Saya terkesan dengan kawans HPMIG Bandung yang telah merilis ulang lagu 
HULONDALO LIPU'U. Istri saya mengatakan merinding ketika mendengar lagu itu 
ketika kami nyantikan waktu acara keakraban di Aspura Gorontalo setelah acara 
Turnamen Futsal Se-Bandung Raya dan HPMIG Se-Jawa+ KKIG Tinelo. Saya kaget 
mendengar pernyataan istris saya itu, tapi kemudian saya menjelaskan bahwa 
memang lagu itu secara liriknya dapat menggungcang perasaan kalau kita 
mendengarnya dengan penghayatan. Saya heran kenapa istri saya sampai merinding 
mendengar lagu itu padahal dia bukang orang Gorontalo (suku Sunda) sedangkan 
saya mengajarinya bahasa Gorontalo tergolong masih sedikit karena keerbatan 
vokabulari yang saya ketahui.
 
Bait demi bait saya jelaskan artinya dan kemudian mencoba untuk memaknai 
keseluruhan lagu itu sampai dia mengatakan "pastas saja jadi merinding karena 
lagunya sedih". Saya kemudian menjelaskan bahwa didalam lagu itu mengandung 
makna filosofi tentang Gorontalo yang merupakan identitas daerah, yakni:
1. Tilong Kabila Huidiyo (Gunung Tilong Kabila), 
2. Bone Dutula Liyo (Sungai Bone)
3. Limutu Bulalo Liyo (Danau Limboto)
4. Amani Tawu Liyo (Aman Masyarakatnya)
 
Keempat identitas yang disebut dalam lagu itu sebenarnya merupakan sebagian 
kecil dari identitas Gorontalo. Namun yang menarik adalah mulai terreduksinya 
budaya Gorontalo secara massif oleh budaya pop akibat arus globalisasi yang 
sulit terbendung ditambah lagi kerusakan identitas kita sebagai sebuah bangsa, 
baik itu secara sengaja maupun tidak. Sebagai contoh, bila kita menggunakan 
bahasa Gorontalo dianggap sebagai orang kampung, bangunan-bangunan cagar budaya 
telah diganti dengan gedung mentereng seperti Hotel Quality dan Bele Li Mbui, 
gaya arsitektural yang menjadi ikon daerah seperti Kantor Gubernur dan Kantor 
DPRD bukan mencirikan Gorontalo, apalagi patung Saronde yang berada di Gerbang 
Masuk Kota Gorontalo dipindahkan dan di ganti oleh Tugu yang tidak tahu 
mewakili identitas apa? apalagi kita termasuk salah satu daerah adat di 
Indonesia, tapi adakah kita memiliki hukum adat yang dipatuhi oleh rakyat? atau 
klaim sebagai daerah kerajaan yang tekadang
 membuat sebagian orang bangga bahwa dia adalah keturunan Raja di Gorontalo, 
padahal pengangkatan Raja di Gorontalo belum tentu berdasarkan keturunan.
 
Budaya terkadang masih diartikan secara sempit oleh kita bahwa tari-tarian, 
atau bermain musik dan menyanyi sudah dapat mewakili budaya secara keseluruhan. 
Inilah hal yang menarik untuk kita teliti kembali sebagai usaha identifikasi 
diri sebagai Bangsa Gorontalo yang memiliki identitas yang kuat, apalagi 
mendengar nama Gorontalo orang hanya mengingat Fadel dan Jagung sebagai 
identitas...
 
Saya rasa Gorontalo memiliki banyak hal yang dapat dijadikan identitas, namun 
belum identifikasi atau terkelola dengan bijaksana. Semoga kita dapat memahami 
bahwa memiliki sebuah identitas itu adalah sebuah kebanggaan tertama dari 
perspektif budaya dari bahasa sampai artefaknya.
 
Bolo ana maapu wanu woluwo utilala to tuladu botiya
Wassalam

Kirim email ke