Perlu diingat juga buat rekan rekan terutama mas Panji ,,,"*saya dengan mas
Herry tidak kenal sama sekali"* jadi beliau sampai disini juga bukan
kebetulan ,,juga bukan dari informasi apa apa dari saya,.,semua menglir
.......sesuai siklus Mas Herry bisa sampai disini ,..saya juga tidak
mengerti namun dulu ini sudah ter baca bahwa suatu saat mas Herry akan
menanyakan hal ini dan sekaranh terjwab sudah apa yang saya sampikan dulu
,...*MONGGO DIRENUNGKAN*


Salam Kenal mas Herry sekali lagi mohon maaf,...hal ini sudah saya Rasa jauh
sebelumnya ,,,bahwa Anda akan berada disini...silahkan mas Gabung,..


Salam Sejati
Kadhang Roso
Dodo yogya
2008/9/4, dohan satria <[EMAIL PROTECTED]>:
>
> Mas Herry yang Baik
>
> Saya mewakili milis HU mohon maaf sebesar besarnya,,bila ada kutipan dari
> rekan kami,.namun patut dimngerti buat rekan rekan ,,ambiolah ini sebagai
> *UJUD PEMBELAJARAN sesuatu KARYA seseorang* itu *UJUD proses seseorang *,bila
> mau mengutip ,,,canbtumkan sumbernya,,,,.ini *UJUD PENGHARGAAN buat mereka
> * dan buat mas Herry saya sudah mengingatkan dulu akan hal ini ,...suatu
> saat ini akan terjadi ,,dan saya tahu ini bukan tulisan *rekan kami*,,saya
> sudah sammpaikan kepada nya dulu...suatu saat mas Herry pasti akan sampai
> disini..........namun beliaubya belum ada konfirmasi...
>
> Buat mas panji ,..saya tidaak akan cari masalah ,,namun saya lebih suka
> bicara GAMBLANG apalagi menyangkut PRINSIP ....terpenting kita semua saudara
>
> Dan sewajarnay bila mas Hery menanyakan,,,,monggo direnungkan ...
>
> *"Rekan rekan HU ,...saatnya mulai berani jujur kepada diri sendiri bila
> mau menyeimbangkan alam dengan kesadaran ,..,ini yang saya dapatkan pesan
> secara ROHANI"*
>
> Sekali lagi mohon maaf mas Herry  ,..jangan jadikan hal ini menajdi praduga
> ,,semua masih manusia bisa biasa,..dan saya sarankan mas Panji bisa
> menjelaskan dalam hal ini ...
>
> Monggo loh mas silahkan gabbung ,..saya harap njenengan bisa mngerti
>
>
> Salam Sejati
> Kadhang Roso
> Salam Hangat selalu......
> Dodo yogya
>
> Dunia memang sempit,....selalu berputar seperti siklus......semua ada
> makna suatu saat
>
>
> Dodo
>
>
>
>
> 2008/9/4, herry <[EMAIL PROTECTED]>:
>>
>>
>> Halo Semua. Saya baru gabung.. tapi lumayan kaget karena banyak
>> tulisan saya ternyata sudah ada di milis ini.
>> Tulisan di bawah ini contohnya, adalah tulisan saya yang ini:
>> http://suluk.blogsome.com/2006/02/16/gelisah-dalam-kehidupan/
>>
>> Juga tulisan saya yang ini:
>>
>>
>> http://suluk.blogsome.com/2007/07/05/benarkah-manusia-adalah-makhluk-yang-paling-mulia-2/
>>
>> http://suluk.blogsome.com/2005/02/19/benarkah-manusia-adalah-makhluk-yang-paling-mulia/
>>
>>
>> http://suluk.blogsome.com/2006/01/02/sedikit-tentang-anal-haqq-samakah-dengan-akulah-allah/
>>
>> Buat bung panji tisna, ada komentar? Kenapa tulisan-tulisan saya
>> diakhiri dengan "Salam Harmonis Sejati, H. PandjiTisna?"
>>
>> On Jul 15, 8:03 pm, "panji tisna" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>> > Salam Harmonis Sejati
>> >
>> > Dalam perjalanan mencari dan mencari akan sebuah Arti Secercah Kehidupan
>> saya
>> > sering dihampiri pertanyaan-pertanyaan seperti 'untuk apa semua ini?
>> Apakah
>> > makna hidup saya? Kenapa hidup saya terasa datar saja, berputar-putar
>> dari
>> > hari ke hari? Hanya pergantian episode senang dan sedih? Mengapa saya
>> > seperti dikuasai oleh kehidupan saya?'
>> > apakah juga terbetik di hati kadhang semua.
>> >
>> > Setelah berkomunikasi dan bincang2 dengan beberapa kadhang seperjalanan
>> saya
>> > memberanikan diri untuk meneruskan kan kepada kadhang seperjalanan
>> dengan
>> > kesimpulan sementara bahwa sebenarnya, Allah setiap saat
>> 'memanggil-manggil'
>> > kita untuk kembali kepada-Nya. Dengan cara apa saja. Dia, dengan kasih
>> > sayang-Nya, terkadang membuat suasana kehidupan seorang anak manusia
>> > sedemikian rupa sehingga Qalbunya dibuat-Nya 'menoleh' kepada Allah.
>> Hanya
>> > saja, teramat sedikit orang yang mendengarkan, atau berusaha
>> mendengarkan,
>> > panggilan-Nya ini.
>> >
>> > Allah terkadang membuat kita terus menerus gelisah, atau terus menerus
>> > mempertanyakan 'Siapa diri saya ini sebenarnya? Apa tujuan saya? Apa
>> makna
>> > kehidupan saya?,' dan sebagainya. Bukankah kegalauan semacam ini adalah
>> > sebuah seruan, panggilan supaya kita mencari kesejatian? Mencari
>> kebenaran?
>> > Mencari 'Al-Haqq'? Allah, percayalah, akan selalu menurunkan
>> > pancingan-pancingan pada manusia untuk mencari-Nya.
>> >
>> > Dalam hal ini, Allah amatlah pengasih. Apakah seseorang percaya
>> kepada-Nya
>> > atau tidak, beragama atau tidak, Dia tidak pandang bulu. Apakah
>> seseorang
>> > membaca kitab-Nya atau tidak, percaya pada para utusan-Nya ataupun
>> tidak,
>> > semua orang pernah dipanggil-Nya dengan cara seperti ini. Setiap orang
>> pasti
>> > dipanggil-Nya seperti ini untuk mencari kesejatian, untuk mencari
>> hakikat
>> > kehidupan.
>> >
>> > Bentuk 'pancingan' semacam ini pula yang dialami oleh para pencari,
>> maupun
>> > para Nabi. Nabi Ibrahim yang gelisah dan mencari tempat mengabdi (ilah),
>> > yang diabadikan dalam QS 6:74-79.
>> >
>> > Dan sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Nabi Musa as, misalnya.
>> Setelah
>> > hanyut di sungai nil, dia dibesarkan oleh salah seorang maha raja yang
>> > terbesar sepanjang sejarah, Sethi I. Hidup dalam kemewahan, kecukupan,
>> hanya
>> > bersenang-senang. Tapi dia selalu 'galau' ketika melihat di
>> sekelilingnya,
>> > bangsa Bani Israil, yang ketika itu menjadi warga mesir kelas rendahan,
>> > sebagai budak. Dia yang hidup dengan ayah tirinya Sethi I, tentunya
>> setiap
>> > hari melihat sisi kemanusiaan ayahnya, normal saja. Dia mungkin hanya
>> > sedikit heran mengapa masyarakat mesir mau menyembah ayah tirinya itu.
>> >
>> > Hanya saja, kadang kemewahan, kenyamanan, mengubur harta kita yang
>> sangat
>> > berharga itu: potensi kita untuk mencari siapakah diri kita sebenarnya.
>> Kita
>> > disibukkan oleh pekerjaan, dibuai oleh kesibukan, mengejar kesuksesan
>> kerja,
>> > atau ditipu oleh dalih mengejar karir atau sekolah, atau nyaman bersama
>> > keluarga. Sangat sering, ketika hal ini terjadi, pertanyaan-pertanyaan
>> > esensial seperti itu, yaitu potensi pencarian kebenaran yang kita bawa
>> sejak
>> > lahir, yang ketika kanak-kanak sangat nyata, terkubur dan terlupakan
>> begitu
>> > saja seiring waktu kita menjadi semakin dewasa. Padahal, itu adalah
>> 'potensi
>> > mencari Allah' yang Dia bekali untuk kita ketika lahir. Bukan berarti
>> kita
>> > harus meninggalkan semua itu, bukan sama sekali. Tapi, jangan biarkan
>> semua
>> > itu menenggelamkan potensi pencarian kebenaran yang telah Allah turunkan
>> > pada kita semenjak lahir.
>> >
>> > Ketika kita tenggelam dalam dunia seperti itu, kita bahkan tidak
>> menyadari
>> > bahwa kehidupan kita berputar-putar saja dari hari ke hari. Sekolah,
>> > mengejar karir, pergi pagi pulang sore, terima gaji, menikah,
>> membesarkan
>> > anak, menyekolahkan anak, pensiun, dan seterusnya setiap hari, selama
>> > bertahun-tahun. Apakah hanya itu? Bukankah kita tanpa sadar telah
>> terjebak
>> > kepada pusaran kehidupan yang terus berputar-putar saja, tanpa makna?
>> > Celakanya, kita mencetak anak-anak kita untuk mengikuti pola yang sama
>> > dengan kita. Pada saatnya nanti, mungkin hidup mereka pun akan
>> mengulangi
>> > putaran-putaran tanpa makna yang pernah kita tempuh.
>> >
>> > Sangat jarang orang yang potensi pencariannya akan Allah belum terkubur.
>> > Dalam hal ini, jika kita masih saja gelisah mencari makna kehidupan,
>> maka
>> > kegelisahan kita merupakan hal yang perlu disyukuri.
>> >
>> > Berapa orang, sahabat, yang masih mau mendengarkan kegelisahannya
>> sendiri?
>> > Padahal kegelisahannya itu merupakan rembesan dari jiwa yang menjerit
>> tidak
>> > ingin terkubur dalam kehidupan dunia. Dia 'menjerit' ingin mencari
>> Al-Haqq,
>> > dan 'rembesannya' kadang naik ke permukaan dalam bentuk kegelisahan.
>> >
>> > Sayang, sebagian orang segera membantai kegelisahannya, potensi
>> pencarian
>> > kebenarannya ini, justru pada saat ketika ia timbul; karena secara
>> > psikologis hal ini memang terasa tidak nyaman. Maka untuk melupakannya,
>> ia
>> > semakin menenggelamkan diri lebih dalam lagi dalam pekerjaannya,
>> > kesibukannya, bersenang-senang, atau berdalih menutupi kegelisahannya
>> dengan
>> > berusaha lebih lagi mencintai istri dan anak, atau keluarga,
>> menenggelamkan
>> > diri dalam keasyikan hobi… dan sebagainya.
>> >
>> > Atau, membantainya dengan kesenangan spiritual sesaat, seperti datang ke
>> > pengajian bukan dengan niat mencari-Nya tapi hanya untuk melenyapkan
>> > kegelisahannya, seperti obat sakit kepala saja: ketika sakit kepala,
>> cari
>> > obat. Kegelisahan hilang, dia pun pergi lagi..
>> >
>> > Atau juga dengan mengindoktrinasi dirinya: "Manusia diciptakan untuk
>> > beribadah!! Segala jawaban telah ada di Qur'an!!" Oke, tapi ibadah yang
>> > seperti apa? Bisakah kita benar-benar beribadah, tanpa mengetahui
>> maknanya?
>> > Atau lebih jauh lagi, mampukah ia menjangkau makna Qur'an?
>> >
>> > Beranikah kita jujur pada diri kita sendiri: Jika qur'an benar, mengapa
>> > kegelisahannya tidak hilang? Mengapa qur'an seperti kitab suci yang
>> tidak
>> > teratur susunannya? Mengapa ayatnya kadang melompat-lompat, dari satu
>> topik
>> > ke yang lainnya secara mendadak? Jika kita beriman, apakah iman itu?
>> Apakah
>> > takwa itu? Apakah Lauhul Mahfudz? Apakah Ad-diin? Apakah Shiratal
>> Mustaqim?
>> > Jalan yang lurus yang bagaimana? Mengapa qur'an terasa abstrak dan tak
>> > terjangkau makna sebenarnya? Ini sebenarnya pertanyaan-pertanyaan jujur,
>> dan
>> > sama sekali bukan menghakimi qur'an.
>> >
>> > Kadang orang terus saja mengindoktrinasi dirinya sendiri, padahal qur'an
>> > sendiri menyatakan bahwa tidak ada yang mampu menjangkaunya selain
>> > orang-orang yang disucikan/ Al-mutahharuun, (QS 56:77-79).
>> >
>> > [Q.S. 56] "Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia
>> (77).
>> > Pada kitab yang terpelihara (78). Dan tidak menyentuhnya kecuali
>> hamba-hamba
>> > yang disucikan/ Al-muthahharuun (79)."
>> >
>> > Apakah dia berani yakin bahwa dia adalah seorang yang telah disucikan,
>> > sehingga makna qur'an telah terbentang begitu jelas dihadapannya? Jika
>> > demikian, apa implikasi pernyataan : "Semua jawaban telah ada di Qur'an"
>> > baginya? Apakah ia akan terus saja membohongi diri dengan membaca
>> terjemahan
>> > qur'an dan memaksakan diri meyakini bahwa ia telah mendapatkan maknanya?
>> >
>> > Jeritan jiwanya tersebut ia timbun dengan segala cara. Ia tidak ingin
>> > mendengarkannya. Hal ini, sudah barang tentu akan membuat seseorang
>> semakin
>> > terperangkap saja dalam rutinitasnya, dan semakin terkuburlah potensi
>> > pencariannya akan kebenaran. Padahal seharusnya 'jeritan jiwa' tersebut
>> > didengarkan. Jika anak kita menangis karena lapar, apakah kita akan
>> pergi
>> > bersenang-senang untuk melupakannya, dan berharap anak kita akan
>> berhenti
>> > menangis dengan sendirinya? Bukankah seharusnya kita mencari tahu,
>> kenapa
>> > anak kita menangis?
>> >
>> > Kembali kepada kisah Musa as. Demikian pula Musa, ia pun, sebagaimana
>> kita
>> > semua, sejak kecil dibekali pertanyaan-pertanyaan dari dalam dirinya.
>> > Dibekali kegelisahan pencarian kebenaran. Bibit-bibitnya ada. Allah,
>> untuk
>> > menumbuhkan bibit-bibit pencariannya itu supaya tidak terkubur dalam
>> > kemewahan kehidupan istana, menyiramnya dengan kebingungan yang lebih
>> besar
>> > lagi.
>> >
>> > Ia dipaksaNya menelan kenyataan bahwa ayahnya pernah membantai jutaan
>> bayi
>> > lelaki Bani Israil. Ia dipaksaNya menelan kenyataan bahwa ayahnya
>> menganggap
>> > Bani Israil adalah warga kelas dua yang rendah, bodoh, dan memang patut
>> > diperbudak. Puncaknya, ia dipaksaNya menelan kenyataan bahwa dirinya
>> sendiri
>> > ternyata merupakan seorang anak Bani Israil, keturunan warga budak kelas
>> > dua, yang dipungut dari sungai Nil. Pada saat ini, pada diri seorang
>> > Pangeran Musa lenyaplah sudah harga dirinya. Hancur semua masa lalunya.
>> Dia
>> > seorang tanpa sejarah diri sekarang. Ditambah lagi ia telah membunuh
>> seorang
>> > lelaki, maka larilah ia terlunta-lunta, menggelandang di padang pasir,
>> > mempertanyakan siapa dirinya sebenarnya.
>> >
>> > Justru, pada saat inilah ia berangkat dengan pertanyaan terpenting bagi
>> > seorang pejalan suluk, yang telah tumbuh disiram subur oleh Allah dengan
>> air
>> > kegalauan: "Siapa diriku sebenarnya?".
>> >
>> > Pertanyaan ini telah tumbuh kokoh dalam diri Musa as., dan sebagaimana
>> kita
>> > semua mengetahui kisah lanjutannya, di ujung padang pasir Madyan ada
>> seorang
>> > pembimbing untuk menempuh jalan menuju Allah ta'ala, yaitu Nabi Syu'aib
>> as,
>> > yang lalu menyuruh anaknya untuk menjemput Musa dan membawa Musa
>> kepadanya.
>> >
>> > Di bawah bimbingannya, Musa dididik menempuh jalan taubat, supaya "arafa
>> > nafsahu", untuk "arif akan nafs (jiwa)-nya sendiri". Dan dengan
>> bimbingan
>> > Syu'aib akhirnya ia mengerti dengan sebenar-benarnya (ia telah 'arif),
>> bahwa
>> > dirinya diciptakan Allah sebagai seorang Rasul bagi bangsa Bani Israil,
>> > bukan sebagai seorang pangeran Mesir. Ia menemukan kembali misi
>> hidupnya,
>> > tugas kelahirannya yang untuk apa Allah telah menciptakannya. Ia telah
>> > menemukan untuk apa dia diciptakan, yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
>> >
>> > "Setiap orang dimudahkan untuk mengerjakan apa yang telah Dia ciptakan
>> untuk
>> > itu." (Shahih Bukhari no. 2026)
>> >
>> > Maka dari itu, sahabat-sahabat, jika ada diantara anda yang mungkin
>> ingin
>> > sekali bertemu seorang guru sejati, atau seorang mursyid yang Haqq untuk
>> > minta bimbingannya, maka terlebih dahulu anda harus benar-benar mencari
>> > Allah, mencari kebenaran, mencari Al-Haqq. Pertanyaan "Siapakan aku?
>> Untuk
>> > apa aku diciptakan?" harus benar-benar telah tumbuh dalam diri kita (dan
>> itu
>> > pun bukan menjadi jaminan bahwa perjalanannya akan berhasil). Anda
>> memang
>> > telah benar-benar butuh jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Jika
>> tidak
>> > demikian, atau jika belum merasa benar-benar membutuhkan, percayalah,
>> tidak
>> > akan ada seorang mursyid sejati yang akan mengutus anak-anaknya untuk
>> > menjemput anda.
>> >
>> > "Man 'arafa nafsahu, faqad 'arafa rabbahu", bukan semata-mata artinya
>> "siapa
>> > yang mengenal dirinya, maka mengenal Tuhannya." Kata " 'Arafa", juga
>> > "Ma'rifat," berasal dari kata 'arif, yang bermakna 'sepenuhnya
>> memahami',
>> > 'mengetahui kebenarannya dengan sebenar-benarnya'; dan bukan sekedar
>> > mengetahui. dan nafsahu berasal dari kata 'nafs', salah satu dari tiga
>> unsur
>> > yang membentuk manusia (Jasad, nafs, dan ruh).
>> >
>> > Jadi, kurang lebih maknanya adalah "barangsiapa yang 'arif
>> (sebenar-benarnya
>> > telah mengetahui) akan nafs-nya, maka akan 'arif pula akan Rabbnya".
>> Jalan
>> > untuk mengenal kebenaran hakiki, mengenal Allah, hanyalah dengan
>> mengenal
>> > nafs terlebih dahulu.
>> >
>> > Setelah arif akan nafs kita sendiri, lalu 'arif akan Rabb kita, maka
>> setelah
>> > itu kita baru bisa memulai melangkah di atas 'Ad-diin'.
>> >
>> > 'Arif akan Rabb, atau dalam bahasa Arab disebut 'Ma'rifatullah' (meng-
>> > 'arifi Allah dengan sebenar-benarnya), sebenarnya barulah –awal–
>> perjalanan,
>> > bukan tujuan akhir perjalanan sebagaimana dipahami kebanyakan orang.
>> Salah
>> > seorang sahabat Rasul selalu mengatakan kalimatnya yang terkenal:
>> > "Awaluddiina ma'rifatullah", Awalnya diin adalah ma'rifat (meng-'arif-i)
>> > Allah.
>> >
>> > Salam Harmonis Sejati
>> >
>> > H PandjiTisna
>> >
>> > Pada 15 Juli 2008 02:57, dohan satria <[EMAIL PROTECTED]>
>> menulis:> Salam Sejati
>> > > Salam Harmonis
>> >
>> > > Kita sejauh ini sudah melakukan perjalanan HIDUP. Pait ,.aasam ,,manis
>> > > ,..dan Sering sekali kita menemukan krikil krikil hambatan yang selalu
>> > > berada disaat kita melaju. Bagaimana sikap kita disaat menghadapai
>> kondisi
>> > > yang PAIT???ASAM???MANIS????Sebagai manusia selayaknya
>> sangat  manusiawi
>> > > kita dipenuhi ego yang  sangat bangga dengan kehebatan pola pikir
>> kita.
>> > > Disaat menemukan kePAITAN Kapaitan hidup apa yang kita lakukan??APakah
>> yang
>> > > menjadikan kendala utama dalam menyikapi arti sebuah hidup. Dan kenapa
>> > > cenderung kita kehilangan MAKNA hidup sebenarnya.?
