Pak Awang: Kalau P Christmas sampai di subduction zone selatan Jawa, ini bukan ganjel lagi, tetapi sudah merupakan collision. Mungkin banyak yang belum jelas apa yang disebut collision atau tabrakan (tumbukan?) Kalau lempeng samudra itu menggendong jajaran P volcanic bahkan menggendong (lebih tepat lagi: menarik ) suatu continent, atau microcontinent seperti Indian subcontinent, maka terjadi tabrakan (collisiion) yang hasilnya adalah resp. Pegunungan Jayawijaja dan Peg. Himalaya. Sebelum merapat betul, tentu masih terdapat ganjel2 juga yang menyebabkan gempa), sampai merapat betul menjadi "megasuture" seperti Pg. Ural, yang menyatukan kedua lempeng tersebut, dan gempa pun berhenti sama sekali. Soal ganjel (obstruction), di San Andreas Fault juga terjadi ganjel-ganjel, jika, terutama jika bidang patahan belok, atau di offset oleh sesar lain (Garlock Fault). Pada tittik2 inilah terjadi "stress accumulation". Kita harus sadar bahwa batas2 lempeng apakah mid-oceanic ridges, transform faults dsb tidaklah mungkin "smooth" sebagai mana idealnya, tentu di banyak tempat terdapat bengkok2, benjolan atau ganjel. Juga pergerakan lempeng tidak mungkin berjalan "smooth" seperti "conveyor belt" atau "escalator", tetapi tersendat-sendat karena adanya ketidak-rataan di banyak tempat termasuk juga di MOR.Sebaran epicentra adalah sebaran dari epicentrum dari waktu yang berbeda-beda dan jangka waktu yang lama. Sebaran epicentra adalah rekaman dari keberadaan obstruction pada jangka waktu yang lama, yang meunjukkan bahwa di tempat tersebut pernah ada ganjel (obstruction) tetapi sekarang tentu sudah tidak ada lagi karena telah "ruptured". Jarang atau mungkin praktis tidak ada 2 atau lebih gempa bumi dari epicentrum yang berbeda terjadi pada waktu yang bersamaan, paling terjadi secara beruntun. Jadi jelas sebaran epicentra itu bukan suatu epizone. Perlu diingatkan bahwa gempa bumi selalu mempunyai hanya satu epicentrum, bukan bukan berasal dari suatu epizone, bahkan tidak pernah dari beberapa epicentrum sekali gus (para seismolog bisa bingung menentukan titik lokasi epicentrum). Yang dimaksud dengan epizone bukanlah penyebaran epicentrum, dan memang epizone tidak pernah ada, karena gempa bumi bukan disebabkan karena tabrakan 2 lempeng yang serba lebar.
Mengenai melokalisasi ganjel yang belum jebol kita harus mempunyai konsep dulu, ganjel2 itu secara geologi gejala apa, apakah perpotongan sesar kerak (crustal fault), apakah blok sesar, saya kira banyak gejala kerak bumi yang bisa jadi ganjel. Tugas geologist sekarang ini mengidentifikasi berbagai jenis ganjel yang bisa terjadi sepanjang jalur antarmuka lempeng. Dari situ mungkin kita pikirkan metoda untuk melokalisi ganjel2 tsb, mungkin gps, mungkin gravity dsb. Wassalam RPK Wassalam ----- Original Message ----- From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> To: <iagi-net@iagi.or.id>; <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Friday, April 01, 2005 1:39 PM Subject: [iagi-net-l] "Hipotesis Ganjelan" (was Re: [iagi-net-l] Coming Next : Gempa Mentawai ..) > Baru kali ini lagi setelah cukup lama Pak Koesoema tidak meramaikan milis kita. Semoga selalu sehat saja Pak.. > > "Back to basics" yang ditulis oleh Prof. Koesoema ini. "Ganjel" memang khas Indonesia sebab semaju apa pun teknologinya, ganjel di Indonesia ternyata masih efektif. Misalnya, kita sering mengganjel in-focus kalau kaki2nya sudah maksimal tapi masih kurang tinggi juga tampilan layarnya. Nah, sekarang bahkan ganjel muncul di plate tectonics he..he.. > > Boleh juga pendapat Pak Koesoema dan betul gampang diikuti, hanya saya punya beberapa komentar. > > Sebaran titik2 episentrum gempa (kata Pak Koesoema : epizone) diseluruh muka globe ini bisa dibedakan terjadi di empat tectonic setting : (1) MOR-mid oceanic ridge, (2) transform fault, (3) subduction zone, (4) tengah benua (minim sekali). No. 1-3 adalah lingkungan inter-plate, no. 4 adalah lingkungan intra-plate. Menurut hemat saya, mekanisme gempa via ganjelan tidak bisa terjadi di MOR, transform fault, dan intra-plate. Hanya mungkin di wilayah konvergensi antar lempeng alias wilayah collision atau subduction. Maka, mekanisme gempa tidak seluruhnya terjadi via ganjelan. > > Meskipun demikian, ganjelan juga tidak bisa langsung menerangkan bagaimana gempa terjadi di zone subduksi/collision. Memang benar kalau ganjelan itu ada ia akan lokal, jadilah episentrum, tetapi kalau gerak seluruh plate akan regional menghasilkan episentrum2 di seluruh margin lempeng (epizone kata Pak Koesoema). Nah, kenyataannya kita melihat bahwa yang sekarang di peta adalah "epizone" bukan epicentrum. Memang antar episentrum itu tidak jadi bersamaan. Tetapi bagaimana menerangkan bahwa setiap tahunnya kita punya kejadian 200 gempa dengan M>6.0 (Press and Siever, 1998) ? Apakah banyak ganjelan di mana2, sepertinya lebih gampang menerima kalau kompresi subduction memang terjadi di mana2. > > Kerak oseanik yang menyusup di bawah kerak benua betul tidak rata : ia memiliki oceanic plateaux, ridge, fracture zone, guyots, dll. Artinya kandidat2 ganjelan subduksi memang ada. Dan itu telah diperhitungkan yang memperlambat rate of subduction. Di Indonesia saja ada sekumpulan oceanic plateaux di BD Sumatra dan Jawa yang siap masuk palung Sunda. Sekarang mereka jaraknya sekitar 300-400 km dari Jawa/Sumatra, bisa dihitung kapan mereka akan mengganjel di Palung Sunda. Pulau Christmas juga nantinya akan mengganjal. > > Ganjelan, sejak dari zaman Zvi Ben-Avraham di tahun 1980an telah dicurigai sebagai mekanisme emplacement ofiolit. Tapi saya percaya bahwa ganjelan bukan satu2nya mekanisme emplacement ofiolit. Emplacement ofiolit bisa dengan cara scrapping-off kerak samudra di lereng palung, itu yang terjadi di Ciletuh dan Luk Ulo. Maka, ganjelan pun bukan satu2nya mekanisme gempa di subduction. Logis bisa terjadi, tetapi tak seluruhnya karena ganjelan. Ganjelan, mestinya habis oleh rupture di kedalaman dangkal saja. Nah, padahal hiposentrum gempa itu bisa sampai 700 km, sulit menerangkannya dengan ganjelan. > > Mekanisme gempa kembali ke elastic re-bound. Di zone subduksi itu banyak sesar naik terjadi karena zone kompresi. Stress kompresi menyebabkan blok-blok batuan sepanjang sesar mengalami strain atau bend. Bila stress sudah terlalu besar maka batuan retak dan pindah ke posisi baru, timbulah gempa. Gerak lempeng di wilayah ini menyebabkan strain di batuan dan di daerah tepi2 lempeng membuat sesar. Sepanjang segmen2 sesar2 ini, batuan menjadi terkunci di tempat dan tak bisa bergerak ke mana-mana walaupun conveyor belt jalan terus. Stress yang build up di batuan pada kedua sisi sesar akan menyebabkan batuan retak pecah, dan bergeser via gempa. Grinding oleh subduction movement pada kerak oseanik yang tua (> 50 Ma), colder, dan menjadi brittle karenanya di bawah kerak benua akan membangun huge strains yang nantinya akan di-release via gempa2 besar. Maka harus dicermati bahwa umur2 oseanik yang tua akan cenderung menghasilkan gempa yang lebih besar dan frekuensinya banyak sebab ia s > angat > brittle. > > Nah, ganjelan bisa karena secara fisik ada roman muka kerak oseanik yang tidak rata, tetapi penguncian tektonik pada segmen batuan di antara sesar pun akan "mengganjal" gerak subduksi. Untuk sementara ia akan jadi seismic gap, tapi itu hanya sekedar membangun strain sebelum rupture dengan hebat. > > salam, > awang > > "R.P. Koesoemadinata" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Hipotesis Tektonik Lempeng Ganjel > > Dari membaca di mass media maupun di milist ini saya dapat kesan banyak > terjadi kesalah fahaman dalam menjelaskan mengenai bagaimana terjadinya > gempa (earthquake) > > Banyak orang (termasuk geologist) yang tidak bisa membedakan antara > "subduction" (penyusupan, penunjaman?) dengan "collision" (tumbukan? > Menurut hemat saya hanya padi atau kopi yang dapat ditumbuk) atau tabrakan. > Seolah-olah terjadinya gempa itu karena ada tumbukan antara lempeng samudra > Hindia-Australia dengan lempeng benua Asia, sedangkan mungkin yang > dimaksudnya adalah "convergence", di mana lempeng samudra Hindia Australia > ditekuk dibawah lempeng benua Asia, tetapi berjalan terus seperti converyer > belt atau escalator. > > Menurut hemat saya jika "converyor belt" yang sangat lebar ini terganjal > disuatu titik, karena ketidak-rataan dari antar muka dari kedua lempeng > tersebut (misalnya juga ada blok patahan dsb,), maka dititik itulah akan > terjadi akumuasi stress, dan pada suatu ketika maka ganjelan ini jebol > (ruptured) juga , dan terjadi "energy release" yang besar dalam bentuk gempa > bumi. Makin kuat ganjelan ini maka makin besar juga magnitude gempanya dalam > sekala Richter. Hypocentrum inilah sebenarnya adalah titik di mana terdapat > ganjelan yang jebol ini. Saya duga ganjelan ini tidak terdapat di satu > tempat saja, tetapi di banyak tempat, dan di titik2 inilah adanya potensi > terjadinya strain accumulation. Jika sudah jebol satu ganjelan, maka > ganjelan berikutnya dapat jebol juga dalam waktu yang singkat, karena boleh > jadi pada titik ini juga stress accumulationnya sudah berlangsung lama. > Ganjelan berikutnya yang akan jebol bisa dimana saja sepanjang antarmuka > kedua lempeng tersebut yang lebar ini, apakah dekat ganjelan yang sebelumnya > jebol ataupun di tempat lain yang lebih jauh. Bahkan jebolnya suatu ganjel > yang kuat dapat menyebabkan jebolnya ganjel-ganjel berikutnya secara > beruntun. Saya tidak bisa melihat mengapa untuk terjadinya gempa yang > berkekuatan besar harus tunggu 100 tahun lagi. > > Untuk meramalkan di mana gempa akan terjadi lagi, maka kita harus > melokalisasi di mana saja terdapat ganjel-ganjel ini serta besar kecil nya > ganjel, dan akumulasi stress yang terjadi pada ganjel-ganjel ini. Untuk ini > kita bisa beri nama "hipotesa tektonik lempeng ganjel" > > Ini mungkin bisa lebih dimengerti oleh khalayak ramai yang awam, dari pada > teori tumbukan lempeng. Kalau terjadinya gempa karena tumbukan (tabrakan) > lempeng, maka yang terjadi adalah epizone, bukan epicentrum. > > Wasslam > > > > PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB > R.P.Koesoemadinata > Jl. Sangkuriang G-1 > Bandung 40135 > Telp: 022-250-3995 > Fax: 022-250-3995 (Please call before sending) > e-mail: [EMAIL PROTECTED] > > > --------------------------------------------------------------------- > To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] > To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi > Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id > Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) > Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) > Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) > Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) > Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) > --------------------------------------------------------------------- > > > > --------------------------------- > Yahoo! Messenger > Show us what our next emoticon should look like. Join the fun. --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) ---------------------------------------------------------------------