Umar bin Abdul Aziz : Khalifah Pilihan Dinasti Umayyah                  
Ragam & Muhibah - Khazanah Islam     Friday, 25 April 2008 09:01       Adil, 
jujur, sederhana dan bijaksana. Itulah ciri khas kepemimpinan Khalifah Umar bin 
Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai ‘khalifah 
kelima’ yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Pada era 
kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang 
mengharumkan nama Islam.

Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang 
dipimpinnya. Ia beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan 
menyerahkan harta kekayaannya ke baitulmal (kas negara), begitu diangkat 
menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah berani serta tanpa pandang 
bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi.

Tanpa ragu, Umar membersihkan harta kekayaan para pejabat dan keluarga Bani 
Umayyah yang diperoleh secara tak wajar. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. 
Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi 
menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk 
meraup kekayaan, melainkan amanah dan beban yang harus ditunaikan secara benar.

Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi kekuasaan, 
Umar justru menangis ketika tahta dianugerahkan kepadanya. Meski Umar bukan 
berasal dari trah Bani Umayyah, keadilan dan kearifannya selama menjabat 
gubernur telah membuat Khalifah Sulaiman terkesan.

Maka di akhir hayatnya, Sulaiman dalam surat wasiatnya memilih Umar bin Abdul 
Aziz sebagai penggantinya. Setelah Khalifah Sulaiman tutup usia, Umar dilantik 
sebagai khalifah pada 717 M/99 H. Seluruh umat Islam di kota Damaskus pun 
berkumpul di masjid menantikan pengganti khalifah. Penasihat kerajaan Raja’ bin 
Haiwah pun segera berdiri dan membacakan surat wasiat Khalifah Sulaiman.

‘’Bangunlah wahai Umar bin Abdul- Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang 
tertulis dalam surat ini,’’ ungkap Raja’.

Umar pun terkejut mendengar keputusan itu. Ia pun segera bangkit dan dengan 
rendah hati berkata, ‘’Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan 
kepadaku tanpa bermusyawarah terlebih dulu dan tak pernah aku memintanya. 
Sesungguhnya aku mencabut bai’at yang ada dilehermu dan pilihlah siapa yang 
kalian kehendaki.’’ Umat Islam yang berada di masjid menolak untuk mencabut 
ba’iatnya.

Semua bersepakat dan meminta Umar untuk menjadi khalifah. Umar pun akhirnya 
menerima ba’iat itu dengan berat hati. Ia menangis karena takut kepada Sang 
Khalik dengan ujian yang diterimanya. Beragam fasilitas dan keistimewaan yang 
biasa dinikmati khalifah ditolaknya. Umar memilih untuk tinggal di rumahnya.

Meski berat hati menerima jabatan khalifah, Umar menunaikan kewajibannya dengan 
penuh tanggung jawab. Keluarganya mendukung dan selalu mengingatkan Umar untuk 
bekerja keras memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Sang anak, Abdul-Malik, 
tak segan-segan untuk menegur dan mengingatkan ayahnya agar bekerja keras 
memperhatikan negara dan rakyat yang dipimpinnya.

Selepas diangkat menjadi khalifah, Umar yang kelelahan mengurus pemakaman 
Khalifah Sulaiman berniat untuk tidur. ‘’Apakah yang sedang engkau lakukan 
wahai Amirul Mukminin?’’ ujar Abdul Malik.

‘’Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak 
pernah merasakan keletihan seperti ini,’’ jawab Umar. ‘’Lalu apa yang akan 
engkau lakukan ayahanda?’’ tanya sang anak. ‘’Ayah akan tidur sebentar hingga 
masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat,’ ucap 
Umar.

Lalu Abdul-Malik berkata, ‘’Wahai ayah, siapa yang menjamin engkau akan masih 
hidup sampai waktu zuhur? Padahal sekarang engkau adalah Amirul Mukminin yang 
bertanggung jawab untuk mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi.’’

Umar pun segera bangkit dari peraduan sembari berkata, ‘’Segala puji bagi Allah 
yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku.’’

Umar pun bekerja keras membaktikan dirinya bagi rakyat dan umat. Pada era 
kepemimpinannya, Dinasti Umayyah meraih puncak kejayaan. Sayang, dia hanya 
memimpin dalam waktu sekejap saja, yakni dua tahun.

Meski bukan berasal dari keturunan Umayyah, darah kepemimpinan memang mengalir 
dalam tubuh Umar bin Abdul Aziz. Ia ternyata masih keturunan dari Khalifah Umar 
bin Khattab. Umar bin Abdul Aziz terlahir pada tahun 63 H/ 682 di Halwan sebuah 
perkampungan di Mesir. Namun ada pula yang menyebutkan, Umar lahir di Madinah.

Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir dan adik dari Khalifah 
Abdul-Malik. Sedangkan ibunya bernama Ummu Asim binti Asim. Dari Ummu Asim-lah, 
darah Umar bin Khattab mengalir ditubuh Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Khtattab 
meminta anak laki-lakinya Asim untuk menikahi gadis miskin dan jujur. Dari 
hasil pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan bernama Laila atau Ummu 
Asim.

Ummu Asim lalu menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan dan lahirlah Umar bin 
Abdul-Aziz. Sosok pemimpin Umar bin Abdul Aziz yang adil dan bijaksana sudah 
sempat dilontarkan Umar bin Khattab. Sang khalifah kedua itu sempat bermimpi 
melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang 
cacat karena luka. Pemuda itu kelak akan menjadi pemimpin umat Islam.

Mimpi itu akhirnya terbukti. Umar bin Abdul Aziz sewaktu kecil wajahnya memang 
sempat tertendang kuda, sehingga bagian keningnya mengalami luka. Umar kecil 
dibesarkan di Madinah. Ia dibimbing sang paman bernama Ibnu Umar, salah seorang 
periwayat hadis terbanyak. Umar tinggal di Madinah hingga sang ayah wafat. Umar 
lalu dipanggil Khalifah Abdul Malik ke Damaskus dan menikah dengan anaknya 
bernama Fatimah.

Pada 706 H, Umar diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah Al- Walid. 
Saat memimpin Madinah, Umar sempat memugar dan memperluas bangunan Masjid 
Nabawi. Sejak masa kepemimpinannya, Masjid Nabawi memiliki menara dan kubah.

Umar tutup usia pada tahun 101 H/720 M. Syahdan, dia meninggal karena diracun. 
Kejujuran, keadilan, kebijaksanaan serta kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz 
dalam memimpin rakyat dan umat sudah sepantasnya ditiru oleh para pemimpin 
Muslim.

Cermin Kesahajaan Sang Khalifah

Saat Umar II terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri kerajaan 
sempat meminta agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian sang 
khalifah. Dengan rendah hati puteri Khalifah Abdul Malik berkata, ‘’Cuma itu 
saja pakaian yang dimiliki khalifah.’’ Hal itu begitu kontras dengan keadaan 
rakyatnya yang sejahtera dan kaya raya.

Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya khalifah 
ditanya, ‘’Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat 
anakanakmu?’’ Khalifah balik bertanya, ”Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak 
memiliki apa-apa.’’ Umar melanjutkan, ‘’Jika anak-anakku orang shaleh, 
Allah-lah yang mengurusnya.’’

Lalu khalifah segera memanggil buah hatinya, ‘’Wahai anak-anakku, sesungguhnya 
ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah 
masuk ke dalam neraka. Kedua, kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke 
dalam surga. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.’’

Umar berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti 
Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat 
masa itu berkat, ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat 
ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang 
miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun.

Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu 
berkecukupan.’’ Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar II mengirim surat kepada 
Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di 
provinsi itu. ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di 
Baitul Mal masih banyak uang”. Khalifah Umar memerintahkan. ‘’Carilah orang 
yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi 
utangnya.’’

Abdul Hamid kembali menyurati Kalifah Umar. ‘’Saya sudah membayar utang mereka, 
tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.’’ Khalifah memerintah lagi. ‘’Kalau ada 
orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan 
bayarlah maharnya.’’

Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, ‘’Saya sudah menikahkan semua yang 
ingin nikah. Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang.’’ Adakah pemimpin 
seperti itu saat ini?

Pembaruan di Masa Khalifah Umar II

Masa kepemimpinannya tak berlangsung lama, namun kejayaan Dinasti Umayyah 
justru tercapai pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah membersihkan 
harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, 
Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.

Di bidang fiskal, misalnya, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma 
itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah 
mendongkrak simpati dari kalangan non-Muslim. Sejak kebijakan itu bergulir, 
orangorang non-Muslim pun berbondongbondong memeluk agama Islam.

Khalifah Umar II pun menggunakan kas negara untuk memakmurkan dan 
menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan 
diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan 
saluran irigasi. Sumursumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan 
masyarakat akan air bersih. Jalan-jalan di kota Damascus dan sekitarnya 
dibangun dan dikembangkan.

Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damscus, khalifah 
membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid diperbanyak dan diperindah. 
Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar II pun 
memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondesi berlangsung 
lancar.

Begitu dekatnya Khalifah Umar II dihati rakyat membuat kondisi keamanan semakin 
kondusif. Kelompok Khawarij dan Syiah yang di era sebelumnya kerap memberontak 
berubah menjadi lunak. Umar II tak menghadapi perbedaan dengan senjata dan 
perang, melainkan mengajak kubu yang berbeda pendapat itu melalui diskusi.

Pendekatan persuasif itu berhasil. Golongan Khawarij dan Syiah ternyata taat 
pada penguasa dan tak menghentikan pemberontakan. Sebagai pemimpin rakyat dan 
umat, Umar II melarang masyarakatnya untuk mencaci atau menghujat Ali bin Abi 
Thalib dalam khutbah atau pidato. Kebijakan itu mengundang simpati kaum Syiah.

Hal itu begitu kontras bila dibandingkan dengan khalifah sebelumnya yang selalu 
menghujat imam kaum Syiah. Khalifah terdahulu menerapkan kebijakan itu untuk 
menjauhkan rakyatnya dari pengaruh Syiah. Khalifah Umar II telah berhasil 
mendamaikan perseteruan antara Syiah dan Sunni - sesuatu yang boleh dibilang 
hampir mustahil tercapai.

Di wilayah-wilayah yang ditaklukkan, Khalifah Umar juga mengubah kebijakan. Ia 
mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Strategi itu ternyata 
benarbenar jitu. Pendekatan persuasif itu mengundang simpati dari pemeluk agama 
lain. Secara sadar dan ikhlas mereka berbondong-bondong memilih Islam sebagai 
agama terbaik.

Raja Sind amat terkagum-kagum dengan kebijakan itu. Ia pun mengucapkan dua 
kalimah syahadat dan diikuti rakyatnya. Masyarakat yang tetap menganut agama 
non-Islam tetap dilindungi namun dikenakan pajak yang tak memberatkan.

       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

Kirim email ke