>> >
>> > > Alangkah melekatnya kita sejauh ini selalu melihat hal hal kenyataan
>> > > menajdi parameter laku hidup. Saat hidup  terpenuhi dengan batasan
>> batsan
>> > > materi kita akan semangat ..saat terjatuh kesetiaan  kepada Makna
>> hidup itu
>> > > mulai melemah bahkan akan luntur seketika disaat,,kenapa??Kenapa
>> dengan
>> > >  terbentur akan sebuah batasa MATERI kita sering kelimpungan
>> ????.Apakah
>> > >  SUdah sewajarnay manusia mengalami demikian. Namun sebagai pelaku
>> spiritual
>> > > alangkah pentingnya kita berusaha untuk mencoba SETIA kepada apa yang
>> > > terjadi. Kita tidak bisa mungkiri memang sebuah keyataan itu adalah
>> hal hal
>> > > nyata,. Tapi perlu diingat HIDUP ini tidak sebatas KONSEP konsep
>> kehidupan
>> > > NYATA. Ada perlunya mencari jalan keluar dengan mulai koreksi dan
>> melihat
>> > > kedalam diri/ penyelaman diri . Mulailah jujru kepada diri sendiri .
>> APakah
>> > > iya " aku ini sudah setia dengan MISI dan MAKNA hidupku'? apakah iya
>> aku ini
>> > > Nrimo dengan apa yang terjadi padaku??Apakah sebanrnya yang menajdi
>> > > panggilan hidupku??Cuman sangat disayangkan..kita terkadang masih
>> enggan
>> > > untuk melihat kedalam. Kita masih belum percaya kekauatan dalam diri
>> kita.
>> > > Masalahnya seakrang mulai dari mana ??Disaat kita menemukan kepaitan
>> hidup
>> > > yang sudah menajdi sangat wajar kalo hal hal duniawi menajdi batasan
>> kita
>> > > dalam melihat sebuah jalan keluar.Kita masih asik dengan kegagalan dan
>> > > keruwetan yang trejadi. Kita masih asik memohon dan menyalahkan
>> keadaan
>> > > . Pikiran manusia adalah sebuah TOOLS yang sangat sangat Otomatis
>> dalam
>> > > bekerja . Dia jago dalam menerima sinyal sinyal dan jago dalam
>> mengyuasai
>> > > kita.. namun   sayang ,,terakdang tidak sensitif dan selektif disaat
>> kita
>> > > benar beanr mentok dengan sebuah jalan keluar kepaitan hidup. Karena
>> > > apa????karena pikiran kita selalu dalam radius FAKTA.Dan pikiran kita
>> tidak
>> > > mampu menyeleksi utnk bsia sensitif saat Pikiran memposisikan sebagai
>> RAJA
>> > > dalam diri kita . Artinya sepak terjang kita dibatasi oleh Si OTAK
>> belaka .
>> > > Saat kita dalam kondisi tersungkur bila tidak ada perimbangan Iman
>> akan
>> > > Kebenaran Tuhan ...saat itu juga akan semakin gelap akan sebuah jalan
>> > > kelaur.Hingga kita tersesat dalam sebuah maslaah hidup .DISaat kita
>> pandai
>> > > menjalani hidup dalam arti sebatas RADIUS pikrian tadi,EGO yang akan
>> muncul
>> > > hingga akan mucul ke Akuan . Dalam kasus disaat sepak terjang kita
>> merasa
>> > > aman secara tidak sadar akan terhambat karena sellau terbuai dengan
>> batasan
>> > > batasan MATERI yang sudah menina bobokkan .Disaat kita terjatuh
>> Pikrian
>> > > mudah sekali tersungkur hingga NGAWUR dalam mencari penyelesaian
>> ..hingga
>> > > terjadi penyelesaian secara sepihak. DIsinilah peran SENDIKO DAWUH
>> kita
>> > > kepada Tuhan,.Sendiko Dawuh tidak melihat sebuah batasan,.Sendiko
>> Dawuh
>> > > tidak melihat kejadian,,,atau kenyataan, Sendiko Dawuh terkait dengan
>> > > kekauatan akan Keberadan Tuhan yang akan selalu siap sedia memebrikan
>> KUASA
>> > > nya ..
>> > > Untuk itu Dalam menykapi hal hal demikian pelru adanya mulai mencari
>> > > keseimbangan diri ( yang bagaimana ??) kedalam hingga keseimbangan
>> secara
>> > > siklus akan memberikan kseimbangan diri keluar.Ini sudah tidak bsia
>> ditawar
>> > > lagi.Dengan kita bisa memberikan keseimbangan ke dalam ..Posisi kita
>> akan
>> > > kokoh disaat menemukan sebuah hambatan. Disaat kita menemukan sebuah
>> > > kemakmuran kita akan berlaku andap asor tidak mengunggulkan ke
>> Akuannya..dan
>> > > kseombongannya .Sebuah Prinsip Idealis bagus bahkan sangat bagus
>> dengan
>> > > catatan dalam  posisi seimbang,bukan sepihak.Dari uraian diatas
>> manusia
>> > > hidup dibatasi oleh  hidup Nyata dan cenderung melihat sebuah MATERI
>> sebagai
>> > > Tolak ukur kemakmuran sesoerang.Secara OTOMATIS cenderung dalam
>> menyikapi
>> > > sesuatu seseorang yang hidup berkelimpahan layak mendapatkan
>> penghormatan
>> > > dan ini sudah tidak bisa dipungkiri hingga manusia cenderung mencari
>> JATI
>> > > DIRI sebatas itu.
>> >
>> > > Patut diakui ,,sebuah Laku spiritual layak mulai diposisikan dalam
>> > > perjalanan hidup kita.Secara keseimbangan Spiritual akan membawa
>> kemakmuran
>> > > hidup . Kemakmuran hidup bahkan  yang paling sederhanapun dimana ada
>> > > kehidupan batin yang tenang sangat patut disukuri.Lebih sederhana lagi
>> kita
>> > > masih diberikan nafas GRATIS saudah sangat bersukur. Sekali kita
>> > > mengeluh,,,sekali itu juga kita menanam Panggawe kita yang artinya
>> kita akan
>> > > membyuka COBA dan GODA dalam hidup.Sekali kita menoleh kebelakang
>> ,bimbang,
>> > > Cemas , Ragu disaat kita terjatuh saat itu juga kita melemahkan Iman
>> kita
>> > > akan Kebenaran.Tuhan Maha Kasih ,Coba dan Goda merupakan buah laku
>> Panggawe
>> > > kita. APa yang kita lakukan itulah hasil entah saat itu ,,entah esok
>> atau
>> > > masa lampau,.
>> > > Disaat kita melakukan sebuah perjalanan hidup sisi Keimanan akan
>> Kebenaran
>> > > Tuhan tidak bsia ditinggalkan.Saat kita meyakini / mengimani Tuhan
>> saat itu
>> > > juga Goda dan Coba berjalan berdampingan di setiap sepak terjang kita.
>> > > Silahkan dibuktiokan bagaiman kita meyikapi sebuah Gioda dan Coba .
>> Kita mau
>> > > anggap itu sebuah Coba dari Yang Maha Kuasa????Atau kita mau menyikapi
>> > > dengan Sumeleh dan selalu Eling kalo itu adalah hasil dari Panggawe
>> > > kita???yang artinya kalo kita menganggapo COBA dan Goda dari yang Maha
>> > > Kuasa kita akan selalu meyalahkan DIA . SUngguh tidak sopan kalo
>> memang kita
>> > > bersikap demikian.Bukankah Tuhan itu Maha Kasih??
>> >
>> > > Sagnat diperlukan sebuah keseimbangan dalam laku maupun kawruh,.dalam
>> > > arti sehebat apapun ajaran tanpa adanya laku yang benar tidak akan
>> > > kekal.Sudah selayaknya kita mulai melihat Tuhan sebagai MITRA kita
>> bukan
>> > > sebagai ujung kesalahan. Sejauh apa kita memposisikan Diri dihadapan
>> > > TUHAN????Monggo direnungkan ,Tuhan yang sudah MAHA Segalanya,,,apakah
>> > > masih  butuh sesuatu???masih butuh dipuji???disanjung????
>> >
>> > > Dodo
>> > > bersambung,.....  disconnect koneksinya
>> >
>> > > --
>> > > Dodo Yogya
>> >>
>>
>
>
> --
> Dodo Yogya




-- 
Dodo Yogya

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Quote: 
** In this age of Aquarius, science will become religious, and religion will 
become scientific. Disagreements between science and religion will come to an 
end, and people will begin to comprehend that both spirit and matter are 
derived from the same source, and are only modifications of the One Universal 
Energy **
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke