Dear Mas Sukmandaru, Terlampir comments saya terhadap RUU Pertambangan: 1) Pasal 1 Ayat (4) ditambahkan.... dan kegiatan pasca operasi produksi tambang. 2) Bab III, pasal 4 ditambahkan point n. penetapan kebijakan dan standar keselamatan kerja, kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan pada kegiatan pertambangan umum. 3) Bab VII, pasal 21, ditambahkan nomor f. Pasca operasi produksi 4) Bab VIII, pasal 28, kalimat keselamatan pertambangan diganti dengan "Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja" kegiatan usaha pertambangan. Pada akhir kalimat setelah kata pelaporan ditambahkan kata-kata "pada setiap tahap kegiatan yang dilakukannya". 5) Pasal 31, ayat (1) kalimat "pengelolaan sisa" diganti dengan "pengelolaan limbah", selanjutnya setelah kata gas: ..."yang keluar dari proses penambangan..." kata keluar diganti dengan "dihasilkan". 6) Pasal 31 ayat (2) kata-kata terakhir...."pemilik tanah" sebaiknya diganti dengan "pemilik lahan". 7) Pasal 32 ayat (1) dan terdapat juga pada ayat (2) dan Pasal 33 ayat (2) kata-kata "pasca tambang" sebaiknya diganti dengan "pasca operasi produksi tambang". 8) Pasal 33 ayat (2) setelah akhir kalimat ditambahkan kalimat tersendiri yang berbunyi: "Apabila dana jaminan tersebut ternyata masih kurang pada saat diimplementasikan, maka kekurangan dana tersebut harus ditanggung dan dibayar oleh pemegang IUP dan/atau PUP. 9) Pasal 35 Ayat (2) point b. memberikan kesempatan "kepada" pengusaha kecil.... (ditambahkan kata "kepada"). 10) Bab X Pasal 46, ayat point g. keselamatan pertambangan diganti dengan "Keselamatan kerja dan Kesehatan kerja usaha pertambangan". 11) Bab XIII Pasal 54, Ayat (2) point g. mendatangkan "orang" ahli, sebaiknya diganti dengan mendatangkan "tim" ahli.
Demikian Mas Daru comments dari saya, semoga sesuai dengan harapan stakeholders pertambangan umum, amien. Terima kasih, Salam, Sugiarto -----Original Message----- From: Sukmandaru Prihatmoko [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: 22 September 2002 0:49 To: iagi-net Cc: PERHAPI Subject: [iagi-net-l] Masukan IAGI untuk RUU Pertambangan (Baru) Di bawah ini tulisan mengenai konsen IAGI terhadap RUU Pertambangan Umum (Versi 9 Agustus 2002) yang isunya akan dimajukan ke DPR bulan depan. Tulisan ini adalah updating dari tulisan mengenai hal yang sama yang pernah dibuat April 2001 untuk menanggapi RUU PU (Versi yang lebih tua), digabung dengan masukan-masukan dari Diskusi Pertambangan IAGI selama ini. PP akan cari tahu harus kemanakah masukan ini dialamatkan (Pemerintah atau DPR?). Please inform... kalau ada yang tahu. Disamping konsen terhadap eksplorasi berkelanjutan yang diuraikan di bawah ini, akan disertakan pula masukan yang sifatnya umum pasal-perpasal dan dikemas dalam bentuk tabel yang merupakan olahan kawan-kawan di Diskusi Pertambangan IAGI. Komentar dari rekan di milist ditunggu. Pak Sugiarto: kita tunggu juga review RUU ini dari aspek lingkungannya. Salam - Daru EKSPLORASI MINERAL DAN PANAS BUMI BERKELANJUTAN DI ERA OTONOMI DAERAH Masukan IAGI untuk RUU Pertambangan Umum 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Sukmandaru Prihatmoko Ketua Bidang Pertambangan IAGI Indonesia secara geologi dikenal sebagai negeri yang kaya akan sumberdaya mineral baik logam, non-logam, dan batubara. Hal ini karena posisi Indonesia yang unik yang terletak