Ustadz Mansur yang cerdas, sekali lagi saya tegaskan bahwa Perkara2 baru yang 
tidak dicontohkan Rasulullah tapi kemudian mendapat tempat dalam ajaran Islam 
berhenti setelah diturunkannya surat al maidah ayat 3 :
"alyauma akmaltu lakum dinukum.." Hari ini telah aku sempurnakan agamamu....
Bukankah yang namanya sunah itu adalah perkataan, perbuatan dan persetujuan 
Nabi? Setelah Nabi wafat maka ulama tidak memiliki hak untuk menyetujui suatu 
ritual baru karena ini salah satu tugas utusan Allah..
Melakukan hal2 yang hanya bisa dilakukan Nabi adalah perbuatan yang melampaui 
batas, "Inallaha la yuhibbul musrifin"

Iqbal

Sent from my iPhone

On Jul 9, 2010, at 12:02 AM, Mansur Martam <ibnulkhair...@yahoo.co.id> wrote:

Perkara Yang Tidak Dilakukan Rasulullah, Terlarang?

Salam,

Banyak orang dari kalangan yang orang-orang yang "keras" dalam masalah-masalah 
agama, melontarkan kaliamat-kalimat yang secara ilmiah, sulit untuk 
dipertanggung jawabkan. Diantara kalimat-kalimat itu adalah; semua yang tidak 
pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat adalah bid'ah atau 
perbuatan terlarang dan munkar. Kalimat ini juga menjadi senjata paling ampuh 
untuk menundukkan orang-orang awam atau tidak mengerti banyak tentang 
perkara-perkara agama, yang sebagian memang rumit dipahami.

Timbul sebuah pertanyaan, apakah perkara-perkara yang ditinggalkan oleh 
Rasulullah SAW dan para sahabat menjadi hujjah atau dalil yang menunjukan bahwa 
perkara-perkara itu terlarang?

sebelum menjawab pertanyaan itu, saya tunjukan sebuah kitab yang paling pas 
untuk dibaca. Sebuah kitab karya Sekh Abdullah bin as-Siddiq al-Gumari. Ulama 
besar dan diakui oleh al-Azhar. Kitab itu khusus memberikan pencerahan dan 
pemahaman tentang masalah seputar perkara-perkara yang tidak dilakukan oleh 
Rasulullah dan para sahabatnya. Judul kitab tersebut; Husnu al-fahmi Wa 
ad-Darki Limas'alah at-Tarki.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kita mengurai satu persatu, sumber 
hukum islam yang telah disepakati oleh seluruh ulama. Sumber hukum ini 
dimaksudkan demi menetapkan hukum sebuah perkara yang bertalian erat dengan 
hukum yang lima. Yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.

Sumber hukum islam itu sebagai berikut;
1. Adanya nash/teks al-Quran
2. Adanya nash hadits
3. Adanya ijma'/kesepakatan ulama atas hukum sebuah perkara
4. Adanya qiyas/analogi

Empat sumber hukum di atas sudah di sepakati oleh seluruh ulama Islam, dari 
dulu sampai sekarang. Ada sumber hukum lainnya yang belum disepakati. Artinya, 
sebagian memakainya, sedangkan yang lain menolaknya. yaitu; perkataan sahabat 
Rasulullah, menutup perkara mubah demi mencegah mudharat, perbuatan penduduk 
Medinah, Hadits Mursal, Istihsan, Hadits Dhaif, dll.

Kalau ditelusuri satu demi satu, maka tidak akan pernah ditemui, 
perkara-perkara yang tidak dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat, menjadi 
sebuah sumber hukum dalam Islam. Para sahabat justru dalam banyak kasus, 
memahami perkara-perkara yang tidak dilakukan oleh Rasulullah, bukan perkara 
haram dan terlarang. Bahkan bukan perkara yang hukumnya makruh. Hal inipun 
dijadikan patokan oleh para ulama sepanjang sejarah.

Ibn Hazm, imam mazhab adz-Dzahiri, yang terkenal sangat tekstualis dalam 
memahami quran dan hadits, membantah dengan keras pendapat mazhab maliki dan 
mazhab hanafi dalam perkara hukum makruh salat sunnat dua rakaat sebelum 
magrib, karena berdalil bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman tidak melakukannya. 
Bantahannya sebagai berikut;
1. yang meriwayatkan bahwa Abu Bakar, Umar, dan Ustman tidak salat sunnat dua 
rakaat sebelum magrib adalah Ibrahim. ibrahim tidak layak meriwayatkan hal itu 
sebab dia tidak hidup dimasa Abu Bakar, Umar, dan ustman. dia lahir beberapa 
tahun setelah khalifah Ustman terbunuh.
2. kalaupun riwayat itu benar atau sahih, hal itu tidak bisa dijadikan dalil, 
sebab mereka tidak mengharamkannya maupun memakruhkannya. Selama mereka tidak 
memberikan rekomendasi bahwa salat itu terlarang, maka salat itu sah-sah saja.

Begitu pula tanggapannya atas riwayat Ali bin Abi Thalib, Ibn Hazm 
membantahnya, bahwasanya Ali bin Abi Thalib hanya mengabarkan saja bahwa dia 
tidak pernah menyaksikan Rasulullah salat sunnat ba'da asar. Selama Rasulullah 
tidak menyatakan dengan tegas salat itu terlarang atau makruh, maka salat bada 
asar sah-sah saja adanya. Sama halnya bila Rasulullah hanya puasa sebulan penuh 
dibulan Ramadhan, sedangkan bulan-bulan lainnya tidak penuh puasanya, hal itu 
tidak lantas menjadi dalil haram atau makruhnya puasa sebulan penuh selain 
bulan ramadhan.

Bahwa rasulullah khutbah tidak menggunakan mimbar atau pedium, dan hanya 
berkhutbah dekat pohon, tidak kemudian para sahabat memahami haram atau makruh 
menggunakan mimbar. justru mereka membuatkan mimbar bagi Rasulullah untuk 
khutbah tanpa diperintahkan oleh rasulullah sebelumnya.

Rasulullah tidak membaca Rabbana wa Laka al-Hamd Hamdan katisran, dst. setelah 
bangun dari ruku. para sahabat tidak kemudian memahami, bahwa tidak boleh 
membaca zikir dalam salat selain apa yang dilakukan Rasulullah. justru ada 
seorang sahabat yang membaca zikir dalam salat dan Rasulullah tidak 
mengharamkannya. rasulullah tidak menegurnya, misalnya dengan teguran seperti 
ini; ucapanmu bagus tapi jangan ulangi lagi. Rasulullah juga dengan peristiwa 
ini tidak menjelaskan haramnya zikir-zikir lainnya yang diucapkan dalam salat. 
sebagaimana diketahui, bahwa menunda penjelasan hukum disaat yang tepat dan 
dibutuhkan adalah tidak bisa. Ini tidak lain menunjukan bahwa zikir apapun yang 
diucapkan dalam salat tidak terlarang. Peristiwa ini sangat masyhur atau 
terkenal.
Hadits ini diriwayatkan oleh Rifa'ah bin Rafi. riwatnya bahwa suatu hari kami 
salat bersama rasulullah. ketika rasulullah bangun dari ruku dan berucap; 
samiallahuliman hamidah. salah seorang makmum berucap; Rabbana wa Laka al-Hamd 
Hamdan katisran Tayyiban Mubarakan Fihi. ketika habis salam, Rasulullah 
bertanya; siapa yang  berucap tadi. aku. kata makmum. Rasulullah berkata; saya 
melihat tiga puluh lebih malaikat berebutan menulis pahala atas ucapan itu.

Ibn Hajar memberikan komentar atas peristiwa itu sebagaimana katanya; hadits 
itu menjadi dalil, bolehnya mengucapkan zikir baru dalam salat selain yang 
ma'tsur atau yang diajarkan oleh rasulullah. selama tidak bertentangan dengan 
ma'tsur.

Kalau saja dalam salat boleh mengadakan zikir baru, maka tentu diluar salat 
akan lebih boleh lagi.

Bilal bin Rabbah juga tidak memahami bahwa rasulullah tidak salat setelah 
berwudhu adalah terlarang. Justru Bilal melakukan salat sunat wudhu tanpa 
sepengetahuan rasulullah. suatu hari rasulullah menanyainya; wahai Bilal, 
ceritakan kepadaku, amalan apa yang paling bagus yang kamu lakukan semenjak 
kamu masuk Islam? sebab aku mendengar bunyi sandalmu (maksdunya; derap 
langkahmu) dalam surga. jawab Bilal; tiada amalan yang paling aku giati, selain 
jika aku berwudhu baik siang maupun di malam hari, selesai berwudhu aku salat 
sunnat wudhu.

Mufti Mesir, Ali Jum'ah berkomentar atas hadits di atas, seperti katanya; 
sekalipun salat sunnat wudhu telah mendapat pengakuan dari Rasulullah, dan 
otomatis menjadi sunnah hukumnya, namun tetap kami menjadikan pemahaman para 
sahabat atas perkara-perkara yang tidak dilakukan oleh Rasulullah sebagai dalil 
bolehnya menciptakan doa-doa dan salat-salat pada waktu-waktu yang tidak pernah 
dilakukan oleh Rasulullah. Kami juga menjadikan dalil bahwa selama rasulullah 
tidak mengingkari pemahaman para sahabat sebagaimana yang terjadi dalam banyak 
kasus, menandakan bahwa perkara itu tidak terlarang sepanjang masa.

Salam.
Tulisan di atas disarikan dari kitab-kitab yang ada pada penulis. Semoga 
bermanfaat.


Reply to sender | Reply to group | Reply via web post | Start a New Topic
Messages in this topic (1)
RECENT ACTIVITY: New Members 2
Visit Your Group
Majulah Gorontalo kita!
MARKETPLACE
Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the 
Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new 
interests.





      

Kirim email ke