*~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
 {  Sila lawat Laman Hizbi-Net -  http://www.hizbi.net     }
 {        Hantarkan mesej anda ke:  [EMAIL PROTECTED]         }
 {        Iklan barangan? Hantarkan ke [EMAIL PROTECTED]     }
 *~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
          PAS : KE ARAH PEMERINTAHAN ISLAM YANG ADIL
 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Assalamualaikum wbt,

Di sini saya sampaikan satu artikel dari sebuah laman
web yg saya rasakan amat baik utk
ditimbang-timbangkan. Silakan membaca tapi dlm bahasa
Indonesia.
Tak apa kan ...


Politik Dakwah dan Dakwah Politik

Antara dakwah dan politik terdapat daerah yang saling
bersinggungan, di samping banyak perbedaan. Aktivitas
dakwah sering berbau politik, demikian pula
sebaliknya. Jika kurang jeli, sulit membedakannya.

Politik oleh sebagian kalangan diartikan sebagai
kemahiran untuk menghimpun kekuatan, meningkatkan
kualitas dan kuantitasnya, mengawasi dan
mengendalikan, dan menggunakannya untuk mencapai
tujuan kekuasaan dalam negara dan lembaga-lembaga
lainnya. Dari pengertian di atas telah nampak jelas
bahwa orientasi politik adalah kekuasaan. 

Adapun dakwah adalah seruan kepada segenap manusia
untuk mengikuti jalan Allah lewat amar ma'ruf nahi
munkar. Operasionalnya bisa menggunakan berbagai
media, termasuk kekuasaan. Orientasi dakwah sangat
nyata, yaitu sampainya pesan-pesan agama kepada semua
manusia. Kekuasaan bisa saja menjadi alatnya, tapi
sekali-kali, kekuasaan bukan merupakan tujuan dakwah. 

Suatu kali datang kepada Rasulullah para pembesar
Quraisy. Mereka menyampaikan tawaran kepada Nabi tiga
hal, yaitu wanita, harta, dan jabatan. Jika bersedia,
Nabi bisa mendapatkan salah satu atau ketiga-tiganya.
Rasulullah menolak tawaran mereka. Beliau ingin tetap
menjadi da'i yang siap menyiarkan agama. 

Peristiwa ini menegaskan kepada kita bahwa Nabi bukan
seorang politikus an-sich. Andai saja Nabi itu seorang
politikus, maka tawaran itu diterimanya. Atau dengan
menerima tawaran jabatan atau kekuasaan,
setidak-tidaknya Nabi bisa mendapatkan wanita, juga
harta. Dengan kekuasaan itu pula beliau masih tetap
bisa berdakwah. Tapi sekali lagi, Muhammad adalah
Rasulullah. Beliau bukan sedang bermain politik
praktis. 

Sebagai penyampai risalah Tuhan, beliau tidak pernah
berhitung soal jabatan atau kekuasaan. Ada atau tidak
adanya jabatan, dakwah akan jalan terus. Dalam
berdakwah, beliau tetap menyampaikan apa saja yang
datang dari Allah, baik yang mendukung kekuasaan atau
yang menentang. Beliau sampaikan apa adanya, tanpa
ditutup-tutupi, biarpun hal itu menyinggung perasaan
sang penguasa. 

Itulah bedanya politikus dengan da'i. Seorang da'i
yang benar tidak akan pernah berhenti memberikan
peringatan kepada siapa saja yang melanggar ketentuan
Tuhan. Biarpun silih berganti kekuasaan berpindah
tangan, mereka tetap konsisten. Bahkan seandainya
kekuasaan itu telah beralih pada diri mereka sendiri
atau orang-orang yang didukung, tetap saja mereka tak
pernah berkompromi dalam hal-hal yang bertentangan
dengan syari'at Allah. Itulah karakter da'i sejati. 

Berbeda halnya dengan politikus. Semua hal yang akan
disampaikannya selalu dikalkulasi untung ruginya. Bagi
mereka ukuran untung rugi itu jelas, yaitu seberapa
besar dukungan yang bisa diperoleh untuk menggapai
kursi. Tak segan-segan mereka memakai ayat Al-Qur'an,
jika perlu. Pada kesempatan yang lain mereka relakan
diri mereka berjoget ria di atas panggung, jika
berhadapan dengan pendukungnya yang punya hoby seperti
itu. Semua bisa dilakukan asal tercapai tujuan. Dalam
batas-batas tertentu, mereka bisa sampai pada taraf
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. 

Jika mengeritik sesuatu, tujuannya tidak beranjak dari
keiinginannya untuk memperbesar pengaruh.
Dicari-carinya celah yang memungkinkan bagi mereka
untuk melontarkan kritikan yang bisa menjatuhkan
lawan-lawannya. Sulit diharapkan dari mereka suatu
perjuangan yang tulus. 

Ketika Islam masih belum bercampur dengan
interes-unteres jabatan dan kekuasaan sebagaimana pada
jaman Rasulullah, agama itu nampak indah sekali.
Masyarakat yang bersuku-suku dan berfirqah-firqah,
yang satu dengan yang lain saling bermusuhan, bisa
disatukan dengan Islam. Mereka hidup dalam suasana
ukhuwah yang penuh barakah dan rahmah. Akan tetapi,
setelah interes-interes kekuasaan itu mulai menonjol,
ukhuwwah Islamiyah sekadar menjadi slogan. Antara yang
satu dengan yang lain saling adu mulut, bahkan adu
kekuatan.

...bersambung.

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.
http://im.yahoo.com

 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
 ( Melanggan ? To : [EMAIL PROTECTED]   pada body : SUBSCRIBE HIZB)
 ( Berhenti ? To : [EMAIL PROTECTED]  pada body:  UNSUBSCRIBE HIZB)
 ( Segala pendapat yang dikemukakan tidak menggambarkan             )
 ( pandangan rasmi & bukan tanggungjawab HIZBI-Net                  )
 ( Bermasalah? Sila hubungi [EMAIL PROTECTED]                    )
 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Pengirim: Sani Norku <[EMAIL PROTECTED]>

Kirim email ke