghormatan kepada 
perempuan). Seperti juga panggilan Akang dan Teteh di Sunda, Uda dan Uni di 
Padang atau Kaka dan Tata di Gorontalo.
Memanggil kawan laki laki dari Aceh dengan sebutan kakak sama saja seperti 
memanggilnya dengan sebutan mbak atau teteh.
Perpaduan budaya Indonesia ini memang menghasilkan kekayaan, keunikan, juga 
kelucuan. Pengalaman tinggal serumah dan bergaul dengan kawan banyak komunitas 
orang memberikan saya banyak tambahan pelajaran.
Dalam persoalan bahasa, kadang-kadang satu kata artinya berbeda antara satu 
daerah dengan yang lain. Saya banyak mendengar orang yang mengatakan, pantaslah 
orang-orang NTB itu suka pedas karena memang ibukotanya Lombok. Lombok ya 
pedas. Padahal bagi orang NTB, lombok (dengan sedikit tekanan di
 bagian akhir kata) berarti lurus. Kata ‘Boi’ untuk orang Sumatera Selatan dan 
beberapa daerah sekitar adalah panggilan keakraban untuk orang sebaya. Tapi 
tolong jangan panggil orang Gorontalo dengan sebutan itu. Sebab di sini, Boi 
itu berarti Babi..! Sebutan Tuan Guru Bajang di Nusa Tenggara Barat adalah 
panggilan yang mulia, yang berarti tuan guru muda.Tapi jangan panggil orang 
medan dengan panggilan itu. Sebab kata “Bajang” itu konotasinya tidak baik di 
sana.
Dan sekali lagi tidak perlu kaget kalau mendengar orang-orang timur bertanya, 
“Kopi Mana?” lalu kawannya menjawab “Sapi Mandi.” Apa hubungannya “Kopi” dan 
“Sapi”?Padahal kawan itu tidak sedang bertanya tentang kopi yang berupa 
minuman. Kalimat itu adalah singkatan dari “Kamu pergi kemana?” Jawabannya: 
Sapi Mandi, “Saya Pergi Mandi”
Itu baru soal bahasa. Belum lagi soal kehidupan dan kebiasaan. Ketika di
 awal perkenalan dengan orang-orang lain daerah, saya pernah mengeluh dalam 
hati: kok kawan ini bicaranya mirip perempuan. Padahal ia sedang berbicara 
dengan amat lembutnya. Sama juga dengan kawan dari Sunda mengira saya sedang 
tidak stabil karena bicara yang mungkin baginya terlalu keras dan terkesan 
kasar. Padahal saya biasa saja.
Ditambah dengan selera masakan yang kontradiktif antara manis dan pedas. Maka 
ketika piket masak, biasanya bisa ditebak siapa yang memasak hari ini, menilik 
citarasa masakannya.
Cuaca dominan panas atau dingin tiap-tiap daerah ternyata memberi pengaruh yang 
lain juga bagi jiwa. Orang yang tinggal di kawasan panas akan cenderung selalu 
ceria dan riang gembira, suka berkawan, spontan dan tidak suka berpikir 
panjang. Kalau terlalu panas, ia menjadi pemarah dan emosional, seperti di 
Irak. Sementara yang tinggal di tempat dingin suka dihancui kecemasan, 
perhitungan dan penuh
 kewaspadaan. Kadang-kadang lebih mengarah kepada kecemasan tak terbatas sampai 
membawa bunuh diri, seperti di Norway. Untunglah kita tinggal di kawasan tropis 
seperti Indonesia yang cuacanya stabil, namun lebih dekat ke panas. Tentang 
karakteristik warna kulit ini banyak dibahas Ibnu Khaldun dalam kitab 
Muqaddimahnya.
Kembali ke soal panggilan, kawan-kawan aceh kadang merasa heran dengan kawan 
yang memanggil saya dengan sebutan “Kak Muma”. Abang ini kok dipanggil kakak. 
Atau ketika ada yang bilang: saya tinggal dengan kak Muma, ada yang refleks 
menjawab “heh, kamu tinggal serumah dengan perempuan ya?” hahaha.. padahal saya 
ini adalah Abang sekaligus kakak. Di Aceh Abang, di Gorontalo Kakak.
Hidup di kawasan dengan budaya yang merujak seperti ini sering membuat orang 
cepat menilai dengan sekedar melihat keadaan beberap kawan-kawan dan orang 
-orang yang ada di dekatnya. “Oh ternyata, orang Jawa
 Timur begini, ternyata orang Medan begini, ternyata orang Gorontalo begini” 
Ujungnya-ujungnya adalah menggeneralisir.
Kita tentunya tidak bisa mengendalikan penilaian dan gerak hati seseorang. Apa 
yang dia lihat itulah yang dia nilai, walaupun penglihatannya terbatas. Yang 
bisa dilakukan adalah menjadi duta dan promosi yang baik bagi diri sendiri, 
juga bagi daerah asal. Kalau dalam skup lebih luas, setiap warga membawa nama 
baik bangsanya. Ketika ia baik, maka yang ikut harum tidak hanya namanya, tapi 
kampung asalnya, dan bangsanya. Ketika buruk, burukpulalah citranya dan citra 
kampung dan bangsanya yang menempel pada dirinya.
Lebih-lebih dengan kondisi dunia semakin mengecil ini. Ke dalam kita perlu 
untuk meningkatkan pengertian, ke luar kita terus berbenah membawa nama baik.
sumber:http://sosbud. kompasiana. com/2010/ 03/06/rujak- budaya/
Salam
Umarulfaruq Abubakar
http://buanacita. multiply. com
http://www.kompasia na.com/kakmuma





      

    
     







       Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih.  Rasakan bedanya sekarang!

    
     



 




        Dapatkan nama yang Anda sukai!  

Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail. com.

    
     

    
    


 



  






      

Kirim email ke