Tambahan ilmu sosiologi amatiran bagi yg mau ke Middle East RDP ====== Abdullatif Setyadi to geologiugm More options 12:56 pm (2 hours ago)
Jadi tertarik untuk memberikan komentar juga tentang Arab.... Meskipun mungkin commentnya kalau ketahuan sama sosiologist atau anthropologist akan ditertawakan habis-habisan; karena cuma berdasarkan pengalaman empiris selama dua tahun bekerja di Gulf dan bergaul dengan bangsa Arab. Kebetulan Bahasa Arab saya agak lumayan, warisan dulu di IAIN Jogja, lumayan bisa membantu "mendekat" ke lingkungan pergaulan mereka tanpa merasa canggung, dan bisa ikut tertawa-tawa sedikit. Di sini, saya hanya mengomentari dan membedakan antara kultur Arab dan sama sekali tidak membicarakan norma Islam, karena keduanya memang berbeda. Saya sangat sering menemukan mereka, yang nota bene berbicara dalam bahasa Arab sehari-hari, tapi kalau membaca Al-Qur'an mereka "pengkor-kor". He..he..he... Makanya memandang kultur Arab tidak boleh bias dengan Islam; biar kita tidak sama dengan Bush. Menurut saya, secara umum, layaknya semua bangsa dan kultur, selalu saja ada sifat-sifat yang baik secara normatif dan buruk secara normatif, tidak peduli itu Arab, Indonesia, westerners, dll. Tinggal dari norma atau kultur mana kita memandangnya. Kalau kultur Arab dilihat dari sudut Indonesia ya banyak tidak cocoknya, sama halnya dengan kalau kultur kita dipandang dari sisi Arab. Makanya kadang baik dan buruknya Arab bagi kita Indonesia kadang menjadi bias... dan kita cenderung mencitrakan mereka negatif pada saat kultur mereka dirasa tidak cocok dengan kultur atau kepentingan kita. Secara umum, saya setuju dengan citra Arab yang dianggap keras, ngeyelan (RasuluLLah SAW saja dieyel kok sama mereka), susah di atur bahkan kadang sok tahu. Orang Arab, kalau tahu 10% saja bilangnya "I know, I know". Sedangkan orang Indonesia kalau tahu 50% akan bilang "I would try". Sifat keras mereka muncul sebagai bentuk survival terhadap kerasnya alam; karena kalau mereka klemar-klemer dan sopan-santun seperti kebanyakan orang Indonesia, ya mereka akan jadi makanan empuk "tribe" yang lain. Makanya mereka jadi jarang tersenyum. Bangsa Arab menurut sociologist punya dua kelemahan besar yaitu mereka takut dengan "power" yang lebih kuat dan mereka sangat takut dengan humiliation, apalagi di depan umum. Makanya bernegosiasi dengan mereka menjadi sangat susah kecuali mereka tahu bahwa yang diajak bernegosiasi punya power. Tool yang paling efektif buat menghadapi mereka adalah power dan itu yang digunakan juga oleh Israel terhadap Palestina dan US terhadap Iraq. Sebentar lagi mungkin Syria. Untuk melemahkan mental mereka, lanjut sociologist, humiliation adalah tool yang sangat efektif. Masih ingat kasus Abu Ghraib di Iraq? Dengan cara menelanjangi tawanan perang Iraq, US berharap menohok langsung ke jantung hati mereka secara umum. Waktu itu Gulf geger dan banyak orang menahan gigi geraham melihat ulah US. Tribalism (untuk mengganti istilah Berbernya Cak Min)juga masih sangat kuat di Arab, meskipun sudah ada di jaman modern. Tribalisme tersebut menyebabkan mereka sangat protokoler dalam kehidupan bermanajemen dan social rank menjadi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh adalah bahkan di kantor sekalipun kalau meeting, kita harus sangat hati-hati memilih tempat duduk kita, jangan sampai salah menduduki tenpat yang seharusnya untuk rank yang lebih tinggi dari kita. Implikasi lainnya adalah, "no matter how good you are in working or skill", kalau bukan keluarga ini atau itu, tidak akan bisa naik ke posisi tertentu. Kebanyakan orang Arab juga "sedikit" pemalas, itu saya temui hampir di semua tempat; UAE, Oman, Bahrain dan Saudi. Mereka sangat suka duduk-duduk berjam-jam menghabiskan waktu di coffe shop. Bicara ngalor ngidul kadang-kadang tidak karuan sambil minum kopi dan merokok sisha. Makanya jangan kaget suatu saat kalau ke Gulf, hampir di semua negara Gulf, makin malam makin ramai orang kongkow-kongkow. Bangsa Arab juga sangat suka berdebat, tetapi tidak fokus. Jadi kalau berdebat dengan mereka makin lama makin jauh dari fokus masalah, makin jauh, makin jauh dan pada akhir perdebatan tidak menemukan jalan lagi bagaimana kembali ke fokus masalah, sehingga bubar begitu saja tanpa ada kesimpulan. Jangankan action item, kesimpulanpun tidak. beberapa teman Indonesia yang bekerja di Gulf sudah mulai ketularan. He..he...he... Sebenarnya masih banyak citra negatif mereka, tapi wis kesel le nulis. Tidak adil rasanya kalau hanya cerita citra negatif mereka saja. Selama dua tahun saya juga menemukan berbagai sisi positif mereka, yang bisa dijadikan cermin. Bahkan Wilfred Thesiger si explorer Inggris yang pertama kali menyeberangi Rub Al-Khali (kalau diterjemahkan ke bahasa inggris adalah "the emptiness"), lautan padang pasir yang isinya pasir thok di sebelah timur, di antara Saudi, Oman, Yemen dan Qatar; sangat-sangat "admired" dengan kultur Arab. Orang Arab menjuluki Wilfred Thesiger sebagai "Mubarak bin London". Beliau hidup dengan bangsa Arab Badui selama bertahun-tahun. di tengah "the emptiness"; sampai akhirnya si Thesiger menyadari betul berbagai sifat positif mereka. Salah satu yang sangat saya rasakan adalah mereka sangat berbakti terhadap Ibu. Sedang melakukan apapun mereka, kalau sudah urusan "Ibu", maka semuanya akan dikalahkan. Terhadap Bapak, mereka tidak sampai sedemikian patuh. Bangsa Arab juga "man of honor". Kadang itu yang sudah tidak dimiliki oleh bangsa lain, yang rela dijajah atau bahkan menyodorkan diri untuk dijajah oleh bangsa lain. Mereka juga tidak suka berantem, sekeras apapun eyel-eyelannya; dan anehnya setelah itu mereka kayak switch 180o, setelah eyel-eyelan selesai ya sudah, di luar itu mereka akan rangkul-rangkulan dan melupakan dalam hitungan "detik" apa yang barusan terjadi. Kejujuran mereka juga patut diacungi jempol; sama halnya dengan keteguhan mereka memegang janji. Mereka juga termasuk orang-orang yang sangat taft menghadapi hidup. Kalau pingin merasakan kultur lokal Arab yang mirip dengan Indonesia, eprgilah ke Madinah. Di sana akan terasa nyaman hampir seperti di Indonesia. Last but not least, suka atau tidak suka, bangsa Arab adalah bangsa yang dipilih oleh Allah SWT untuk menurunkan Nabi dan Rasul; daerahnya menjadi pusat spiritual dunia bagi 3 agama besar; Islam (Makkah dan Madinah), Jews dan Cristian (Jerussalem). Yang disebut Arab secara antropologi adalah bangsa Arab Qahtan (daerah selatan sepanjang Yaman, Oman, UAE dan Qatar; Nabi Saleh dan Hud a.s termasuk Arab Qahtan) dan Arab 'Adn (di sebelah utara sampai Syria, Lebanon; Ibrahim a.s. dan garis keturunan Beliau a.s. sampai Isa a.s. dan Muhammmad SAW termasuk Arab 'Adn) yang lokasinya di sekitar Gulf. Sedangkan dari Eqypt ke arah barat sampai Maroko, serta Iran sampai Afghan dan Pakistan; disebut "Arab" karena kultur. Mereka mengikuti kultur Arab, sehingga kalau kita pergi ke Libya atau Tunisia pun aroma "Arab" akan tetap terasa dan mereka juga mengklaim sebagai Arab. Tapi ibunda Nabi Isma'il a.s. orang Egypt ding, jadinya sebenarnya memang nyampur antara Arab dengan Afrika.... Wis ah kesel nulise.... By the way, Mas Vicky, baju gamis itu tidak dari Arab lho, tapi dari Pakistan..... yang asli Arab itu sorban dan kondura.... --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) ---------------------------------------------------------------------