di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Asia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia-Samodra Hindia. Pertemuan tiga lempeng besar yang saling mendesak dan bertabrakan satu sama lain, dan berlangsung sejak puluhan bahkan ratusan juta tahun lalu tersebut memunculkan deretan gunung api sepanjang beberapa pulau dan juga membentuk cekungan-cekungan sedimen. Gunung api dengan kegiatan magmatisme-nya telah diketahui membentuk atau memicu diendapkannya mineral logam dan bahan galian lainnya serta merupakan sumber panas bumi, sedangkan cekungan sedimen berpotensi sebagai sumber bahan galian batubara dan mineral industri lainnya. Seberapa kayakah kita akan mineral (bahan tambang/galian) dan panas bumi? Jumlah kekayaan ini setiap waktu akan berubah terus tergantung pada seberapa banyak sumberdaya dan cadangan baru diketemukan. Kompilasi data menunjukkan bahwa sampai dengan Desember 1999 Indonesia tercatat memiliki cadangan 40,3 juta ton tembaga, 4.054 ton emas, 14.000 ton perak, 5,6 juta ton nikel, 5,4 milyar ton batubara (plus 11,6 milyar ton pada status sumberdaya terukur), 30 juta ton bauksit, 1,4 ton timah, dan 12,5 juta ton konsentrat besi (Digdowirogo dkk, 2001). Cadangan tersebut berasal dari tambang atau daerah prospek di berbagai pulau, dan telah berkurang jumlahnya karena ditambang. Di era otonomi daerah ini, kekayaan mineral dan panas bumi baik yang sudah diidentifikasi sebagai daerah prospek dan tambang maupun yang masih terpendam di dalam perut bumi merupakan potensi sumber PAD yang sangat berarti. Sementara di sisi lain, kemajuan teknologi berlangsung dengan cepat dan berkecenderungan mencari material subtitusi dari komoditi tambang yang ada. Akibatnya, bukan tidak mungkin sebuah komoditi tambang yang saat ini laku keras di pasaran suatu saat nanti (20 - 30 tahun kemudian) menjadi tidak ada nilainya. Jadi kuncinya adalah pada kegiatan eksplorasi untuk mengubah status potensi sumberdaya mineral dan panas bumi menjadi bernilai ekonomi. Tanpa kegiatan eksplorasi, potensi sumberdaya yang ada tetap akan menjadi potensi, dan sangat boleh jadi akan kehilangan arti keekonomiannya. Disinilah perlunya semangat eksplorasi berkelanjutan diakomodasi oleh RUU Pertambangan Umum yang baru. Tentunya semangat ini juga harus sejalan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan aspek lingkungan hidup, community based- development, dan clean governance. Situasi Pertambangan Saat Ini Dunia pertambangan Indonesia, terutama eksplorasi mineral pernah mengalami masa kejayaan, yaitu sejak awal tahun 70-an sampai sekitar 1997 sebelum krisis ekonomi melanda. Bahkan sebagian besar sumberdaya dan cadangan mineral yang tercatat sekarang adalah diketemukan pada kurun waktu tersebut, dan hanya sebagian kecil saja merupakan warisan penemuan jaman pra-kemerdekaan. Pada periode itu ratusan perusahaan aktif melakukan eksplorasi mineral yang dipayungi keabsahannya oleh Pemerintah Indonesia melalui sistem Kontrak Karya (KK) dan Kuasa Pertambangan (KP) untuk komoditi mineral logam, atau melalui sistem Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan KP untuk komoditi batubara, atau melalui Surat Ijin Pertambangan Daerah (SIPD) untuk komoditi bahan galian industri. Perusahaan multi-nasional yang bergerak di bidang pertambangan saat itu di akomodasi melalui KK atau PKP2B. Dan sejak awal tahun 70-an hingga akhir 90-an, telah ditanda-tangani sebanyak 7 Generasi KK dan 3 Generasi PKP2B dengan jumlah perusahaan tidak kurang dari 365. Kesuksesan sistem KK dan PKP2B dalam menarik investor telah diakui dunia pertambangan internasional. Belum lagi pengusaha-pengusaha nasional dan BUMN yang melakukan kegiatannya melalui sistem KP. Ini semua sangat menyemarakkan dunia eksplorasi pertambangan saat itu. Pada periode kejayaan tersebut (70-an sampai 1997) telah diketemukan banyak cebakan-cebakan mineral baru. Bahkan sebagian telah dikembangkan menjadi tambang seperti Grasberg (emas-tembaga di Irian Jaya), Gunung Pongkor (emas di Jawa Barat), Kelian dan Gunung Muro (emas di Kalimantan), Rawas (emas di Sumatra Selatan), Mesel (emas di Sulawesi Utara), Gosowong (emas di Halmahera), Batu Hijau (tembaga-emas di Sumbawa) dsb. Di bidang batubara, cebakan baru juga banyak diketemukan, dan beberapa telah dikembangkan menjadi tambang di Kalimantan. Tetapi saat ini kegiatan eksplorasi mineral mengalami kelesuan luar biasa. Banyak sekali perusahaan KK, PKP2B dan pemegang KP menghentikan kegiatannya. Beberapa hal yang menyebabkan kelesuan ini adalah · jatuhnya harga hampir semua komoditi tambang di pasar dunia beberapa tahun lalu · situasi sosial, politik dan keamanan yang tidak kondusif · belum jelasnya aturan main di bisnis pertambangan setelah diberlakukannya Otonomi Daerah · adanya perundang-undangan dan peraturan yang saling bertabrakan Namun saat ini situasi harga komoditi tambang menunjukkan perbaikan, dan di beberapa belahan dunia lain kegiatan eksplorasi pertambangan mulai menggeliat lagi. Ini mengindikasikan bahwa sudah saatnyalah kegiatan eksplorasi digerakkan lagi. Di era otonomi daerah ini, sangatlah dirasa perlu bahwa RUU Pertambangan Umum memiliki semangat mendorong adanya kegiatan eksplorasi berkelanjutan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya mineral dan panas bumi yang ada. Di sisi lain eksplorasi berkelanjutan mempunyai implikasi pada pengembangan pemahaman pengetahuan geologi Indonesia secara umum dan pertambangan (mineralisasi) secara khusus. Penambahan data geologi dan pertambangan Indonesia sudah seharusnyalah disimpan dengan baik, dan mudah dimanfaatkan untuk kepentingan eksplorasi berikutnya. Semangat Eksplorasi Berkelanjutan dalam RUU dan Usulan IAGI IAGI yang merupakan perhimpunan ahli geologi Indonesia telah mencoba menjaring masukan dari para anggotanya untuk memberikan masukan pada RUU Pertambangan Umum ini. Usulan yang berkaitan dengan eksplorasi berkelanjutan akan diuraikan secara rinci di bawah ini, sedang usulan yang sifatnya umum ditampilkan dalam bentuk tabel terlampir. RUU Pertambangan Umum (versi 9 Agustus 2002) terlihat mencoba mengakomodasi semangat eksplorasi berkelanjutan yang tercermin pada Pasal 21 dimana disebutkan bahwa pelaku usaha pertambangan "mempunyai hak melakukan seluruh tahapan kegiatan usaha pertambangan, sebagai berikut (a) Penyelidikan Umum, (b) Eksplorasi, (c) Studi Kelayakan, (d) Konstruksi, dan (e) Operasi Produksi". Pasal ini menjamin bahwa kegiatan eksplorasi dapat berlangsung terus tahap demi tahap sampai Operasi Produksi. Hal yang perlu ditambahkan atau diperjelas adalah · Prioritas penyelenggaraan sumberdaya alam dimana usaha eksplorasi (dan pertambangan) sering terhambat secara sektoral. Untuk itu perlu diperjelas atas dasar apa prioritas dibuat dalam penyelenggaraan sumberdaya alam. Usulan: Pada konsiderannya (Menimbang) Butir (a) ditambah beberapa kata sehingga menjadi