Mewakili IAGI, Andang Bachtiar (Ketum), Bambang Manumayoso (Ketua Bidang Migas), dan 
Sukmandaru Prihatmoko (Ketua Bidang Pertambangan) datang berpartisipasi dalam Dialog 
Lintas Stakeholder ESDM di Bali, 1 Pebruari 2003, hari Sabtu yang lalu. Acara 
berlangsung di Bali Convention Center Sheraton Nusa Dua. Peserta yang terdaftar hadir 
berjumlah 470 orang yang meliputi CEO, VP, dan managers dari perusahaan yang bergerak 
di bidang tambang, migas, energy dan kelistrikan di Indonesia + 12 mentri + semua 
pejabat eselon 1 dan 2 ESDM + Presiden Mega. Event ini "sangat luar biasa" dari segi 
kwalitas kehadiran/partisipasinya, tetapi sayangnya panitia pelaksana tidak dapat 
memanfaatkan potensi berkumpulnya orang-orang penting tersebut untuk sesuatu yang jauh 
lebih serius dan produktif selain suatu briefing satu arah yang monolog dari 
menteri-menteri ke para stakeholder.

Tida begitu jelas: apakah memang acara tersebut sengaja didisain demikian (walaupun 
namanya dialog tapi ternyata isinya monolog/briefing?), atau memang panitianya salah 
menghitung bahwa untuk dialog / panel diskusi yang melibatkan 12 mentri dan 470 
undangan ternyata dibutuhkan waktu lebih dari hanya sekedar 2.5 jam (dari 3.30-6.00 
pm)?

Topik pembicaraan:
1. Presentasi oleh IPA
2. Presentasi oleh MKI (Masyarakat Kelistrikan Indonesia)
3. Presentasi oleh IMA (Indonesian Mining Association)
4. Presentasi oleh 12 Menteri.
5. Kesempatan 2 stakeholder bicara (tanpa dikomentari)
6. Penutup.

Acara sebenarnya sudah dimulai hari Jumat sebelumnya yaitu dengan golf tournament, 
peluncuran bensin tanpa timbal di bali, dan ice-breaker party.

Hari Sabtunya, jam 11.30 semua peserta lunch bersama, sementara itu secara bersamaan 
ada juga VIP Lunch Ibu Mega, para Menteri, CEO perusahaan migas,
tambang, listrik, pejabat esdm eselon 1 dan ketua asosiasi profesi.

Acara resmi yang berjudul DIALOG LINTAS STAKEHOLDER ESDM itu dimulai setelah makan 
siang, sekitar jam 2. Setelah Pak Purnomo dan Ibu Mega pidato, acara
dilanjutkan dengan penandatanganan 6 kontrak kerjasama (INCO-ANTAM, INKOPENRA-ANTAM, 
PLN-PLTU Sibolga, PLN-PLTU Amurang, Indonesia Power-Santos,
dan PGN-Chandra Asri), dan peluncuran 11 blok untuk ditawarkan kepada investor 
eksplorasi migas (9 di Jawa Timur Offshore, 2 di Jambi). Setelah itu semua, barulah 
rangkaian acara yang 6 diatas dilaksanakan.

Esensi dialog dalam forum tersebut tidak terjadi, karena:

1. Tidak semua aspirasi industri migas terbawakan oleh IPA. Saya melihat
baik dari kalangan Asosiasi Pemboran Indonesia, Hiswana Migas,  maupun dari
beberapa KPS mereka tidak puas hanya dengan presentasi tersebut. Ada
beberapa agenda penting yang mereka siapkan untuk dibicarakan tapi karena
tidak ada waktunya maka tidak tersampaikan.

2.Demikian juga dikalangan industri tambang dan kelistrikan, tidak semuanya
terwakili aspirasinya oleh IMA dan MKI. KAsus yang sama terjadi, dimana,
banyak sekali rekan-rekan dari berbagai perusahaan tambang maupun services
menungg-nunggu kesempatan untuk ikut bicara melontarkan unegh-unegh-nya tapi
tidak kesampaian karena tidak ada waktu.

3. Model presentasi tiap Menteri juga sangat normatif/standard, yang dari
koran-koranpun kita semua sudah tahu apa jawaban mereka soal hal-hal yang
ditanyakan (terutama oleh IPA, IMA, dan MKI). Padahal hadirin yang 470 orang
itu mengharapkan adanya dialog interaktif dan berkembang bukan hanya
jawaban normatifnya saja, tapi lebih ke jawaban rinci menyangkut
kasus-kasus.

4. Karena waktu tersisa setelah menteri-menteri bicara hanya 12 menit lagi,
maka ada 2 orang yang diberi kesempatan maju ke depan diluar IPA, IMA, dan
MKI, yaitu Pak Qoyyum dari PGN dan Dutabesar Australia (kalau tidak salah)
yang keduanya mengungkapkan usulan: revolusi penggunaan gas sebagai ganti
BBM (Qoyyum), dan model penanganan konflik daerah dg pendekatan
kesejahteraan pertambangan - kasus Halmahera (Dubes). Keduanya pun tidak
sempat ditanggapi oleh para menteri, karena setelah itu langsung ditutup
oleh Pak Purnomo.

Masih beruntung mereka-mereka yang ikut sessi VIP Lunch, karena pada saat itu 
diperbolehkan memberikan komentar, opini, dan saran kepada pemerintah
sembari menikmati makan siang. Yang bicara disitu semuanya CEO-CEO Perusahaan Migas, 
Tambang, dan Listrik, yang pada umumnya meng"highlight"
komitmen mereka untuk Indonesia (besarnya investasi, program CD, komitmen lingkungan, 
dsbnya, dsbnya). Lebih beruntung lagi, karena saya sempat juga
maju bicara didepan mereka sebagai ketua asosiasi profesi (IAGI), dengan 
meng"highlight" permasalahan lapangan yang dihadapi oleh para eksplorasionis
baik di industri tambang maupun migas yang berkaitan dengan: level pendidikan 
masyarakat dan pemahaman mereka yang masih sangat kurang tentang
eksplorasi&proses-2nya shg seringkali membuat tindakan dan aspirasi mereka menjadi 
keliru dan membuat kita-kita yang melakukan eksplorasi menghadapi
"marabahaya" kesalahpahaman tersebut. Untuk itu saya meminta bantuan semua yang hadir, 
kalau memang mau bersama-sama menggairahkan investasi dibidang
industri ekstraktif, ikut berpartisipasi dalam mendidik masyarakat kita lewat 
program-program CD, Pendidikan maupun sponsorship program sosialisasi
eksplorasi-geologi ke masyarakat. Selain itu, saya sempat bicara juga tentang perlunya 
ditingkatkan koordinasi di tingkat menteri dan yang paling
penting pejabat eselon satunya untuk masalah konflik pertambangan/migas dengan 
kehutanan dan lingkungan. Dan yang terakhir saya minta stakeholder
meeting macam begini musti diteruskan dan mustinya melibatkan juga LSM-LSM atau 
pihak-pihak yang concern dg industri ekstraktif tapi sering dianggap
menghambat atau mengkritisinya; karena kalau tidak, ini bukannya stakeholder meeting 
tapi lebih ke investor meeting.(Bu Mega dalam sambutannya sempat
tidak membaca teks dan mengungkapkan bahwa 6 bulan atau paling lambat setahun lagi, 
stakeholder meeting kedua harus dilaksanakan).


Salam

Andang Bachtiar
Ketua Umum IAGI

Kirim email ke