Pak Awang apa intensitas letusan gunung api bisa diperkirakan hanya dengan
mengetahui komposisi magmanya saja? rasanya perlu diperhatikan juga kondisi
craternya.

Waktu kuliah volkanologi dulu salah satu dosennya dari Direktorat
Volkanologi namanya saya lupa (saya yakin beliau ada di milis ini, dan saya
benar-benar mohon maaf atas kelupaan ini, takut kualat) beliau mendapatkan
doktor dari letusan gunung Galunggung tahun 82.  Karena saya berasal dari
Tasik jadi tertarik mendengarkan kuliah ini. Beliau mengatakan bahwa
sebenarnya magma Galunggung tahun 82 adalah basaltik yang memang lavanya
meleleh efusive saja seperti yang Pak Awang katakan. Tetapi craternya yang
aktif sekarang ada di lereng bawah Galunggung, semacam failure sector yang
benar-benar menganga ke arah kota Tasikmalaya.

Letusan yang sebelum tahun 82 saya tidak tahu kapan, tetapi terbentuknya
crater di lereng merontokan lereng Galunggung menimbulkan semacam giant
landslide sehingga terbentuk banyak bukit-bukit kecil di kaki Galunggung,
orang menyebutnya gunung Sarebu (sekarang sudah tidak ada lagi karena
bukitnya dikeruk diambil pasirnya). Di crater aktifnya yang sekarang ada
danau crater dan tentu saja air tanah. Sehingga setiap lavanya meleleh,
karena ada pendinginan dari air tanah maka lavanya membeku dan menutup
jalan lava membentuk semacam plug.  Seperti halnya kebiasaan orang Tasik
lelehannya berlangsung selama beberapa bulan dikredit sedikit-demi sedikit.

Pada saat magma utama keluar air tanah tidak lagi mampu mendinginkan malah
terpanaskan secara tiba-tiba sehingga letusannya sangat hebat. Saya masih
ingat waktu hujan abu galunggung, siang bolong seperti malam gelap-gulita.
setelah hujan pyrocastic selesai abu nya benar-benar halus seperti abu
gosok dan hitam menyelimuti kota setebal 10 sampai 30 cm. Sekarang di
craternya dibuatkan tunel untuk mengontrol jumlah air di danau crater.

Jadi dalam hal ini faktor yang menguatkan letusan gunung api adalah malah
air.  Mungkin mekanisme yang saya ceritakan diatas salah atau tidak tepat
maklum waktu kuliah terkantuk-kantuk , tetapi itulah kesimpulan yang saya
ambil.

Salam

Cepi


|---------+---------------------------->
|         |           Awang Satyana    |
|         |           <[EMAIL PROTECTED]|
|         |           oo.com>          |
|         |                            |
|         |           03/02/2005 05:43 |
|         |           Please respond to|
|         |           iagi-net         |
|         |                            |
|---------+---------------------------->
  
>------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------|
  |                                                                             
                                                 |
  |       To:       iagi-net@iagi.or.id,                                        
                                                 |
  |       cc:                                                                   
                                                 |
  |       Subject:  Re: [iagi-net-l] Krakatoa                                   
                                                 |
  
>------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------|




Sebaiknya kita gunakan saja "Krakatau" daripada "Krakatoa" karena
"Krakatoa" adalah salah tafsir kode telegraf pertama saat berita letusan
Krakatau dikirim ke Inggris (untuk pertama kalinya itulah dirasakan
pentingnya penemuan telegraf, berita cepat tersebar, walau masih
salah-salah, maklum baru saja ditemukan).

Magma yang asam akan lebih kuat dibanding yang basa sebab magma asam sering
membeku di jalan menyumbat lubang kepundan, sehingga bila tekanan gas sudah
cukup kuat, sumbat magmatis akan ditekan dilempar ke atas menjadi letusan
tipe Perret yang katastrofik. Magma basa, kan meleleh efusiv saja menjadi
shield volcano tanpa letusan yang paroxysmal. Antara magma granitik atau
riolitik, kan sama saja, riolitik produk lelehannya, kalau dengan dasit
yang merupakan lelehan andesit, mestinya lebih kuat yang riolitik sebab
dasit intermediate saja in composition.

Saya senang menggunakan referensi dari Kuno (1976) : Volcanoes and volcanic
rocks. Komprehensif dan jelas tidak kuno, atau yang lebih tua lagi tapi
masih banyak diacu orang : Rittmann (1962) : Volcanoes and their activity.
Dua referensi ini termasuk yang banyak diacu publikasi2 yang lebih baru.
Yang semi populer ada juga, tulisan dua volcanologist Hawaii, enak diikuti,
maaf saya lupa penulisnya, saya pernah pinjam di British Council Library,
mereka terkenal, tetapi dua penulis ini (suami isteri) tewas diterkam lava
Kilauea... Tetapi masalah komposisi magma dan intensitas erupsi adalah hal
biasa jadi bisa ditemukan di buku manapun. Buku tulisan Pak Muzil Alzwar
(alm.) dan dua rekannya pun (Pengantar Dasar Ilmu Gunungapi, Nova-Bandung
1988), bagus diikuti dan rasanya baru satu itu textbook volkanologi karya.
Saya sih berharap Pak Tikno Bronto atau Mas Atje Purbawinata atau Pak Adjat
Sudrajat atau Pak MT Zen menulis textbook volkanologi juga...

Menarik mengikuti evolusi komposisi magmatik Krakatau dengan intensitas
letusannya. Refrensi tentang ini bisa ditemukan di van Bemmelen (1949), de
Neve (1981), Verbeek (1885) atau Stehn (1929). Semua buku ini bisa ditemui
di perpus GRDC Bandung cari di katalog pengarang. Sebenarnya Krakatau punya
tiga siklus utama erupsinya. Siklus pertama yang membuat Pulau Rakata : ini
magma basaltik, siklus kedua yang membuat Perbuwatan dan Danan, ini magma
andesitik, siklus ketiga : ini yang menghancurkan Rakata dan sekitarnya via
erupsi 1883, dan ini magmanya asam riolitik, terbukti dari begitu banyaknya
pumis yang dilontarkan. Perubahan komposisi magmatis ini mencerminkan
proses diferensiasi magma di magma chamber-nya.

Mewaspadai bahwa letusan akan hebat bila magma mengasam, maka abu volkanik
(ejecta) Anak Krakatau rutin dicek komposisinya. Tahun 1960 ada peningkatan
pasti menuju semakin asam, tapi katanya, gak perlu terlalu waspada sampai
ejectanya menjadi riolitik, bila sudah begitu : volcanic alarming
berbunyi.....! Saat letusan 1883, % SiO2 pumisnya 70 %, tahun 1980 masih
sekitar 52 %, ia meningkat terus memang menuju asam, tapi sekarang masih di
batas basal-andesit. Saat letusan 1930 (Anak Krakatau) ia punya komposisi
62 % SiO2, lalu turun lagi. Kelihatannya masih aman beberapa puluh tahun ke
depan, riolitik masih jauh. Ah...tapi itu kalau belajar dari plotting data
historis dan semua dianggap linier. Kalau tidak... hm...siapa yang tahu
dengan pasti Mother Earth bekerja ? Makanya, cek saja terus dengan rutin.
Dan kita lihat...

Salam,
awang

Iwan Nugraha <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Pak Awang, jadi kalau komposisi magma yang ryolitik, akan mempengaruhi
kekuatan letusan ?, letusan apa yang paling kuat Pak ? granitik, dasitik
atau yg lainnya.

Mohon referensi buku apa yg bisa saya baca mengenai komposisi magma yg
mempengaruhi kekuatan letusan.

Trima kasih



---------------------------------
Do you Yahoo!?
Yahoo! Search presents - Jib Jab's 'Second Term'

---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Search presents - Jib Jab's 'Second Term'





---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke