hahahahahahaha, fun, ana somo badiam jo ah --- Pada Jum, 27/8/10, funcotan...@gmail.com <funcotan...@gmail.com> menulis:
Dari: funcotan...@gmail.com <funcotan...@gmail.com> Judul: Re: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Tanggal: Jumat, 27 Agustus, 2010, 6:16 PM So ada dorang.... K=)) K=)) K=)) K=)) K=)) Powered by Telkomsel BlackBerry®From: iqbal makmur <kaizen...@yahoo.com> Sender: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Date: Fri, 27 Aug 2010 11:13:30 -0700 (PDT)To: <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>ReplyTo: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Subject: Re: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan Kalau wartawan bisa sejahtera pasti tidak ada yang 'loncat' jadi anggota DPD, KPU, legislatif dll..:) IqbalBulum ngantuk olo.. From: "funcotan...@gmail.com" <funcotan...@gmail.com> To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Sent: Sat, August 28, 2010 1:06:49 AM Subject: Re: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan Ikut nimbrung ya.. Soalnya belum ngantuk. Menurut saya, ada hal yang luput dari pembicaraan teman-teman wartawan yang "kebetulan" dan "tumben" kompak ngobrol dalam satu thread. Persoalan yang luput adalah bagaimana wartawan sejahtera, tetapi independensi tetap berdiri tegak. Dua hal ini yang kadang dipikirkan oleh perusahaan media. Perusahaan lebih memilih mengeksplorasi keuntungan untuk perusahaan/pemilik saham dibanding utk pekerja. Padahal, semestinya kesejahteraan pekerja media juga mesti diutamakan. Sebab, ini yang akan menentukan cita rasa news yang akan dihadirkan di publik setiap hari. Kesejahteraan ini yang akan menjadi benteng ideologis pekerja media/wartwan. Kita tidak bisa tutup mata bahwa banyak wartawan yang mesti menggadaikan berita dengan recehan rupiah. Kita juga agak miris dengan aktifitas recehan itu. Yang akhirnya kita tidak bisa menemukan karakter berita yang benar-benar "bersih". Larangan terhadap pemberian THR, uang dsb sebenarnya adalah bagian dari usaha untuk "membersihkan" wartawan dari jeratan sistematis. Tetapi, akar problemnya bukan ia melanggar atau tidak, tetapi peluang yang senantiasa hadir setiap saat. Saya sepakat dengan kekuatan ideologi dalam membentengi "dada" wartawan, tetapi sindikat kejahatan yang ada disekeliling kita terlampau kuat dan bahkan melampaui kekuatan ideologi yang dikembangbiakkan. Mungkin yang bisa dipikirkan kedepan bagaimana struktur kepemilikan perusahaan media, yang kini lebih banyak dimiliki taipan segala-galanya. Kita akui bahwa TV ONE akan beritakan hal-hal yang baik ttg Bakrie. Begitu juga dengan Metro yang senantiasa memberi space besar bagi kampanye Nasdem. Struktur kepemilikan ini yang mestinya dikritisi secara serius. Mungkin (bo cita-cita tiyali) ada dana publik yang dikumpulkan baik melalui zakat atau dengan cara apa, untuk membiayai usaha media yang dikelola secara serius oleh wartawan, yang itu dijauhkan dari struktur kepemilikan saham yang mayoritas. Tidak ada yang mayoritas, semua sama. Kepemilikan bersama ini yang menjadi pengatur kesejahteraan bersama pula. Dengan ini, pekerja media bukan saja pekerja, tetapi pengelola kesejahteraannya sendiri. Daripada kita misalnya saling menyalahkan antar sesama pekerja media, kenapa tidak mencoba jalur alternatif yang memang terkesan agak diawang-awang. Terima kasih. Powered by Telkomsel BlackBerry®From: Syam Sdp <syam...@rocketmail.com> Sender: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Date: Sat, 28 Aug 2010 01:36:30 +0800 (SGT)To: <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>ReplyTo: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Subject: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan hahahahahaha, berita lucu ini, hele dorang yang pos di istana wapres debo bagitu, apalagi...., tapi kalo wartawan daerah so barani babilang no untuk THR pemerintah apalagi amplop dari narasumber , meski dengan koadaan yang sorba momprihatinkan ini, maka sudah saatnya torang bisa berdiri dan berjalan tegak di atas bumi ini (meminjam istilah le fadli) kapan e, torang bisa sombong dan bangga berjamaah seperti itu? terrajana --- Pada Jum, 27/8/10, rully lamusu <rullylam...@yahoo.com> menulis: Dari: rully lamusu <rullylam...@yahoo.com> Judul: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Tanggal: Jumat, 27 Agustus, 2010, 5:18 PM Wapres Mendadak Datangi Ruang Wartawan Antara - Sabtu, 28 Agustus Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Boediono mendadak mendatangi ruang wartawan yang berada di lingkungan Istana Wapres usai buka puasa bersama jajaran pejabat dan staf Sekretariat Wapres, Jumat. "Apa keluhannya di sini," kata Wapres Boediono saat tiba di ruangan sambil menanyakan kepada belasan wartawan yang berada di dalam ruang pers, di Istana Wapres Jakarta, Jumat. Ditanya oleh Wapres seperti itu, para wartawan pun sontak berkata "Kami perlu Wi-Fi, pak". Boediono pun tersenyum dan mengatakan akan mengupayakan keinginan para wartawan itu. Di ruangan wartawan Istana Wapres saat ini memang belum ada jaringan "Wi-Fi" sehingga wartawan tidak bisa leluasa menggunakan internet untuk membuat berita. Hanya ada dua komputer yang memiliki jaringan komputer di ruangan itu dan apabila ada liputan, tak jarang wartawan terpaksa harus rebutan dan mengantri. "Nanti biar Yopie (Juru bicara Wapres.Red) yang atur ya," kata Wapres sambil melirik kearah juru bicaranya yang berdiri di belakang. Wapres Bodiono sebelumnya sempat menyalami seluruh wartawan yang kebetulan masih berada di ruangannya, sementara beberapa wartawan yang ikut buka puasa bersama sudah pulang. Kunjungan Wapres tersebut boleh jadi merupakan yang pertama kali semenjak Boediono menjabat sebagai Wapres pada Oktober 2009. Dalam kunjungan sekitar dua menit tersebut, Wapres sempat pula menanyakan apakah para wartawan sudah makan. Para wartawan pun tanpa sungkan berteriak "Sudah Pak, terima kasih," kata sejumlah wartawan. Sebelum meninggalkan ruangan wartawan, Wapres yang dikawal oleh sejumlah anggota Paspampres sempat menanyakan lagi kepada wartawan apalagi yang masih perlu dibantu. Seorang wartawati sempat mengatakan "THR Pak". Wakil Presiden mendengar itu hanya tersenyum dan selanjutnya meninggalkan ruangan wartawan dan kemudian menuju mobil RI 2 untuk meninggalkan Istana Wapres. sumber : http://id.news.yahoo.com/antr/20100827/tpl-wapres-mendadak-datangi-ruang-wartaw-cc08abe.html Debo THR ini yang doraNG bataria akan biar dimuka Wapres....Hehehehe RULLY LAMUSU GORONTALO --- Pada Jum, 27/8/10, Syam Sdp <syam...@rocketmail.com> menulis: Dari: Syam Sdp <syam...@rocketmail.com> Judul: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Tanggal: Jumat, 27 Agustus, 2010, 10:14 AM semoga seminar nanti bisa menghasilkan solusi, kontri outsourcing memang harus diperjuangkan kesejahteraannya, biar tidak ada lagi penafsiran liar tentang mana amplop yang boleh diterima dan mana yang tidak. berjayalah jurnalis indonesia!! terrajana --- Pada Jum, 27/8/10, v_madjowa <v_madj...@yahoo.com> menulis: Dari: v_madjowa <v_madj...@yahoo.com> Judul: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Tanggal: Jumat, 27 Agustus, 2010, 4:57 PM Menerima bingkisan dan THR bertentangan dengan kode etik jurnalistik. Pemberian THR telah diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan untuk Pekerja di Perusahaan. Peraturan ini berlaku untuk semua perusahaan, termasuk perusahaan media atau pers. Jadi, THR menjadi tanggungjawab media tempat wartawan ini bekerja. Apakah peraturan ini berlaku untuk kontributor di perusahaan pers? Bagaimana hubungan kerja kontributor menurut UU Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003? Kontributor media adalah sebuah jenis pekerjaan yang khas di media massa. Mereka direkruit sebagai penyedia informasi dalam bentuk tulisan, audio maupun visual, tanpa ikatan kontrak maupun hubungan kerja yang tegas dengan perusahaan pers. Menyambut Hari Raya Idul Fitri 1431 H, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyelenggarakan seminar dengan tema Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Kontributor Media, Tanggung Jawab Siapa? masalah ini akan dibahas dalam seminar pada: Hari/Tanggal : Rabu, 1 September 2010 Tempat : Sekretariat Federasi SP Media Independen d/a AJI Indonesia, Jl. Kembang Raya No.6, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat 10420 Waktu : Pukul 15.00-18.00 (diakhiri dengan Buka Puasa) Pembicara dalam seminar ini PEMBICARA 1. Abdul Manan, Ketua Federasi Serikat Pekerja Media Independen Akan berbicara dari perspektif buruh media, mengapa THR penting diberikan untuk kontributor, dan pengalaman selama ini. Manan juga akan menyampaikan kondisi riil para kontributor di lapangan, apa kesulitan mereka karena ketidakjelasan status dan jebakan pelanggaran kode etik yang jadi akibatnya. 2. Winuranto Adhi, Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia Akan berbicara dari perspektif advokasi pekerja dan menguraikan alasan mengapa kontributor media harus dinilai sebagai pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. 3. Afni Jayaputra, Pemimpin Redaksi SUN TV Akan berbicara mengenai alasan media untuk menerapkan sistem kontributor, serta mencarikan solusi agar kontributor tidak menjadi pekerja liar yang merugikan medianya sendiri serta jurnalisme secara umum. 4. Myra Hanartani, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial Kementerian Tenaga Kerja. Akan berbicara mengenai perspektif pemerintah dalam menyikapi masalah ini, alternatif solusi dan landasan hukum perburuhan yang melandasinya. salam, verri