Benarkah selama 47 tahun ini UNG cuma long sleeping?
How dare you guys..

Iqbal

Sent from my iPhone

On Apr 5, 2010, at 11:56 AM, "Funco Tanipu" <funcotan...@gmail.com> wrote:


I am happy with your statement about 'long sleeping'. As long as 47 years we 
were long sleeping. I wish that you can be the man who will give a motivation 
for new rector.

I hope you can be the man who can open the networking in Germany for Gorontalo 
State University for scholaships, fundding and cooperations with center of 
study.

A question for you, when will you back here... We will appraciated if you will 
be back earlier.

Warm Regards,
FT




Terima Kasih


Funco Tanipu

From: Yayu Arifin <yayujahjaari...@yahoo.co.id>
Date: Mon, 5 Apr 2010 11:19:50 +0800 (SGT)
To: <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>
Subject: Bls: [GM2020] UNG dan Hal-hal yang belum selesai

 
you are right man, i just for two months in UNG last year and i got headache. 
Alhamdulillah we find out how to improve a little bit, InsyaAllah i would like 
to do more when i arrived. 

But it is indeed very hard to make people aware that there is something wrong 
since they were so long sleeping in that groove. No body want to be disturbed 
when  they are in that situation (it is called groovy feeling probably equal to 
steady state). 


--- Pada Sen, 5/4/10, Funco Tanipu <funcotan...@gmail.com> menulis:

Dari: Funco Tanipu <funcotan...@gmail.com>
Judul: [GM2020] UNG dan Hal-hal yang belum selesai
Kepada: "Gorontalo Maju" <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>
Tanggal: Senin, 5 April, 2010, 8:35 AM

 

Luar biasa "pertengkaran" kita ini. Baru kali ini saya melihat milis ini 
"ribut" hanya dengan satu topik; UNG. 

Pertengkaran ini menunjukkan bahwa disamping banyak harapan thdp UNG, banyak 
pula rupanya masalah yang kini. kita warisi.

Mengenai hal diatas, saya kira berjubelnya harapan tak lepas dari banyaknya 
masalah yang ada. Setiap kelahiran setitik harapan, selalu dikarenakan ada 
titik yang ingin diperbaiki.

UNG telah memasuki hampir 50 tahun berdiri kokoh di bumi Gorontalo, dinding 
ruangan dan kilasan dokumen foto terlihat kusam menunjukkan rentanya usia UNG. 
Tinggal 3 tahun lagi UNG akan memasuki tahun emas. Tahun yang dinanti-nantikan 
untuk patokan melakukan lompatan ke arah yang lebih baik.

Di usia ke 47 ini, kita masih berada diperdebatan bagaimana memulai? Terus 
terang, kita cukup terlambat dari yang lain. Tidak usah kita berbicara terlalu 
jauh dengan membandingkan UNG dengan negara lain. Kita lihat saja UNSRAT, UNHAS 
yang masih satu daratan dengan UNG. Tidak usah bermimpi dulu bagaimana berlevel 
"world", utk menjadi baik di level "regional" saja kita cukup keteteran.

Tumpukan harapan terlalu banyak yang kemudian signifikan dengan berjubelnya 
masalah. Tantangan Rektor baru kedepan belum akan bicara tentang skenario masa 
depan, Rektor kita akan dihadapkan pada bertebarannya masalah yang mesti di 
selesaikan.

Tetapi, saya kira ini bukan saja kerja Rektor saja. Basri Amin pernah 
mengatakan ke saya bahwa Universitas terlalu besar jika hanya diserahkan ke 
seorang Rektor. Rektor sebenarnya hanyalah salah satu tools dalam menyelesaikan 
hal-hal yang belum selesai.

Apa yang kemudian menjadi perdebatan mulai dari landasan filosofis yang 
kemudian diderivasi ke hal-hal teknis, saya kira letaknya pada perbedaan 
metodologi dalam memandang masalah dan harapan. Ada yang mendekati masalah dan 
harapan dengan pendekatan mekanistik, ada yang berpendekatan dekonstruktif, ada 
pula yang berpendekatan "historical" melulu.

Semua pendekatan benar, karena di setiap pendekatan selalu ada harapan untuk 
memperbaiki. Ada keinginan menjadi "tukang sapu" masalah. 

Dari "pertengkaran" ini bisa dilihat bahwa banyak hal-hal yang belum selesai. 
Kita memiliki resources yang kuat, resources itu berupa kualifikasi SDM, 
keinginan dan niat yang kuat.

Saya jika mengutip pengantar editor buku Energi Peradaban, bahwa di UNG itu 
orang-orangnya biasa saja, yang luar biasa pada orang-orang itu adalah 
kemampuan mereka menembus batas, melintasi rintangan dan menguak tabir. UNG 
punya itu. 

Saya banyak mengulas hal-hal yang tidak teknis karena kita cukup kedodoran di 
wilayah paradigma dan fondasi fikir. Persoalan teknis kadang dianggap sebagai 
pangkal masalah. Padahal, letaknya bukan disitu. Fondasi pengetahuan yang 
ditanamkan 47 tahun lalu, telah dicabik-cabik oleh orang-orang yang 
kepentingannya menumpuk kapital melulu.

Maka, menurut saya yang mesti dilakukan adalah bagaimana keinginan mencapai 
masa keemasan UNG adalah menggali harapan dan memetakan masalah di tingkat 
prodi/jurusan. Kedua, data harapan dan masalah digali dengan model FGD agar 
lebih representatif, disamping itu juga model diskusi yang "tertulis" mesti 
segera dilakukan, agar dokumentasi ide bisa linier dengan praksisnya.

Berikutnya, peta harapan dan masalah kemudian dirancang secara canggih untuk 
dimasukkan dalam Renstra kedepan. Memang, selama ini problem representasi di 
UNG kita hampir diabaikan. Semua dianggap "umum", general dan bahkan "sama". 
Pendekatan representatif ini akan menjembatani seluruh keinginan dari elemen 
kampus.

Selain itu, yang perlu dibenahi adalah model pengawasan internal. Pengawasan 
atau katakanlah evaluasi mestinya dilakukan secara periodik dan reguler. Agar 
akuntabilitas bisa terjamin. Pada titik ini, publik mesti dilibatkan secara 
penuh. UNG mesti menjadi kampus terbuka untuk publik. 

Saya cukup "geli" dengan banyaknya hal-hal yang belum selesai. Hal yang mesti 
diselesaikan adalah naluri. Naluri yang mesti dibenahi. Terus terang di kampus 
kita ada yang bernaluri ilmuwan, ada yang bernaluri bandit dan bahkan ada yang 
bernaluri bedebah..

Ini kerja-kerja yang jika diurut, sangatlah banyak. Tetapi, sekali lagi, 
Universitas terlalu penting jika diserahkan kepada seorang Rektor. Kita semua 
sebenarnya adalah "rektor".

Renstra yang disusun nanti menjadi kompas kemana UNG diarahkan. Di kampus kita 
juga mesti dilakukan evaluasi ber




Terima Kasih


Funco Tanipu


Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!




      

Reply via email to