Kita pernah juga menonton anggota DPR tawuran, kalau tidak ketiduran malah.
Salam, US -----Original Message----- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, July 18, 2005 12:43 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Masyarakat Yang Beringas dan Lupa Diri Semua orang sekarang gampang beringas dan lupa diri. Yang menyiksa copet dengan copetnya sendiri sama-sama bersalah. Kalau yang disiksa itu bukan copet, bagaimana urusannya, tentu di Atas yang akan membalas orang-orang yang menyiksa itu. Penegak hukum pun menyiksa dulu sebelum menanyai si tersangka. Dibawa ke pos polisi, PM, AURI memang aman dari amukan masyarakat tetapi belum tentu aman dari siksaan aparat keamanan. Orang-orang terpelajar pun sudah biasa tawuran, dari anak SD-mahasiswa tawuran, beringas dan lupa diri. Penonton bola Persita vs Persija tawuran karena kesebelasan pujaannya dihina supporter lawan. Beringas dan lupa diri, stadion dibakar, diawut-awut, lupa bahwa lalu tak bisa dipakai lagi untuk pertandingan sepak bola. Orang-orang terhormat yang duduk di lembaga pemerintah pun beringas dan lupa diri, sudah berapa kali kejadian kan sidang-sidang mereka lebih mirip adu debat kusir dan adu otot. Ah, susah sekali memperbaikinya. Moralitas, ramah tamah, sopan santun, jujur adalah barang2 langka di Indonesia. Atas nama agama pun mereka menyiksa dan membakar..., apalagi kalau bukan atas nama itu ...?! salam prihatin, awang sujatmiko <[EMAIL PROTECTED]> wrote: MASYARAKAT YANG BERINGAS DAN LUPA DIRI Rekan-rekan Ahli Geologi yang budiman, Beberapa hari yang lalu, sesaat setelah adzan magrib, terdengar suara ribut di depan rumah di Jl.Pajajaran Bandung. Seorang gadis pelajar SLTA tampak menangis histeris : "Handphone saya dicopet!". Serombongan orang berlari ke arah timur sambil berteriak : "Kejar, kejar!". Suasana kemudian hening dan saya pikir pasti si pencopet sudah berhasil kabur. Tetapi, tak sampai sepuluh menit kemudian, suara ribut kembali memecah keheningan : "Copetnya tertangkap, temannya yang dua kabur!" Seorang remaja umur dua puluh tahunan tampak digiring beramai-ramai ke arah barat. Saya mengajak Marwan, staff saya untuk mengikuti rombongan tersebut. Sekitar dua puluh meteran dari rumah, beberapa orang mulai unjuk kekuatan. Mereka bergantian menghantam rusuk si pencopet, meninju mukanya dan menendang dadanya. Darah mulai menetes dari mulut dan pipi si pencopet. Tak berapa lama, tubuhnya rubuh di aspal. Beberapa orang masih tega menendang kepala dan bagian tubuh lainnya. Saya tak tahan melihat pemandangan yang mengerikan itu. Dengan setelan jas yang masih saya pakai (baru pulang pertemuan Rotary) dan bekal Basmallah, saya berkeyakinan insyaallah dapat menjinakkan orang-orang yang sudah kemasukan setan tersebut. Saya langsung maju dan memegang serta mengangkat leher baju si pencopet. Satu dua tendangan dan pukulan masih mendarat. Saya berteriak mengingatkan mereka untuk tidak lagi menyiksa orang yang sudah tidak berdaya. Mereka mulai gentar dan saya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membawa si pencopet ke pos AURI yang letaknya tidak berapa jauh. Satu dua orang masih berani memukul. Sekitar dua puluh meteran sebelum pos AURI, si pencopet memeluk saya : "Terima kasih Pak, saya diselamatkan, tolong saya Pak, saya tidak mencopet !" Mendekati pos AURI, saya menjadi ragu karena tidak satupun dari orang-orang yang beringas tadi yang mengikuti saya. Saya mencoba meyakinkan hati saya bahwa dengan jas yang saya pakai insyaallah petugas provost tak akan bertingkah sembarangan. Allah Maha Besar, salah seorang dari dua petugas provost mendekat : "Ada apa Pak ?" Saya jawab : "Saya serahkan orang ini Pak, katanya nyopet handphone, tapi saya tak punya bukti. Saya hanya mencoba menolong dia karena kalau tidak, mungkin bisa mati dipukuli massa !" Seseorang datang ke pos AURI dan memberikan penjelasan : "Ya Pak, kalau tidak ada Bapak ini, pasti sudah mati !" Si pencopet kemudian dibawa masuk, dan langsung diperiksa. Ternyata dia tak membawa surat keterangan atau KTP. Petugas bilang : "Biar kau tidak mencopet, tetapi harus ditahan karena tidak bawa KTP !" Ketika saya siap-siap pergi, terlihat ada mobil angkutan kota yang berhenti. Seorang gadis berseragam SLTA yang ternyata pemilik handphone yang dicopet tampak meloncat keluar dari pintu mobil. Ketika melihat si pencopet, dia langsung menangis dan berteriak histeris : "Betul Pak, dia pencopetnya. Ayo kembalikan handphone saya !" Kedua petugas provost yang badannya besar-besar dan ukuran tangannya hampir sebesar betis saya, langsung memukul bergantian muka si pencopet yang masih meneteskan darah segar. Saya merasa tak berdaya untuk menghentikan amukan kedua petugas provost tersebut dan saya segera bergegas meninggalkan pos AURI karena tidak tega menyaksikan pemandangan yang begitu menyesakkan dada. Rekan-rekan Ahli Geologi yang budiman, Saya tidak tahu lagi, bagaimana nasib selanjutnya dari si pencopet, masih hidupkah atau sudah matikah akibat gegar otak atau luka dalam. Saya hanya bisa merenung, mengapa masyarakat kita termasuk mahasiswanya (sampai tega menyiksa secara fisik salah satu Pembantu Rektor di Surabaya) menjadi sedemikian lupa diri? Siapakah yang salah dan berapa generasikah diperlukan untuk menyembuhkannya? Bukankah kata Aa Gym : hati adalah lentera dan sekaligus cahaya Ilahi? Semoga pengalaman pribadi di atas ada manfaatnya untuk direnungkan agar kita tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang lupa diri. Semoga ! Hormat, Sujatmiko --------------------------------- Start your day with Yahoo! - make it your home page ----- This message has been certified virus free by Medcoenergi Antivirus --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) ---------------------------------------------------------------------