benar skali om Sirjon. tapi torang pe Ustadz ini memahaminya dalam segala hal alias semuanya dihantam dengan pemaksaan dalil2 yg dia sebutkan... akhirnya menjadi kabur permasaalahan... contohnya, ada perkara yang dilakukan para sahabat yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah, kemudian Rasulullah menegurnya dengan keras, akhirnya perkara itu hukumnya menjadi tidak boleh... Dan ada juga perkara yang belum pernah dilakukan Rasulullah, tapi Rasulullah tidak menegurnya (sehingga hukumnya menjadi boleh), nah,, hal itu BUKAN BERARTI KITA (yang hidup saat ini) JUGA BISA MEMBUAT PERKARA YANG BARU yang belum pernah dilakukan Rasulullah sebelumnya. Para sahabat itu hidup bersama Rasulullah, sehingga mereka sangat terjaga amalannya, kalo ada yg salah, maka langsung ada yang menegur. Nah, kita...?? tinggalnya dilingkungan yang banyak skali fitnahnya... apa dngan seenaknya membuat perkara baru???
Nah, disinilah om Ustadz yg ana katakan bahwa eNTe ini aneh... terlalu banyak eNTe pe alasan (yg dibuat2) untuk memperkuat argumentasinya eNTe. Jadi ana katakan aneh bukan karena ana tidak pahami apa eNTe pe maksud dalam tulisan2nya eNTe... btw, postinganya om Sirjon tuh sudah menjelaskan apa yg ada dalam tulisan om Ustadz ini... 2010/7/9 Sirjon Busalo <sirjon.bus...@gmail.com> > > > saya rasa sepaham dengan apa yang pernah saya posting, bahwa tidak semua > yang tidak dilakukan RASUL itu terlarang.. tergantung pada apakah itu > sifatnya AQIDAH atau MUAMMALAH.. nah disitulah forbidden point nya > > Pada 8 Juli 2010 23:02, Mansur Martam <ibnulkhair...@yahoo.co.id> menulis: > > >> >> Perkara Yang Tidak Dilakukan Rasulullah, >> Terlarang?<http://ibnulkhairaat.blogspot.com/2008/07/perkara-yang-tidak-dilakukan-rasulullah.html> >> Salam, >> >> Banyak orang dari kalangan yang orang-orang yang "keras" dalam >> masalah-masalah agama, melontarkan kaliamat-kalimat yang secara ilmiah, >> sulit untuk dipertanggung jawabkan. Diantara kalimat-kalimat itu adalah; >> semua yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat >> adalah bid'ah atau perbuatan terlarang dan munkar. Kalimat ini juga menjadi >> senjata paling ampuh untuk menundukkan orang-orang awam atau tidak mengerti >> banyak tentang perkara-perkara agama, yang sebagian memang rumit dipahami. >> >> Timbul sebuah pertanyaan, apakah perkara-perkara yang ditinggalkan oleh >> Rasulullah SAW dan para sahabat menjadi hujjah atau dalil yang menunjukan >> bahwa perkara-perkara itu terlarang? >> >> sebelum menjawab pertanyaan itu, saya tunjukan sebuah kitab yang paling >> pas untuk dibaca. Sebuah kitab karya Sekh Abdullah bin as-Siddiq al-Gumari. >> Ulama besar dan diakui oleh al-Azhar. Kitab itu khusus memberikan pencerahan >> dan pemahaman tentang masalah seputar perkara-perkara yang tidak dilakukan >> oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Judul kitab tersebut; Husnu al-fahmi Wa >> ad-Darki Limas'alah at-Tarki. >> >> Untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kita mengurai satu persatu, sumber >> hukum islam yang telah disepakati oleh seluruh ulama. Sumber hukum ini >> dimaksudkan demi menetapkan hukum sebuah perkara yang bertalian erat dengan >> hukum yang lima. Yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. >> >> Sumber hukum islam itu sebagai berikut; >> 1. Adanya nash/teks al-Quran >> 2. Adanya nash hadits >> 3. Adanya ijma'/kesepakatan ulama atas hukum sebuah perkara >> 4. Adanya qiyas/analogi >> >> Empat sumber hukum di atas sudah di sepakati oleh seluruh ulama Islam, >> dari dulu sampai sekarang. Ada sumber hukum lainnya yang belum disepakati. >> Artinya, sebagian memakainya, sedangkan yang lain menolaknya. yaitu; >> perkataan sahabat Rasulullah, menutup perkara mubah demi mencegah mudharat, >> perbuatan penduduk Medinah, Hadits Mursal, Istihsan, Hadits Dhaif, dll. >> >> Kalau ditelusuri satu demi satu, maka tidak akan pernah ditemui, >> perkara-perkara yang tidak dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat, >> menjadi sebuah sumber hukum dalam Islam. Para sahabat justru dalam banyak >> kasus, memahami perkara-perkara yang tidak dilakukan oleh Rasulullah, bukan >> perkara haram dan terlarang. Bahkan bukan perkara yang hukumnya makruh. Hal >> inipun dijadikan patokan oleh para ulama sepanjang sejarah. >> >> Ibn Hazm, imam mazhab adz-Dzahiri, yang terkenal sangat tekstualis dalam >> memahami quran dan hadits, membantah dengan keras pendapat mazhab maliki dan >> mazhab hanafi dalam perkara hukum makruh salat sunnat dua rakaat sebelum >> magrib, karena berdalil bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman tidak >> melakukannya. Bantahannya sebagai berikut; >> 1. yang meriwayatkan bahwa Abu Bakar, Umar, dan Ustman tidak salat sunnat >> dua rakaat sebelum magrib adalah Ibrahim. ibrahim tidak layak meriwayatkan >> hal itu sebab dia tidak hidup dimasa Abu Bakar, Umar, dan ustman. dia lahir >> beberapa tahun setelah khalifah Ustman terbunuh. >> 2. kalaupun riwayat itu benar atau sahih, hal itu tidak bisa dijadikan >> dalil, sebab mereka tidak mengharamkannya maupun memakruhkannya. Selama >> mereka tidak memberikan rekomendasi bahwa salat itu terlarang, maka salat >> itu sah-sah saja. >> >> Begitu pula tanggapannya atas riwayat Ali bin Abi Thalib, Ibn Hazm >> membantahnya, bahwasanya Ali bin Abi Thalib hanya mengabarkan saja bahwa dia >> tidak pernah menyaksikan Rasulullah salat sunnat ba'da asar. Selama >> Rasulullah tidak menyatakan dengan tegas salat itu terlarang atau makruh, >> maka salat bada asar sah-sah saja adanya. Sama halnya bila Rasulullah hanya >> puasa sebulan penuh dibulan Ramadhan, sedangkan bulan-bulan lainnya tidak >> penuh puasanya, hal itu tidak lantas menjadi dalil haram atau makruhnya >> puasa sebulan penuh selain bulan ramadhan. >> >> Bahwa rasulullah khutbah tidak menggunakan mimbar atau pedium, dan hanya >> berkhutbah dekat pohon, tidak kemudian para sahabat memahami haram atau >> makruh menggunakan mimbar. justru mereka membuatkan mimbar bagi Rasulullah >> untuk khutbah tanpa diperintahkan oleh rasulullah sebelumnya. >> >> Rasulullah tidak membaca Rabbana wa Laka al-Hamd Hamdan katisran, dst. >> setelah bangun dari ruku. para sahabat tidak kemudian memahami, bahwa tidak >> boleh membaca zikir dalam salat selain apa yang dilakukan Rasulullah. justru >> ada seorang sahabat yang membaca zikir dalam salat dan Rasulullah tidak >> mengharamkannya. rasulullah tidak menegurnya, misalnya dengan teguran >> seperti ini; ucapanmu bagus tapi jangan ulangi lagi. Rasulullah juga dengan >> peristiwa ini tidak menjelaskan haramnya zikir-zikir lainnya yang diucapkan >> dalam salat. sebagaimana diketahui, bahwa menunda penjelasan hukum disaat >> yang tepat dan dibutuhkan adalah tidak bisa. Ini tidak lain menunjukan bahwa >> zikir apapun yang diucapkan dalam salat tidak terlarang. Peristiwa ini >> sangat masyhur atau terkenal. >> Hadits ini diriwayatkan oleh Rifa'ah bin Rafi. riwatnya bahwa suatu hari >> kami salat bersama rasulullah. ketika rasulullah bangun dari ruku dan >> berucap; samiallahuliman hamidah. salah seorang makmum berucap; Rabbana wa >> Laka al-Hamd Hamdan katisran Tayyiban Mubarakan Fihi. ketika habis salam, >> Rasulullah bertanya; siapa yang berucap tadi. aku. kata makmum. Rasulullah >> berkata; saya melihat tiga puluh lebih malaikat berebutan menulis pahala >> atas ucapan itu. >> >> Ibn Hajar memberikan komentar atas peristiwa itu sebagaimana katanya; >> hadits itu menjadi dalil, bolehnya mengucapkan zikir baru dalam salat selain >> yang ma'tsur atau yang diajarkan oleh rasulullah. selama tidak bertentangan >> dengan ma'tsur. >> >> Kalau saja dalam salat boleh mengadakan zikir baru, maka tentu diluar >> salat akan lebih boleh lagi. >> >> Bilal bin Rabbah juga tidak memahami bahwa rasulullah tidak salat setelah >> berwudhu adalah terlarang. Justru Bilal melakukan salat sunat wudhu tanpa >> sepengetahuan rasulullah. suatu hari rasulullah menanyainya; wahai Bilal, >> ceritakan kepadaku, amalan apa yang paling bagus yang kamu lakukan semenjak >> kamu masuk Islam? sebab aku mendengar bunyi sandalmu (maksdunya; derap >> langkahmu) dalam surga. jawab Bilal; tiada amalan yang paling aku giati, >> selain jika aku berwudhu baik siang maupun di malam hari, selesai berwudhu >> aku salat sunnat wudhu. >> >> Mufti Mesir, Ali Jum'ah berkomentar atas hadits di atas, seperti katanya; >> sekalipun salat sunnat wudhu telah mendapat pengakuan dari Rasulullah, dan >> otomatis menjadi sunnah hukumnya, namun tetap kami menjadikan pemahaman para >> sahabat atas perkara-perkara yang tidak dilakukan oleh Rasulullah sebagai >> dalil bolehnya menciptakan doa-doa dan salat-salat pada waktu-waktu yang >> tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Kami juga menjadikan dalil bahwa >> selama rasulullah tidak mengingkari pemahaman para sahabat sebagaimana yang >> terjadi dalam banyak kasus, menandakan bahwa perkara itu tidak terlarang >> sepanjang masa. >> >> Salam. >> Tulisan di atas disarikan dari kitab-kitab yang ada pada penulis. Semoga >> bermanfaat. >> >> > > > -- > Salam, > > Sirjon Busalo > > -- Salam, Suwito. http://suwito.pomalingo.com