berbunyi "bahwa bahan galian merupakan sumberdaya alam yang dikuasai oleh negara yang manguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus mendapatkan prioritas sehingga dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. · Laporan hasil kegiatan eksplorasi harus dapat dengan mudah diakses. Hal ini untuk menjamin keberlanjutan eksplorasi dari pelaku usaha pertambangan yang satu kepada pelaku berikutnya pada suatu daerah tanpa melakukan perulangan jenis kegiatan yang sama. Usulan: Pada Pasal 28 ditambahkan beberapa kata sehingga menjadi berbunyi "...wajib memenuhi kewajiban: penerapan kaidah keteknikan yang baik; keuangan; pengelolaan lingkungan hidup; keselamatan pertambangan; pengembangan wilayah dan masyarakat sekitar wilayah usaha pertambangan; dan pelaporan yang lengkap dan baik pada setiap tahap yang dilakukannya". Perlu juga diatur (mungkin dengan PP) mengenai bentuk dan jenis pelaporan baik laporan "hard copy" maupun "digital". · Kegiatan eksplorasi di "mature terrain" (daerah yang telah berulang-ulang dieksplorasi sehingga datanya sudah banyak), pelaku usaha pertambangan tidak harus memulai usahanya dari tahap Penyelidikan Umum. Hal ini untuk mempercepat siklus kegiatan eksplorasi di suatu daerah dan mewujudkannya menjadi tambang. Usulan: Pada Pasal 21 ditambahkan kalimat pada akhir pasal yang berbunyi "....Untuk daerah dengan tingkat kedewasaan eksplorasi tinggi, kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan tidak dari Penyelidikan Umum. · Pelaku usaha pertambangan perlu diberikan opsi untuk melakukan "due diligence" (dulu namanya SKIP) untuk jangka waktu tertentu sebelum ijin usahanya benar-benar diberikan. Opsi ini sebaiknya telah memberikan hak ekslusif kepada pelaku usaha pertambangan untuk mendapatkan ijin usaha. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pelaku usaha pertambangan untuk mengevaluasi daerah yang diminatinya secara cepat tetapi aman. Di sisi lain Pemerintah tidak direpotkan oleh penyiapan perijinan seandainya pemohon ijin mengundurkan diri karena alas an teknis di tahap awal, dan dengan segera kesempatan dapat diberikan kepada pemohon ijin yang lain. Opsi ini diharapkan akan menarik investor untuk berusaha di bidang pertambangan dan menggulirkan kegiatan eksplorasi secara dinamis. Usulan: Pada Pasal 10 ditambahkan satu ayat setelah Ayat (3), yaitu Ayat (4) yang berbunyi (4) Sebelum izin pertambangan dikeluarkan Opsi Evaluasi Awal (OEA) dapat diberikan dengan jangka waktu 3 bulan yang memberikan jaminan kepada pemegangnya untuk mendapatkan izin pertambangan. Ayat 4 pada Pasal 10 tersebut diubah menjadi Pasal 5. Penutup Di era otonomi daerah ini, tidaklah bisa dipungkiri bahwa industri pertambangan dan pemanfaatan panas bumi akan menjadi sumber PAD yang sangat berarti, karena hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki sumberdaya mineral, baik logam, batubara, maupun mineral industri, dan juga panas bumi. Memang konflik kepentingan akan selalu ada misalnya dengan kehutanan, lingkungan hidup, kelautan dan sebagainya. Namun dengan tekad yang sama, untuk membangun dan memajukan bangsa ini, serta untuk memulihkan keterpurukan ekonomi pasti akan dapat diketemukan titik temunya. Bogor, 20 September 2002 --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi ===================================================================== Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA