Saya ingin mengomentari tulisan Prof. Koesoemadinata pada kalimat: "Saya
kira sebaiknya cost recovery itu dihilangkan saja seperti dulu zaman
Ibnu Sutowo,...."; setahu saya sejak PSC pertama ditanda tangani oleh
IIAPCO th. 1966, cost recovery sudah diterapkan, dan terus berlaku
sampai sekarang (tidak pernah dihapus). Mengenai ketentuan cost recocery
pada awal PSC ini, misalnya bisa dibaca Ooi Jin Bee (1982): The
Petroleum Resources of Indonesia, p25.

Salam,
Ruslan Kailani

-----Original Message-----
From: sugeng.hartono [mailto:[EMAIL PROTECTED]] 
Sent: 14 February 2003 13:29
To: Kailani, Ruslan
Subject: Fw: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia


Pak, ini tulisan Prof.Koesoemadinata ITB. Kalau ingin mengomentari
sesuai
dengan pengalaman sehari-hari di lingkungan KPS ya silahkan. Ini jaman
reformasi bebas merdeka mengeluarkan pendapat. Bandingkan dengan tulisan
saya Kebun Mangga di majalah TEMPO, mungkin ada kemiripan.
Salam,
sh
----- Original Message -----
From: Koesoema <[EMAIL PROTECTED]>
To: iagi-net <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Friday, February 14, 2003 7:57 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia


> Menurut hemat saya kelemahan dari sistim PSC ini adalah adanya "cost
> recovery", karena ini adalah sumber korupsi, dan menjadikan perusahaan
> cenderung tidak efficient. Perusahaan PSC akan berusaha membebankan
segala
> cost (bahkan mungkin cost yang pegawai mereka yang tidak secara
langsung
> bekerja untuk contract area)  pada cost recovery, walaupun ada kontrol
dari
> Badan Migas (tapi kan bisa diajak jalan-jalan ke luar negeri).
termasuk
> sumbangan, misalnya ke Perguruan Tinggi . Sehingga pada akhirnya
sumbangan
> itu seolah-olah diberikan si oil company (dengan upacara dsb) tetapi
> sebetulnya pemerintah yang memberikan. Setiap kali diminta sumbangan
untuk
> aktivitas ilmiah /research mereka bilang sih setuju saja kalau  BPPK
> Pertamina (dulu Badan Pelaksana Migas, sekarang) setuju. Kalau tidak
> disetujui
> seolah-olah BPPK yang menghalang-halangi, kalau disetujui si PSC itu
yang
> dapat nama menyumbang.
> Kalau saya boleh sedikit suudzon soal expat saja. Kalau tidak ada cost
> recovery mungkin PSC akan mengurangi mereka, karena tentu geologist
lokal
> dengan kwalifikasi yang sama akan jauh lebih murah. Tetapi dengan
adanya
> cost recovery mereka akan memasukkan konco-konco karena tokh akan
dibebankan
> pada cost recovery, walaupun soal ini diatur oleh BP Migas, tapi kan
bisa
> diatur. Ini suudzon saja. Suudzon lain adalah bahwa adanya sistim cost
> recovery akan mendorong pula sedikit mungkin dilakukannya investasi,
segala
> sesuatu seperti mobil, peralatan, bahkan storage tank, lebih baik
menyewa

> daripada membeli. Ini juga sumber KKN.
> Saya kira sebaiknya cost recovery itu dihilangkan saja seperti dulu
zaman
> Ibnu Sutowo, tetapi splitnya dinaikkan seperti dulu 40-60, tetapi
semua
cost
> ditanggung oleh PSC, dan pemerintah terima 60% clean. Memang sebaiknya
split
> ini dikaitkan dengan harga minyak international, sehingga mereka tidak
> mendapatkan wind-fall profit terlalu besar. Jadi misalnya kalau harga
minyak
> naik sampai 30 USD/barrel, splitnya diturunkan menjadi 20-80.
> Adanya cost recovery itu dalihnya adalah supaya Pemerintah (dulu cq
> Pertamina) ikut dalam management, tetapi sebenarnya akibat adanya
kenaikan
> minyak yang tiba-tiba pada tahun 1973, sehingga PSC mendapatkan
windfall
> profit yang menurut Pemerintah (menteri pertambangan Sadli pada waktu)
> terlalu besar, sehingga kemudian Pemerintah secara sepihak merubah
split
> menjadi 15-85. PSC kemudian protest semua karena merubah kontrak
secara
> sepihak; dan pemerintah mundur dengan menawarkan adanya cost recovery
ini
> yang diterima dengan baik oleh para PSC. Tetapi kemudian cost recovery
ini
> dimanfaatkan betul oleh PSC, sehingga adakalanya cost recovery ini
begitu
> besar menggerogoti bagian pemerintah yang 60%, bahkan pemeritah tidak
dapat
> apa-apa. Makanya kemudian diakali dengan adanya FTP (First Trench
> Petroleum), sehingga pemerintah tidak kosong sama sekali.
> Saya kira split 15-85 ini sangat menyesatkan untuk orang di luar
industri
> perminyakan. Misalnya Amien Rais pernah membandingkan split 15-85
sistim
PSC
> dengan royalty yang diterima pemerintah dari Kontrak Karya dibidang
> pertambangan yang saya kira hanya sekitar 5%, tanpa menyadari adanya
cost
> recovery yang selain bisa besar sekali juga  menjadi sumber KKN.
> Saya kira sistim PSC itu dapat diperbaiki dengan menghilangkan adanya
cost
> recovery, dan split-nya disesuaikan dengan harga minyak di pasaran.
> Akibatnya tentu BP Migas tidak akan terlalu memerlukan terlalu banyak
> kontrol.
> Tolong pendapat saya ini dikritik, karena kebanyakan pendapat ini
bersifat
> suudzon saja, wallahu alam kebenarannya bagaimana.
> Wassalam
> RPK
> ----- Original Message -----
> From: <[EMAIL PROTECTED]>
> To: <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent: Wednesday, February 12, 2003 9:36 PM
> Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia
>
>
> >
> > kira2 kalau dilihat sistem yang ada sekarang..
> > sebetulnya sistem psc kita itu lsudah baik atau masih kurang baik?
(both
> > side loh)
> > utk expat.. penilaian kebutuhan akan mereka itu dilakukan oleh
depnaker...
> > apakah depnaker yang menilai tersebut tau tentang batasan2 bahwa
pekerjaan
> > itu tidak dapat dilakukan oleh orang indonesia?...
> >
> > Best Regards
> > Ujay
> >
> >
> >
> >
---------------------------------------------------------------------
> > To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
> > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> > IAGI-net Archive 1:
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> >
> > Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
> Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
> > Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
> > Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
> > Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
> > Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
> [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
> > Komisi Database Geologi : Aria A.
Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
> >
---------------------------------------------------------------------
> >
>
>
>
>
>
> ---------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>
> Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
> Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
> ---------------------------------------------------------------------


---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi 
Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke